PLTA Cirata |
Akhirnya ketika libur tahun gres 2014 saya dan keluarga berniat ke sana. Saya kontak sobat saya tadi yang juga bersedia menemani untuk ke sana. Disamping biar jadi penunjuk jalannya juga sekaligus sekalian beramai-ramai dan meriah ketika makannya.
Pagi-pagi kami berangkat supaya tidak macet. Apalagi di ketika libur tgl 1 Januari 2014 ini biasanya akan banyak orang yang liburan yang akan menjadikan jalur tol Jakarta – Cikampek macet. Tapi kali ini tampaknya saya beruntung. Perjalanan relatif lancar dan kendaraan beroda empat sanggup digeber lebih kencang. Entah kenapa jalanan tidak mengecewakan lancar. Mungkin masih banyak yang tertidur gegara begadang di tahun baru.
Untuk menuju ke waduk Cirata, kalau dari arah Jakarta, keluar tol di gerbang Purwakarta / Ciganea. Setelah keluar tol di pertigaan ambil ke arah kanan jurusan Bandung. Setelah itu ada percabangan lagi yang ke kiri ke arah Bandung dan ke kanan arah Plered. Kita ambil ke arah Plered.
Buat yang belum tahu, daerah Plered ini populer dengan kerajinan keramiknya. Maka di jalanan daerah Plered banyak dijumpai sederetan kios-kios yang menjual kerajinan keramik. Salah satunya yakni gugusan kios yang berada di bersahabat pasar Plered. Kami tidak mampir ke kios-kios ini. Sambil berjalan kami perhatikan aneka macam kerajinan keramik dari yang berukuran kecil hingga besar. Ada vas bunga, tempayan, atau sekedar keramik hiasan. Ada juga beberapa kerajinan keramik yang zaman dulu sering dipakai untuk perabot rumah tangga menyerupai tempayan, gentong dan tungku. Istri ku sempat agak heboh ketika melihat celengan dengan motif Hello Kitty dari yang ukuran besar hingga yang mini-mini. Dia katanya gemes ingin membelinya untuk buah tangan anak temennya yang tergila-gila dengan Hello Kitty.
Menurut isu dari sini sentra kerajinan keramik ini ada di Desa Anjun, Citeko dan Pamoyanan, Kecamatan Plered, Purwakarta. Kerajinan keramik Plered ini telah dilakukan secara turun temurun dan diperkirakan dimulai semenjak tahun 1904-an. Awalnya kerajinan keramik yang dibentuk dari tanah liat hanya untuk memenuhi kebutuhan perkakas rumah tangga saja. Tetapi pada perkembangannya menjadi aneka macam macam bentuk keramik baik hiasan atau sovenir yang menjadi sumber pendapatan masyarakat setempat. Suatu ketika kepengen secara khusus ke tempat ini kalau ada kesempatan.
Lanjut lagi perjalanan ke waduk Cirata, kalau nanti sudah ketemu dengan pos penjagaan, menerangkan kita sudah bersahabat dengan tujuan. Tadinya saya menerka di pos ini yakni tempat membeli tiket, tapi ternyata cuma mengecek kendaraan beroda empat yang lewat saja. Kelak saya jadi tahu kenapa harus diperiksa oleh penjagaan, yaitu sebab waduk Cirata yakni obyek vital, sebab ini yakni tempat pembangkit listrik tenaga air. Mungkin sebab hari ini yakni hari libur jadi pengecekan hanya sambil kemudian saja.
Di lingkungan waduk ini jalanan mulus, berkelok dan naik turun. Kiri-kanan banyak pohon yang tinggi dan daunnya yang lebat. Sesekali di kiri jalan sanggup kita jumpai penjual sate maranggi dadakan. Mereka hanya memakai tenda kecil, tempat pembakaran yang kecil dan disediakan tikar untuk memakannya. Sepertinya yummy makan sate maranggi sambil memandang pepohonan di sekitar sini. Tapi sayang, sebab kami berniat makan menyerupai yang dipromosikan sobat saya, karenanya cukup melihat sambil jalan saja.
Jalan yang mulus |
Tepat di bendungan, nanti ada jalan bercabang. Kalau lurus ke arah Cianjur dan yang ke kiri ke arah Bandung. Untuk ke tempat makan yang saya maksud, kita mengarah ke kiri yang ke arah Bandung dan melewati bendungan. Di bendungan ini disamping sanggup melihat ke kiri dan kanan berupa waduk di kejauhan dan di sisi seberangnya yakni lembah. Karena pemandangan dan udara yang segar, di bendungan ini jadi tempat favorit untuk melihat lihat dan berfoto. Tidak jarang orang pada melambatkan kendaraannya sehingga menimbulkan macet dari kedua sisi jembatan.
Jangan hingga salah jalan |
Karena ini obyek vital maka banyak petugas keamanan yang berjaga di sini. Mereka mengingatkan para pengunjung supaya tidak berhenti kendaraannya di sini. Kalau masih ada yang membandel masih ada petugas yang memberi peringatan supaya tidak parkir melalui pengeras bunyi yang dipasang di sisi sisi jembatan. Tapi ya begitu lah, banyak pengunjung yang tidak disiplin dan susah diatur.
Di atas bendungan |
Melihat waduk dari bendungan |
Masih harus terus mengikuti jalan ini untuk hingga ke tempat masakan yang saya maksudkan. Walau sebelum hingga sini, di sebelah kiri jalan ada tempat kuliner, banyak juga warung-warungnya tapi hanya pemandangan pohon saja dan tempat parkir. Warungnya banyak tapi tidak begitu banyak yang tiba ke sini.
Kalau kita lanjutkan lagi, di sebelah kanan ada semacam portal yang dijaga oleh warga setempat yang berpakaian Hansip, kita sudah hingga tempat makan yang dimaksud. O ya nama lokasinya yakni tempat masakan Buangan. Kawasan ini sempurna berada di pinggir waduk dengan gugusan warung-warung lesehan. Sementara di pinggir waduknya ada tempat persewaan naik bahtera mengelilingi waduk.
Setelah membayar parkir menyusuri jalan ke warung-warung dengan jalan rusak, berbatu dan menurun. Harus berhati-hati sebab jalanan tidak mengecewakan sempit dan susah untuk berpapasan sesama mobil.
Jalan berbatu. Perhatikan pickup putih, penumpang gres pada turun |
Duduk nyaman di mobl kolam terbuka |
Saat saya hingga lokasi terlihat gugusan warung dipenuhi oleh pengunjung. Parkir kendaraan beroda empat pun susah. Bahkan saya hingga harus memutar lagi dengan memasuki lagi gerbang yang tadi dijaga Hansip, sebab menyusuri hingga ke ujung jalan masih belum sanggup parkir dan jalannya ternyata tembus ke jalan besar menuju tempat masuk. Kami mendapat parkir walau masih agak jauh dengan warung yang dituju, jadi harus berjalan kaki bersaing dengan kendaraan beroda empat dan sepeda motor yang juga masih berdatangan.
Melihat hampir semua warung penuh tentu saja akan merepotkan kita menentukan tempat makannya. Untung nya sobat yang menunjukkan tempat ke sini sudah sering mengunjungi salah saru warungnya. Kebetulan tempatnya di sekitar pojokan yang mendekati tempat penyewaan perahu. Tempat yang paling ramai di lokasi ini. Untuk mendapat tempat duduk di warung nya pun ternyata sulit juga. Harus menunggu bergantian dengan pengunjung lain yang masih menikmati hidangan makannya.
Dan menyerupai digambarkan sebelumnya, si Ibu penjaga warungnya pribadi mencatat pesanan makan kami, yaitu berapa kilogram lauknya dan berapa liter beras untuk nasinya. Untuk kami berempat kami memesan 1 kg ayam, 1 kg ikan nila dan 1 liter untuk nasi liwetnya. Untuk ayam dan ikan nya kami minta dibakar saja. Sambil menunggu kami memesan kelapa muda untuk melepaskan rasa haus.
Seperti kenduri |
Memandang ke waduk |
Sekitar 40 menit kemudian pesanan datang. Lumayan usang sebab memang kondisi pelanggan yang ramai. Bukan hanya di warung yang saya datangi, di sebelahnya pun kondisi sama. Untung saja tampaknya yang mengolah kuliner sudah terbiasa jadi tidak terlalu keteter. Hanya memang harus sabar menunggu. Nasi liwet disajikan dengan pancinya, ikan dan ayam bakar ditempatkan di nampan, dilengkapi dengan sambal dadak dan lalap. Untuk menyantapnya disediakan piring dan nampan. Saya mencoba makan dengan memakai nampan supaya sama dengan hampir semua pengunjung disini, yang makan beramai-ramai dengan nampan. Makannya jadi terasa seru.
Nasi liwetnya enak, terasa gurih dan sedikit asin, tapi ikan dan ayam bakarnya rasanya standar saja. Sambal dadak nya juga kurang pedas, apa ini sebab cabai mahal ya. Walaupun begitu tapi kami makannya lahap. Bukanya hanya kami, pengunjung lain juga tampak makan dengan lahap. Apa ini sebab lapar? Karena usang menunggu? Atau sebab kebersamaannya? Entah lah
Ini ia sudah tiba makanannya |
Makan di nampan, pakai tangan |
Lauk masih banyak, tapi perut sudah tidak muat |
Soal harga memang sanggup dibilang murah. Apalagi di sini yakni tempat wisata, yg mana biasanya kuliner selalu mahal. Untuk makan kami berempat saja tidak hingga Rp 200 ribu sudah termasuk kuliner dan minuman.
Setelah makan pun kami tidak sanggup berlama usang duduk sebab sudah ada pengunjung lain yang antri. Maka kami melanjutkan ke pinggir waduk untuk naik perahu. Di tengah danau kita sanggup saksikan ramainya gugusan warung dan kendaraan beroda empat yang parkir di depannya. Kita juga sanggup melihat para petambak yang sedang memanen ikan nila dari tambak terapung. Dikenakan biaya Rp 10 ribu / orang untuk naik bahtera berkeliling sekitar danau.
Habis makan mari naik perahu |
Ke tengah waduk hawanya segar |
Saat pulang pun pengunjung masih berdatangan hingga kita susah untuk keluar tempat warung ini. Saya masih terkesan dengan cara pesan dihitung dari materi bakunya, pengunjung yang umumnya lahap makannya, serta berjubelnya kendaraan pribadi dari aneka macam kalangan. Bukannya kendaraan pribadi terbaru saja dengan plat B dan D, tapi banyak juga kendaraan kolam terbuka yang berkunjung untuk makan di sini. Benar-benar makan yang meriah.
Deretan warung dilihat dari waduk |
Sebagian petambak mengambil ikan |
Landscape dari tengah waduk |
Fakta seputar bendungan waduk cirata:
Waduk Cirata terletak di tigak kabupaten, yaitu Cianjur, Bandung Barat dan Purwakarta. Waduk ini yakni waduk buatan dengan membendung kali Citarum yang dimanfaat untuk PLTA. Mulai beroperasi tahun 1988 PLTA Cirata yang ketika ini dikelola oleh PT Pembangkit Jawa Bali berkapasitas terpasang 1008 megawatt. Dan ternyata PLTA Cirata yakni PLTA terbesar di Asia Tenggara. Tentu saja dengan fakta ini waduk dan PLTA Cirata yakni aset bangsa yang perlu dibanggakan. Sumber http://akamali.blogspot.com
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "Makan Meriah Di Waduk Cirata"
Posting Komentar