Yup, semenjak anak pertama saya (Rei) lahir hingga kini umur 3,5 tahun, saya belum pernah memarahi dan berkata "jangan" ke dia. Saya sama sekali tidak pernah membentak, meneriaki, atau sekedar menghardik "Hayo!". Bahkan saya tidak pernah memarahinya ketika ia sedang berulah atau berbuat salah. Mungkin pernah beberapa kali saya sedikit lepas emosi, tapi saya selalu berusaha meredam dan tidak menunjukkannya kepada anak. Saya juga tidak pernah melarang atau berkata "Jangan" untuk apapun yang ia lakukan.
Ini memang polah asuh yang saya pilih. Dari membaca sana-sini, saya berkesimpulan dan jadinya berjanji kepada diri sendiri bahwa saya tidak akan memarahi dan "melarang" anak, setidaknya hingga ia berumur 7 tahun. Tentu bukan berarti saya membiarkan dan memanjakan anak, justru dengan pola asuh menyerupai ini saya selalu mengontrol dan mengarahkan si anak, namun bukan dengan cara menekan si anak. Kalau di barat sana, inilah yang dinamakan "Positive Parenting" (tapi saya masih harus banyak mencar ilmu ihwal ini, ayo googling!). Harapannya, anak berkelakuan baik bukan alasannya yaitu takut dengan orang tuanya, tapi alasannya yaitu anak paham dan mengerti, dan ia akan merasa tidak yummy sendiri kalau berbuat sesuatu yang ia pikir akan menciptakan orang tuanya murung atau kecewa kelak.
Ini beberapa alasan yang saya rangkum dari sana sini mengapa saya tidak pernah murka dan berkata "jangan" ke anak:
Memang butuh perubahan paradigma besar-besaran dibanding pola asuh orang renta jaman dulu. Apalagi untuk tidak berkata "Jangan", niscaya awalnya kita selalu reflek berkata "Jangan" kalau memberi tahu anak, alasannya yaitu dari dulu kita dicontohkan menyerupai itu. Kalau kita konsisten, Insya Tuhan bisa, alasannya yaitu lama-lama otomatis menjadi habit.
Sebetulnya bukan berarti anak kelahiran jaman kini berbeda dengan anak jaman dulu, tapi ini alasannya yaitu pengetahuan insan semakin berkembang, dan para pakar semakin hari semakin mengetahui pola asuh yang baik bagi anak-anak, terutama untuk anak usia dini (0-7 tahun). Orang renta yang bijak yaitu orang renta yang mau belajar.
Lalu bagaimana kenyataannya dalam praktek? Dan bagaimana hasilnya?
Semua yang telah disebutkan di atas memang hanyalah teori. Prakteknya tidak semudah itu. Saya juga bukan orang renta yang sempurna, dan masih terus belajar. Bukan hanya 1-2 kali saya merasa tidak bisa menahan emosi. Tapi alasannya yaitu saya paham hal-hal di atas, maka saya selalu berusaha tetap di jalur yang benar. Itulah pentingnya mempunyai ilmu.
Justru saya lebih emosi kalau melihat ada yang murka ke anak saya (biasanya mamanya... ehm). Karena saya sudah meredam sedemikian rupa emosi ke anak, kadang pelampiasannya justru ke orang dewasa. Itu yang kadang masih menjadi duduk kasus saya.
Mengenai hasilnya, Alhamdulillah, meskipun masih banyak hal yang harus di-improve, tapi saya merasa Rei semakin hari semakin jadi anak yang baik. Dengan kelincahan dan banyak maunya itu, rentan sekali anak terjerumus jadi bandel kalau pola asuh kita tidak tepat. Nanti mungkin saya ceritakan lebih lanjut di goresan pena yang lain.
Saya harap tetap bisa konsisten menjalankan pola asuh menyerupai ini, bahkan bisa jadi lanjut terus hingga lewat umur 7 tahun (paling tidak positive parenting-nya). Kita lihat nanti. Harapannya, mereka bisa menjadi pribadi yang positif, percaya diri, mendapatkan dan cinta diri sendiri, dan bisa menjadi insan baik. Aamin. Sumber http://ortubelajar.blogspot.com/
Ini memang polah asuh yang saya pilih. Dari membaca sana-sini, saya berkesimpulan dan jadinya berjanji kepada diri sendiri bahwa saya tidak akan memarahi dan "melarang" anak, setidaknya hingga ia berumur 7 tahun. Tentu bukan berarti saya membiarkan dan memanjakan anak, justru dengan pola asuh menyerupai ini saya selalu mengontrol dan mengarahkan si anak, namun bukan dengan cara menekan si anak. Kalau di barat sana, inilah yang dinamakan "Positive Parenting" (tapi saya masih harus banyak mencar ilmu ihwal ini, ayo googling!). Harapannya, anak berkelakuan baik bukan alasannya yaitu takut dengan orang tuanya, tapi alasannya yaitu anak paham dan mengerti, dan ia akan merasa tidak yummy sendiri kalau berbuat sesuatu yang ia pikir akan menciptakan orang tuanya murung atau kecewa kelak.
Ini beberapa alasan yang saya rangkum dari sana sini mengapa saya tidak pernah murka dan berkata "jangan" ke anak:
- Pada dasarnya tidak ada anak yang nakal, hanya saja mereka belum mengerti. Anak usia dini masih belum mengerti banyak hal, dan belum tahu konsekuensi dari setiap hal yang mereka lakukan. Anak usia dini belum mempunyai intensi, atau maksud untuk berbuat jahat/nakal, apalagi berencana untuk berbuat jahat. Yang mereka lakukan yaitu spontanitas belaka, alasannya yaitu mereka belum mengerti mana yang baik dan buruk. Contohnya ketika anak tiba-tiba melempar barang ke kita, itu bukan berarti anak berniat menyakiti kita, tapi itu dilakukan alasannya yaitu ia ingin tahu apa yang akan terjadi, dan ia belum tahu bahwa melempar barang bisa menyakiti atau menciptakan barang tersebut rusak/pecah. Ini bukan berarti si anak nakal, tapi ia sekedar menyalurkan hasratnya, namun belum tahu konsekuensi akan perbuatannya. Orang sampaumur seringkali salah paham terhadap anak alasannya yaitu tidak memahami hal ini.
- Anak usia dini yaitu peniru yang ulung. Anak mencar ilmu dan menjiplak dari orang tuanya. Anak usia dini akan menyerap semua yang ia lihat dan dengar. Kalau kita sering berperilaku marah, membentak, berteriak, maka sikap itulah yang akan anak serap dan kelak ia adopsi sebagai perilakunya. Jangan heran kalau anak juga jadi pemarah kalau kita juga sering memarahinya. Inilah kenapa kita harus sabar kepada anak. Kita harus sangat berhati-hati bersikap di depan anak, alasannya yaitu kita menjadi teladan bagi anak kita.
- Anak butuh rasa kasih sayang dan diterima orang tuanya setiap saat, bahkan ketika ia berbuat salah. Kebutuhan utama anak yaitu rasa aman. Anak butuh pengayoman orang tuanya dalam kondisi apapun. Anak akan berperilaku lebih baik ketika kebutuhan keamanan dan cinta dari orang tuanya terpenuhi. Jika anak dimarahi terus-terusan, makin usang ia makin merasa tidak diterima dan dicintai oleh orang tuanya, dan justru anak bisa semakin menjadi bermasalah. Ketika sudah remaja nanti, kalau anak mempunyai duduk kasus dalam hidup, tentu kita mau ia menentukan untuk tiba ke orang tuanya dulu, bukan ke temannya atau orang lain, alasannya yaitu anak merasa kondusif dan tidak takut dengan orang tuanya (dalam arti positif). Dan ini harus dipupuk semenjak dini.
- Ketika kita membentak atau memarahi anak, milyaran sel dalam otak anak akan mati. Konon di dalam setiap kepala seorang anak terdapat lebih dari 10 trilyun sel otak yang siap tumbuh. Satu bentakan atau makian bisa membunuh lebih dari 1 milyar sel otak ketika itu juga. Satu cubitan atau pukulan bisa membunuh lebih dari 10 milyar sel otak ketika itu juga. Sebaliknya 1 kebanggaan atau pelukan akan membangun kecerdasan lebih dari 10 trilyun sel otak ketika itu juga. Ini menurut penelitian yang dilakukan oleh mahir ilmu syaraf, Lise Gliot, dari Chicago Medical School, yang melaksanakan pemindaian otak pada anaknya sendiri dan melihat pola yang terjadi di otaknya ketika anak dibelai, dibentak, menyusui, dsb.
- Sesuai ilmu Hypno-parenting, anak usia dini 0-7 tahun masih sangat mayoritas pikiran bawah sadarnya, dan ada aturan-aturan tersendiri dalam menghadapi pikiran bawah sadar tersebut. Seperti goresan pena saya berjudul Apakah Hypno Parenting Itu, anak usia dini cenderung mengabaikan kata "Jangan" alasannya yaitu pikiran bawah sadar lebih banyak bekerja. Oleh alasannya yaitu itu, kalau dihentikan dengan kata "Jangan" justru anak akan terus melakukannya. Ini sesuatu yang ilmiah adanya. Selain itu, kalau kita murka dan mengeluarkan kata-kata jelek menyerupai "Kamu bandel banget sih", "Kamu susah banget dibilangin", itu akan diserap anak dan jadinya hal itulah yang akan ia percaya sebagai identitas dirinya. Anak jadinya bisa benar-benar melakoni dirinya sebagai anak yang bandel dan susah diberi tahu. Kaprikornus berhati-hatilah dalam berkata-kata kepada anak-anak. Saya pribadi selalu berusaha mengeluarkan kata-kata positif kepada anak, bahkan ketika anak sedang berulah atau berbuat salah. Aturan lain yaitu kita sedapat mungkin melayani dan memenuhi kebutuhan anak. Tentu dalam batas-batas masuk akal dan tidak hingga memanjakannya. Jika anak memanggil kita, segeralah kita respon, sehingga ia juga akan segera merespon kalau kita panggil. Jika anak meminta kita datang, segeralah tiba dan jangan beralasan kita sibuk hanya alasannya yaitu kita malas. Jangan suka ajak anak berdebat kalau kita tidak mau anak jadi suka mendebat apa yang kita omongkan. Kelak anak juga akan gampang diajak bekerja sama dan berkomunikasi.
- Dalam Islam pun kita diajarkan untuk memperlakukan anak 0-7 tahun bagaikan raja, sesuai yang diajarkan oleh Ali bin Abi Thalib Ra., khalifah yang populer kesetiaannya kepada Rasulullah SAW. Yang dimaksud yaitu memberi pelayanan dengan sepenuh hati dan nrimo kepada anak, alasannya yaitu ini akan berdampak kepada perkembangan perilakunya. Contohnya bila kita eksklusif menjawab dan menghampirinya ketika ia memanggil kita- bahkan ketka kita sedang sibuk dengan pekerjaan kita – maka ia akan eksklusif menjawab dan menghampiri kita ketika kita memanggilnya. Saat kita berusaha keras menahan emosi di ketika ia melaksanakan kesalahan sebesar apapun, kelak ia akan bisa menahan emosinya ketika adik/ temannya melaksanakan kesalahan padanya. Maka ketika kita selalu berusaha sekuat tenaga untuk melayani dan menyenangkan hati anak yang belum berusia tujuh tahun, insya Tuhan ia akan tumbuh menjadi pribadi yang menyenangkan, perhatian dan bertanggung jawab. Karena kalau kita mengasihi dan memperlakukannya sebagai raja, maka ia juga akan mengasihi dan memperlakukan kita sebagai raja dan ratunya. Ternyata apa yang orang kini rumuskan dalam hypno-parenting dkk sejalan dengan apa yang sudah diajarkan ratusan tahun kemudian pada jaman Rasulullah SAW. Masya Allah!
Memang butuh perubahan paradigma besar-besaran dibanding pola asuh orang renta jaman dulu. Apalagi untuk tidak berkata "Jangan", niscaya awalnya kita selalu reflek berkata "Jangan" kalau memberi tahu anak, alasannya yaitu dari dulu kita dicontohkan menyerupai itu. Kalau kita konsisten, Insya Tuhan bisa, alasannya yaitu lama-lama otomatis menjadi habit.
Sebetulnya bukan berarti anak kelahiran jaman kini berbeda dengan anak jaman dulu, tapi ini alasannya yaitu pengetahuan insan semakin berkembang, dan para pakar semakin hari semakin mengetahui pola asuh yang baik bagi anak-anak, terutama untuk anak usia dini (0-7 tahun). Orang renta yang bijak yaitu orang renta yang mau belajar.
Lalu bagaimana kenyataannya dalam praktek? Dan bagaimana hasilnya?
Semua yang telah disebutkan di atas memang hanyalah teori. Prakteknya tidak semudah itu. Saya juga bukan orang renta yang sempurna, dan masih terus belajar. Bukan hanya 1-2 kali saya merasa tidak bisa menahan emosi. Tapi alasannya yaitu saya paham hal-hal di atas, maka saya selalu berusaha tetap di jalur yang benar. Itulah pentingnya mempunyai ilmu.
Justru saya lebih emosi kalau melihat ada yang murka ke anak saya (biasanya mamanya... ehm). Karena saya sudah meredam sedemikian rupa emosi ke anak, kadang pelampiasannya justru ke orang dewasa. Itu yang kadang masih menjadi duduk kasus saya.
Mengenai hasilnya, Alhamdulillah, meskipun masih banyak hal yang harus di-improve, tapi saya merasa Rei semakin hari semakin jadi anak yang baik. Dengan kelincahan dan banyak maunya itu, rentan sekali anak terjerumus jadi bandel kalau pola asuh kita tidak tepat. Nanti mungkin saya ceritakan lebih lanjut di goresan pena yang lain.
Saya harap tetap bisa konsisten menjalankan pola asuh menyerupai ini, bahkan bisa jadi lanjut terus hingga lewat umur 7 tahun (paling tidak positive parenting-nya). Kita lihat nanti. Harapannya, mereka bisa menjadi pribadi yang positif, percaya diri, mendapatkan dan cinta diri sendiri, dan bisa menjadi insan baik. Aamin. Sumber http://ortubelajar.blogspot.com/
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "Tantangan: Tidak Pernah Murka Dan Berkata Jangan Pada Anak"
Posting Komentar