STRATEGI BISNIS TRADISIONAL - Secara teori strategi-strtegi yang ditawarkan para jago tidak lah jauh berbeda, jikalau pun ada perbedaan, berputar-putar pada masalah teknis implementasi teori yang muncul alasannya ialah adanya perbedaan perspektif dari setiap jago ketika mengin terpretasikan teori-teori tersebut, selebihnya ialah semua bertujuan meningkatkan daya saing perusahaan dan meraih keunggulan kompetitif atau untuk mempertahankan keunggulan.
Yang perlu menjadi catatan adalah, pembahasan seputar strategi, baik dalam ruang lingkup korporatif maupun seni administrasi bisnis, lebih secara umum dikuasai membahas seni administrasi bagi perusahaan-perusahaan besar menyerupai industri dan manufaktur. Hal ini memang sangat beralasan, alasannya ialah tugas dan efek mereka yang sangat besar terhadap perkembangan ekonomi suatu daerah, wilayah, regional dan bahkan dunia. Adapun usaha-usaha skala kecil yang tugas dan pengaruhnya “lebih sedikit”, walau sudah mulai menerima perhatian, tetapi masih jarang menjadi objek perbincangan besar, alasannya ialah ini menjadi domain pakar-pakar lokal.
Kondisi ini menjadi masalah tersendiri bagi usaha-usaha kecil yang ingin sekali mengaplikasikan suatu teori ke dalam bisnis mereka, alasannya ialah kesulitan menginterpretasikan setiap konsep dari bangunan teori yang ada, atau menunggu adanya para jago lokal yang bisa menguraikan kembali bangunan teori tersebut dengan bahasa yang lebih sederhana dan membumi sehingga sanggup diaplikasikan dengan baik di lingkungan perjuangan kecil.
Tapi, sebenarnya, tidak sanggup dipungkiri, bahwa praktek-praktek bisnis yang berjalan selama ini – dengan adanya teori atau tidak – sudah berlangsung sesuai dengan bangunan teori yang disusun oleh para ahli, hanya saja para pelaku bisnis kecil tidak mempunyai terminologi khusus terhadap apa yang mereka lakukan. Atau sanggup dikatakan bahwa, pelaku bisnis telah mendefinisikan banyak sekali seni administrasi bisnis melalui acara bisnis yang mereka lakukan secara tradisional dan tidak tersistematis, tetapi para jago yang membuat terminologinya. Walau kemudian para jago selalu menyebabkan perusahaan industri dan manufaktur sebagai objek penelitian dalam perkembangan ilmu ekonomi dan bisnis.
Kembali kepada seni administrasi bisnis, berkaitan semakin ketatnya persaingan, baik di lingkungan korporat dan unit bisnis perusahaan, termasuk juga persaingan di lingkungan perjuangan “pinggir jalan”, maka seni administrasi bisnis tetap menjadi ruh yang diyakini bisa meningkatkan keunggulan bersaing sekaligus mempertahankan keunggulan. Kita bisa melihat bisnis-bisnis kelas menengah ke bawah menyerupai warung makan, kafe, gerobak dorong dan sejenisnya yang semakin hari semakin bertambah secara kuantitas. Mereka terang mencicipi kerasnya persaingan di lingkungan bisnis level mereka. Jika kita interview, mereka semua mempunyai tujuan bisnis yang sama, yaitu mempertahankan keunggulan denan cara meningkatkan gambaran usahanya melalui komponen; harga, produk, tempat dan distribusi; walau tidak menyebutkannya dengan terminologi ilmiah ala pakar ekonomi bisnis, sanggup kita pastikan, itu ialah komponen bauran pemasaran. Jika kita teruskan pertanyaan mengapa mereka fokus pada komponen tersebut, maka jawabannya berusaha untuk berbeda dengan pesaingnya atau tampil beda dengan perjuangan lainnya. Mengapa ingin berbeda, maka mereka akan menyampaikan biar memperoleh akreditasi dari pelanggan bahwa mereka mempunyai nilai lebih sehingga mereka tetap unggul. Untuk apa nilai lebih? biar pelanggan merasa puas dan mereka kembali berbelanja. Akhirnya meningkatkan pendapatan perjuangan mereka. Ini tidak lebih dari konsep yang terminologinya sudah dibangun para jago ekonomi dan bisnis, yaitu Keunggulan bersaing, competitif advantage. Atau mempertahankan keunggulan artinya mereka sudah mempunyai keunggulan atau sudah terbaik dari yang lainnya. Memang sulit untuk bertahan tapi ketika beberapa uraian sebelumnya manpu dilaksanakan maka sanggup dipastikan akan sanggup bertahan dalam posisi unggul.
Jika kita ingin lebih menukik lagi, maka banyak sekali contoh-contoh seni administrasi bisnis “tradisional” yang diciptakan para pengusaha kelas jalanan ini yang gotong royong justeru memperlihatkan konsep-konsep yang lebih humanis. Mereka tidak semata-mata berbisnis mencari profit layaknya industri dan manufaktur, tetapi mengerahkan energi kepedulian mereka terhadap sesamanya. Dan ini terjadi alasannya ialah persentuhan mereka secara eksklusif dengan masyarakat dalam lingkungan bisnis mereka yang lebih terbuka.
Beberapa bisnis makanan dan kafe di banyak sekali negara, telah mempraktekkan bisnis yang dibalut dengan sense of humanity dan tidak mempunyai terminologi yang ilmiah serta terkesan kampungan. Mungkin kita pernah mendengar istilah Kopi Tunda. Ini bukanlah jenis atau spesies kopi baru, tetpi hanya istilah yang dipakai untuk menyampaikan nama pada konsep bisnis mereka, dimana setiap pelanggan yang menikmati kopi di kafe ini disediakan palayanan untuk ikut berpartisipasi menyampaikan dukungan kepada pelanggan lain yang tidak bisa membayar untuk segelas kopi. caranya, setiap pelanggan yang membayar dan mempunyai uang kembalian, diberikan opsi apakah uang kembalian tersebut mereka titipkan di kafe atau mereka terima kembali.
Jika uang kembalian tersebut diterima oleh pelanggan, maka itu ialah hak mereka. tetapi jikalau pelanggan bersedia menititpkan uang kembaliannya tersebut di kafe, maka akan dituliskan di sebuah kertas dan ditempelkan di dinding sebagai “uang kopi tunda”. dan semakin hari, kertas-kertas ini akan semakin banyak melekat di dinding sebgai bukti bahwa di kafe ini ada uang pelanggan yang mereka titipkan dan uang tersebut akan dipakai untuk “mentraktir pelanggan-pelanggan” yang tidak bisa membeli segelas kopi.
Artinya, jikalau ada orang yang ingin sekali menikmati kopi, tetapi secara ekonomi orang tersebut tidak mempunyai uang alasannya ialah kondisi ekonominya, maka datanglah ke Kafe kopi tunda ini, pesan segelas kopi, sehabis itu silahkan pergi meninggalkan kafe tanpa dipungut biaya sama sekali, alias free of charge, gratis. Setiap tiba pelanggan menyerupai ini, maka pemilik kafe akan mencabut salah satu kertas yang melekat di dinding sesuai dengan jumlah pelanggan kopi tunda yang datang. Begitu terus berlangsung setiap waktu. Dalam hal ini, pemilik kafe harus mempunyai informasi mengenai pelanggan kopi tunda, apakah beliau benar-benar layak dan berhak atau tidak.
Pertanyaannya, adakah kerugian yang ditanggung pihak kafe dengan mengusung konsep ini? tentu tidak sama sekali. Justeru sebaliknya. Karena prinsipnya tidak ada minum gratis, semua yang dinikmati pelanggan dibayar, bahkan dibayar dimuka oleh pelanggan yang sebelumnya menitipkan uang mereka untuk disumbangkan kepada pelanggan yang tidak mempunyai uang untuk menyeduh segelas kopi.
Ini ialah seni administrasi bisnis yang unik dan patut diterapkan. Bukan hanya di kafe-kafe, bahkan bisa diaplikasikan pada warung makan dan restoran-restoran segala jenis. Dan, konsep ini gotong royong tidak abnormal kita jumpai di banyak sekali supermarket yang memperlihatkan pelanggannya untuk menitipkan kembalian uang belanjanya untuk disumbangkan kepada yayasan yang dijadikan kawan oleh supermarket dalam menyebarkan misi sosial mereka. Bedanya, hanya masalah teknis penyaluran.
Apakah seni administrasi ini sanggup diterapkan juga pada jenis bisnis lain? Tentu saja bisa, dan membutuhkan sedikit kreatifitas untuk memodifikasi konsep ini biar kompatibel dengan bisnis yang kita miliki.
GVG-684 Hamasaki Nao, Kimura Narumi, Honjou Nana https://oload.download/f/1rgG0jkiUxA
Ingat satu hal. Bisnis harus mempunyai perbedaan (diferensiasi) dengan pesaing biar perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif.
Setidaknya begitu seni administrasi yang ditawarkan Porter, Strategi Generik: keunggulan biaya menyeluruh, diferensiasi dan fokus.
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "Strategi Bisnis Tradisional"
Posting Komentar