Kamu niscaya sering mendengar kalimat "Inspirasi bisa didapat dari mana saja". Mungkin dari para pelukis yang mendapat wangsit dari kehidupan pribadinya. Mungkin dari penulis yang bisa saja, mendapat wangsit dari kampus atau sekolahnya dulu. Atau mungkin, mendapat wangsit dari alam sekitar. Salah satunya teknologi yang terinspirasi dari jaringan tumbuhan.
Hal semacam ini disebut biomimikri.
Biomimikri sudah ada semenjak tahun 1989, ketika kereta shinkansen di Jepang mengalami kendala. Ketika kereta tersebut keluar dari terowongan, timbul bunyi yang sangat besar. Tentu, ini merugikan jikalau posisi rel berada akrab dengan daerah permukiman.
Mereka pun memodifikasi desain pantograf--bagian atas KRL yang berafiliasi pribadi dengan kabel listrik-- mengikuti gerigi pada sayap burung hantu untuk mengecilkan suaranya. Tidak hanya itu, perut penguin Adelle juga menginspirasi permodelan pantograf ini dalam pembentukan ketahanan angin.
Inspirasi pantograf kereta api listrik dari gerigi di sayap burung hantu dan penguin (sumber: vox.com)
Satu hal yang paling terlihat terang mungkin ialah desain luarnya yang terinspirasi dari paruh burung kingfisher. Setelah dilakukan modifikasi dan ujicoba pada 1997, kesannya kereta shinkansen bertambah cepat 10%, ekonomis listrik hingga 15%, dan mengurangi tingkat kebisingan hingga 70dB.
Kingfisher dan Shinkansen (sumber: the-blueprints.com dan vox.com)
Mungkin kau berpikir kalau wangsit hewan-hewan terhadap kereta tadi simpel saja terjadi. Soalnya, kan, gampang. Hewannya kelihatan jelas. Eits, ternyata wangsit dari alam ini tidak hanya dari apa yang bisa kita lihat pakai mata telanjang, lho! Justru ada beberapa desain teknologi yang terinspirasi dari hal-hal yang kecil. Contohnya, jaringan tumbuhan. Iya, betul. Jaringan tumbuhan yang harus kita lihat memakai mikroskop itu.
Kamu niscaya tahu, kan, ada apa saja jenis-jenis jaringan tumbuhan itu? Nah, salah satu jaringan epidermis yang termodifikasi itu stomata. Stomata ini, banyak menginspirasi para peneliti dalam temuan teknologinya.
Stomata (Sumber: phys.org)
Pernah melihat lampu yang yang menyala dan mati sendiri sesuai dengan keadaan hari? Lampu ini biasanya dipasang ketika pemiliknya hendak pergi lama. Fungsinya, supaya orang menyangka bahwa si pemilik rumah ada di tempat sehingga lebih kondusif dari "calon maling". Nah, lampu-lampu ini dipasangi sensor cahaya yang disebut sebagai fotoresistor atau light-dependent resistor (LDR). Bukan, ini bukan berarti lampunya naksir sama lampu tetangga di kompleks sebelah. Cara kerja dari sensor ini ialah mengikuti terang/redupnya cahaya di sekitar lampu. Alhasil, ketika siang hari, ketika lampu tersebut terkena cahaya, ia akan mati. Sebaliknya, apabila sensor di dalamnya tidak terkena cahaya (malam hari) secara otomatis akan menciptakan si lampu menyala.
Lampu sensor cahaya. (Sumber: construyasuvideorockola.com)
Menariknya, teknologi ini terinspirasi dari stomata kaktus.
Stomata yang ada di tumbuhan kaktus punya sistem yang serupa. Ketika malam hari, stomata kaktus akan menutup sementara siang hari akan membuka demi mengurangi proses penguapan air. Proses membuka dan menutupnya stomata ini didukung oleh acara sel penjaga stomata. Sel penjaga stomata inilah yang mempunyai reseptor cahaya yang disebut sebagai fotoreseptor. Di siang hari, fotoreseptor ini akan menangkap cahaya dan menjadikan air di dalamnya terpompa keluar oleh tunjangan ion. Akibatnya, sel penjaga akan mengecil dan stomata jadi menutup.
Stomata tumbuhan kaktus. (Sumber: bukupaket.com)
Tidak hanya itu, Squad. Pada tahun 2016 lalu, stomata kaktus ini juga menginspirasi seorang peneliti dari CSIRO dan Universitas Hanyang di Korea untuk menemukan sebuah lapisan yang sanggup membuka ketika berada dalam kondisi panas dan menutup ketika dalam kondisi dingin. Lapisan ini sanggup berpotensi sebagai lapisan sel materi bakar mobil.
Apa hubungannya antara lapisan yang sifatnya mirip dengan stomata kaktus ini dengan materi bakar?
Kalau kau perhatikan, niscaya sadar, deh, kalau materi bakar kendaraan bermotor akan lebih cepat habis ketika berada di cuaca panas. Bermacet-macetan di siang hari lebih cepat menghabiskan bensin dibandingkan dengan malam hari ketika cuaca dingin. Ini sebab materi bakar yang ada di kendaraan lebih banyak menghilang akhir penguapan. Nah, lapisan ini akan melaksanakan “retakan” kecil seukuran nano setiap kali kondisi sedang kering dan panas. Hasilnya. tingkat penguapan bensin bisa dikurangi. Begitu pula ketika kondisi dingin. “retakan” nano tadi akan mengecil dan menutup dan menjaga kondisi biar tetap basah dan tidak kering. Alhasil, kita jadi lebih irit sumber materi bakar, deh.
Kaktus dan materi bakar. (Sumber: gas2.org)
Sampai ketika ini, lapisan ini masih dalam tahap penelitian. Jadi, berdoa aja supaya benar-benar cepat terlaksana dan bisa dipakai dalam kendaraan kita ya, Squad!
Oke, kalau kau pikir itu terlalu rumit dan “kecil” untuk dilihat mata, jangan khawatir. Jaringan tumbuhan bisa menginspirasi hal-hal besar yang terlihat terang dengan mata kepala kita. Salah satunya ialah Habitat2020 yang merupakan penerapan biomimikri dalam arsitektur. Kemungkinan, bangunan Habitat2020 akan dibangun di Tiongkok. Lapisan eksteriornya didesain ibarat kulit tumbuhan sungguhan. Namun, berbeda dengan lapisan dinding pada umumnya, lapisan kulit ini nantinya akan punya karakteristik yang sama mirip permukaan daun yang punya stomata, sehingga bisa membuka dan menutup seolah mirip pada tumbuhan ketika melaksanakan proses transpirasi.
Kerennya lagi, permukaan dinding ini akan membiarkan cahaya, udara, dan air sebagai kepingan dari arsitektur. Udara dan angin dari luar akan diarahkan dan tersaring sehingga menjadi higienis mirip AC alami. Permukaan dinding yang mirip “hidup” ini juga bisa menyerap air hujan, membersihkannya, sehingga kita sanggup pribadi menggunakannya dan tidak terbuang sia-sia.
Projek Habitat2020. (Sumber: inhabitat.com)
Gimana? Keren banget kan? Bahkan, jaringan tumbuhan pun bisa menginspirasi seseorang untuk menciptakan jaket, lho.
Iya, jaket keren gitu.
Jaket omius terinspirasi dari stomata. (Sumber: omiustech.com)
Adapun orang yang berada di balik ini ialah Gustavo Cadena, CEO/CTO dari Omius. Terinspirasi dari “sistem ventilasi” penguapan yang dilakukan stomata pada tumbuhan, ia menciptakan jaket Omius. Sebuah jaket yang punya banyak “mata” yang secara otomatis sanggup membuka dan menutup sesuai dengan suhu tubuh si pengguna. Misalnya, tubuh kau merasa kedinginan, maka secara otomatis “stomata” di jaket ini akan menutup dan menghangatkan kamu. Sebaliknya, kalau ia mendeteksi suhu tubuh kau hangat, si stomata di jaket ini akan membuka dan menciptakan tubuh kau terasa adem.
Gimana, Squad? Ternyata banyak banget ya, teknologi yang terinspirasi dari jaringan tumbuhan. Setelah mengetahui ini, jadi makin tertarik deh dengan alam sekitar. Kalau kau lebih suka teknologi yang mana? Coba tulis di kolom komentar ya!
Tertarik memelajari materi mirip ini hanya dengan menonton video seru beranimasi lengkap dengan rangkuman? Yuk cobain aja pribadi di ruangbelajar!
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "4 Teknologi Yang Terinspirasi Dari Jaringan Tumbuhan"
Posting Komentar