Maraknya kasus kekerasan yang terjadi antara guru dan siswa menciptakan kita bergidik ngeri. Tujuan utamanya ialah melatih kedisplinan siswa, namun mengapa bisa terjadi sampai demikian? Mari kita ulas bersama.
Sekolah ialah forum pendidikan, bukan pengadilan yang bertugas untuk memberi hukuman bagi siswa yang bersalah. Segala hal yang dilakukan pihak sekolah harus sanggup dimaknai sebagai cuilan dari proses pendidikan. Hal ini termasuk ketika harus menawarkan hukuman untuk memberi imbas jera bagi siswa.
Guru yang suka memberi hukuman pada siswanya sanggup berakibat buruk, salah satunya siswa jadi tidak suka. Akan tetapi, bukan berarti guru dihentikan menghukum siswa. Siswa yang melaksanakan kesalahan memang sebaiknya diberikan hukuman supaya jera. Baik bagi siswa yang bersangkutan, maupun siswa lainnya supaya tidak melaksanakan kesalahan serupa. Hukuman harus “membebani” siswa supaya timbul imbas jera, namun juga harus menjadi cuilan dari proses pembelajaran. Hukuman ibarat apa yang boleh dan tidak boleh diberikan pada siswa? Simak ulasan berikut!
Hukuman yang boleh diberikan pada siswa
Sebenarnya, apa tujuan utama dari santunan hukuman? Umumnya, untuk meminimalisir adanya pelanggaran peraturan yang telah ditetapkan. Selain itu, hukuman ini dimaksudkan supaya siswa berbuat lebih baik lagi dari sebelumnya. Oleh alasannya ialah itu, hukuman yang diberikan pada siswa sebaiknya bersifat mendidik. Siswa harus tetap sanggup mencicipi adanya manfaat bagi mereka dari hukuman yang diberikan tersebut.
Nah, akan lebih baik kalau hukuman ini diubah sebutannya menjadi konsekuensi. Mengapa konsekuensi? Pada konsekuensi, siswa diposisikan sebagai subyek. Subyek akan diberikan tanggung jawab seluas mungkin, dengan konsekuensi sebagai batasannya.
Beberapa contoh:
1. Terlambat hadir
Biasanya, siswa diberikan hukuman ibarat disetrap di depan kelas, atau bahkan cubitan atau pukulan. Nah, hukuman ibarat ini mungkin bisa memberi imbas jera, namun tidak mendidik. Justru siswa bisa jadi melawan, takut, kesal dengan guru, bahkan trauma. Anda tentu tidak mau hal ini terjadi pada siswa tercinta, bukan?
Pertama-tama, Anda sebagai guru harus mencari tahu penyebab keterlambatan siswa. Jika terlambat hadir, sebagai konsekuensi, siswa tersebut harus belajar sendiri di perpustakaan sepanjang 2 sesi jam pelajaran. Setelahnya, tanyakan siswa apa saja yang ia pelajari hari itu. Bisa dibentuk dalam bentuk rangkuman atau klarifikasi secara lisan. Selain itu, bisa juga diberikan pelajaran embel-embel sepulang sekolah. Berikan batas terlambat, contohnya maksimal tiga kali. Jika melewati batas, maka harus mengerjakan latihan soal dengan nilai minimal sekian.
2. Jarang hadir
Bagi siswa yang presensinya buruk, sebaiknya diberikan hukuman ibarat apa? Siswa yang kehadirannya kurang dari 80%, maka konsekuensinya ialah harus menciptakan karya tulis ilmiah. Ketimbang meminta siswa untuk menulis satu kalimat ratusan kali, tentu cara ini akan lebih mendidik.
3. Tidak mengerjakan tugas/PR
Biasanya, hukuman yang diterapkan bagi pelanggaran ini ialah dijemur di halaman sekolah. Nah, apa yang didapat siswa dari hukuman tersebut? Tidak akan mendidik, alasannya ialah hanya panas-panasan. Bagaimana kalau siswa tersebut gampang sakit? Anda tentu akan diprotes oleh orang tua, bahkan pihak sekolah. Sebagai ganti, konsekuensinya ialah menciptakan kliping mengenai suatu topik, mengerjakan latihan soal, merangkum buku yang dibaca di perpustakaan, dan sebagainya. Dengan catatan, mereka tetap mengerjakan tugas/PR tersebut.
4. Pakaian tidak rapi
Memberi jeweran pada siswa tentu bukan cara yang baik. Jika pakaian siswa tidak rapi, mintalah siswa untuk merapikannya. Namun kalau kedapatan mengulangi, konsekuensinya siswa harus merapikan pakaian di depan kelas.
5. Membuat keributan di dalam kelas
Biasanya, yang menciptakan keributan akan diminta keluar kelas. Cara ini terkadang malah menciptakan siswa tidak jera. Tidak jarang, mereka malah bahagia berada di luar kelas alasannya ialah bebas dari acara belajar-mengajar. Tentu tidak akan efektif dan edukatif, kan?
Coba minta siswa yang menciptakan keributan untuk duduk di dingklik bapak/ibu guru. Apabila lebih dari satu siswa, maka minta mereka duduk di dingklik paling depan.
6. Rambut siswa gondrong
Jika pelanggaran ini terjadi, jangan pribadi memotong rambut siswa ketika itu juga secara asal-asalan. Sebaiknya, beritahu saja siswa untuk menggunting rambut sepulang sekolah. Kalau belum juga dilaksanakan, berkoordinasilah dengan pihak orang tua/wali.
7. Menyontek
Konsekuensinya bisa berupa pengurangan nilai, kemudian mengerjakan beberapa paket latihan soal.
Apabila pelanggaran dilakukan secara kolektif, bentuk konsekuensinya bisa ibarat bersih-bersih kelas, toilet, atau sekolah. Hukuman ini mengedukasi siswa untuk hidup tertib dan bersih, juga melatih kedisplinan.
Hukuman yang tidak boleh diberikan pada siswa:
Memberi hukuman keras ibarat kekerasan yang menyakiti fisik dan psikis tentu tidak boleh dilakukan. Hukuman keras yang diberikan tidak akan memberi dampak positif, baik bagi guru maupun siswa. Memukul, mencubit, menjewer, bukan hukuman, namun sudah masuk ke dalam tindak kekerasan. Begitu pula dengan caci-maki atau bahkan santunan julukan bernada negatif, tentu akan menyakiti perasaan dan mempermalukan siswa.
Cara-cara keras ibarat demikian biasanya justru menimbulkan naluri 'dendam' dan berpotensi menciptakan siswa menciptakan kesalahan lain yang lebih besar.
Kesalahan apa pun yang dilakukan oleh siswa, hal pertama yang sebaiknya menjadi pilihan untuk dilakukan bukanlah hukuman. Apabila tanpa hukuman saja siswa bisa memperbaiki perilakunya, mengapa harus dihukum?
Sebagai guru, kiprah Anda ialah memberitahu apa yang salah, menasihati, serta membimbing siswa menuju perbaikan. Dengan demikian, siswa akan berguru dari kesalahan yang telah dilakukan. Banyak juga kasus yang terjadi di mana siswa menjadi lebih baik ketika diajak bicara baik-baik dari hati ke hati. Namun, apabila tidak mempan, barulah siswa perlu ditindak dengan tegas, yaitu menawarkan sanksi/hukuman. Kalaupun memang hukuman harus diterapkan, pastikan hukuman tersebut tidak boleh menghilangkan hak siswa untuk belajar.
Apabila serangkaian hukuman di atas sudah diberikan namun tidak ada imbas jera, maka libatkan orang bau tanah siswa. Pemberian hukuman pun harus melalui bimbingan, dampingan, serta konsultasi. Hal ini dilakukan supaya sanggup dicari penyebab atau akar problem mengapa siswa melaksanakan pelanggaran.
Nah, sebagai penutup, sebaiknya dibentuk juga surat pernyataan yang ditandatangani oleh orang tua/wali siswa. Isi surat tersebut ialah janji untuk menaati peraturan dan hukuman yang dikenakan kalau melaksanakan pelanggaran. Surat ini akan menjadi pegangan/acuan bagi guru, sekolah, siswa, maupun orang tua.
Agar berjalan dengan maksimal, Anda harus mendukung dengan mengoptimalkan kiprah sebagai guru. Jadilah guru yang dicintai siswa dengan menjaga hubungan, tidak ada gap, menghargai siswa, dan sebagainya. Jika siswa bahagia pada Anda, pasti mereka akan lebih taat dan disiplin. (TN)
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "Kiat Sukses Melatih Kedisiplinan Siswa Tanpa Memberi Hukuman"
Posting Komentar