Saya berusaha mengenalkan konsep "uang" kepada anak aku semenjak dini. Bukan apa-apa, ini demi mencegah bencana anak merengek minta ini itu setiap kali pergi ke mal, toko mainan, supermarket, atau daerah lain. Ini juga menjadi bentuk kejujuran aku kepada anak-anak, alasannya ialah aku pantang membohongi anak. Sejauh ini taktik aku cukup efektif meredam hal itu.
Memang bukan hal yang mudah, alasannya ialah si anak belum sanggup berhitung, bahkan belum mengenal konsep angka. Tapi yang aku sampaikan ialah pemahaman perihal konsep uang, bukan uangnya.
Intinya, aku memberi pemahaman bahwa:
- Untuk membeli atau mendapat ini itu perlu memakai uang.
- Uang bukanlah sumber yang tak terbatas dan sanggup dihambur-hamburkan.
- Untuk mendapat sesuatu itu perlu usaha.
Awal mengenalkannya sesederhana mengajak anak melihat kita membayar di kasir setiap kali kita membeli sesuatu di toko. Sebelum beliau sanggup memakai atau memakan apa yang beliau ambil dari rak toko, kita ajak beliau untuk membayarnya dulu di kasir.
Di lain kesempatan, aku memberi pemahaman bahwa setiap barang di toko itu ada harganya, dan harganya sanggup mahal atau murah. Kalau murah, mungkin sanggup pribadi kita beli, dan kalau mahal bukan berarti kita tidak sanggup membelinya, tapi perlu ada perjuangan dulu, yaitu menabung (saya pantang menyampaikan tidak punya uang, alasannya ialah itu seolah menjadi doa untuk diri sendiri). Saya biasa memberi pilihan atau perbandingan dengan barang lain, semoga beliau paham mahal murah itu seberapa (karena kalau aku sebut angka, beliau juga belum mengerti).
Ketika anak minta dibelikan mainan di mal, aku tidak buru-buru menolaknya, tapi aku ajak beliau diskusi. Saya tanya itu mainan apa, bagaimana cara mainnya, apa manfaatnya, kenapa beliau suka. Dari situ diskusi sanggup berkembang. Jika harganya mahal, dan itu bukan kebutuhan, aku beri pilihan dan pengertian, serta mengajak anak berpikir kembali. Beberapa kali anak aku jadinya mengerti dan tidak jadi membeli. Ini salah satu trik, alasannya ialah kalau aku pribadi berkata tidak, anak sanggup pribadi ngambek atau mungkin malah tantrum, yang justru malah makin susah untuk diajak bicara.
Sejalan dengan itu, aku juga berusaha mengajarkan anak untuk selalu bersyukur.
Bersyukur artinya tetap senang dengan kondisi yang berkecukupan, tidak harus banyak atau berlebih. Asalkan cukup, itu sudah Alhamdulillah. Karena itu, aku sering mengajak anak berucap "Alhamdulillah" dikala kita atau beliau mendapat sesuatu, meskipun itu hal kecil. Jika masih ada cemilan yang sanggup dimakan meskipun sedikit, aku bilang Alhamdulillah masih ada. Kalau kami memberi anak mainan, mengajak liburan, atau yang lain, kadang aku berujar "Alhamdulillah papa & mama ada rejeki, jadi sanggup beli mainan atau jalan-jalan". Saya juga sering bercerita bahwa banyak orang di luar sana yang kondisinya jauh lebih tidak beruntung dibanding kita, yang untuk mencari makan saja susah.
Hal-hal di atas berdasarkan aku penting sekali untuk ditanamkan semenjak dini, sehingga anak tidak menjelma insan yang selalu merasa kekurangan dan tidak pernah puas. Jika tidak dilatih semenjak kecil, dan ortu abai dengan hanya bertindak reaktif saja memenuhi semua seruan si anak semoga tidak menangis, kelak anak akan menjelma insan yang manja dan merasa segala keinginannya harus terpenuhi. Celakanya dikala beliau cukup umur dan tidak sanggup bergantung lagi pada orang tuanya, apa yang akan terjadi? Dia akan cenderung menghalalkan segala cara untuk memenuhi semua keinginannya itu. Dan inilah bibit-bibit terjadinya korupsi atau tindakan penyelewengan lainnya demi meraih kenikmatan duniawi. Sangat mengerikan bukan efeknya?
Memang perlu perjuangan yang keras dan terus menerus, serta tidak lelah untuk selalu mengingatkan anak. Sejauh ini progresnya sudah kelihatan. Saya sanggup mengajak belum dewasa bermain di toko mainan besar di mal seharian, tanpa mereka merengek-rengek minta dibelikan mainan, dan sering kita pun pulang tanpa membeli apa-apa. Jika diajak ke supermarket, mereka pun cenderung tidak minta yang aneh-aneh, hanya barang-barang yang memang sudah biasa kita beli.
Tentu bukan berarti semuanya selalu berjalan mulus. Beberapa kali memang mereka masih kedapatan merengek minta sesuatu. Tapi berdasarkan aku itu hal yang wajar, asal tidak menjadi kebiasaan. Toh memang mereka masih belum dewasa yang emosinya belum matang dan masih berjiwa impulsif. Justru di sinilah kiprah orang renta untuk mendidik terus menerus, jangan hingga lepas tangan. Jika mau usaha, niscaya bisa. Sumber http://ortubelajar.blogspot.com/
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "Mengenalkan Konsep Uang Pada Anak"
Posting Komentar