Squad, tahu nggak kalau setelah merdeka pada tahun 1945, sebagai negara gres Indonesia pernah beberapa kali berganti sistem pemerintahan. Setelah “mencoba” demokrasi liberal, Indonesia mengubah haluan sistem pemerintahannya ke sistem demokrasi terpimpin. Hal ini dimaksudkan supaya seluruh keputusan serta pemikiran yang berkaitan dengan negara berpusat pada pemimpin negara ketika itu, yaitu Soekarno. Masa Demokrasi Terpimpin dimulai semenjak lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Pada 9 Juli 1959, Kabinet Djuanda dibubarkan dan diganti menjadi Kabinet Kerja yang dilantik pada 10 Juli 1959. Kabinet ini mempunyai aktivitas kerja yang disebut Tri Program yang meliputi:
(1) masalah-masalah sandang dan pangan,
(2) keamanan dalam negeri, dan
(3) pengembalian Irian Barat.
Kebijakan-kebijakan politik yang terdapat dalam infografis di atas tentunya tidak lepas dari banyak sekali kecaman sebab adanya penyimpangan. Seperti penetapan Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup. Hmm, kok bisa? Waktu itu masih bisa, sebab waktu itu Undang-Undang Dasar 1945 belum diamandemen, dan di Pasal 7 ketika itu hanya disebutkan bahwa presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya boleh dipilih kembali. Wah, jika kini tentu nggak bisa yaa.
Selain itu, keberadaan MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) dan DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara) juga menuai kontroversi. Kenapa? Tidak lain sebab pembentukannya dibuat eksklusif oleh presiden, bahkan diketuai olehnya. Padahal seharusnya, tubuh ibarat MPRS dipilih melalui Pemilu (Pemilihan Langsung).
Kehidupan Indonesia di masa Demokrasi Terpimpin ini memicu terjadinya banyak sekali bencana penting. Peristiwa apa saja, bisa kau cek di infografis di bawah ini ya, Squad!
Baca juga: 5 Bentuk Penyimpangan Demokrasi Terpimpin terhadap Politik Luar Negeri
Kondisi ekonomi pada masa awal Demokrasi Terpimpin sangat terpuruk akhir pemberontakan-pemberontakan yang terjadi. Untuk mengatasi keadaan ekonomi pada masa ini, sistem ekonomi berjalan dengan sistem komando, di mana alat-alat produksi dan distribusi yang vital harus dimiliki dan dikuasai negara atau minimal di bawah pengawasan negara.
1. Pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas) dan Badan Perancangan Pembangunan Nasional (Bappenas)
Upaya perbaikan perekonomian Indonesia dilakukan dengan pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas) pada 15 Agustus 1959 yang dipimpin Moh. Yamin. Dapernas kemudian menyusun aktivitas kerjanya berupa pola pembangunan nasional yang disebut sebagai Pola Pembangunan Semesta Berencana dengan mempertimbangkan faktor pembiayaan dan waktu pelaksanaan pembangunan. Pola Pembangunan Semesta dan Berencana terdiri atas Blueprint tripola yaitu proyek pembangunan, pola klarifikasi pembangunan dan pola pembiayaan pembangunan.
Pada tahun 1963, juga dibuat Badan Perancangan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin Presiden Soekarno sebagai pengganti Depernas. Tugas Bappenas yaitu menyusun planning pembangunan jangka panjang maupun pendek.
2. Penurunan nilai uang
Untuk membendung inflasi dan mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, pada tanggal 25 Agustus 1950 pemerintah mengumumkan penurunan nilai uang. Gimana sih penurunan nilai uang tersebut? Sebagai contoh, untuk uang kertas bagian Rp500 nilainya akan menjelma Rp50 begitu seterusnya. Selain itu, semua simpanan di bank yang melebihi Rp25.000 akan dibekukan.
3. Melaksanakan Deklarasi Ekonomi (Dekon)
Pada tanggal 28 Maret 1963 dikeluarkan landasan gres bagi perbaikan ekonomi secara menyeluruh yaitu Deklarasi Ekonomi (Dekon). Tujuan dibentuknya Dekon yaitu untuk membuat ekonomi yang bersifat nasional, demokratis, dan bebas dari imperialisme. Meski begitu, dalam pelaksanaannya Dekon tidak bisa mengatasi kesulitan ekonomi dan problem inflasi, Dekon justru menjadikan perekonomian Indonesia stagnan. Masalah perekonomian diatur atau dipegang oleh pemerintah sedangkan prinsip-prinsip dasar ekonomi banyak diabaikan.
4. Pembangunan Proyek Mercusuar
Keadaan perekonomian semakin jelek sebab pembengkakan biaya proyek mercusuar. Proyek Mercusuar Soekarno yaitu proyek pembangunan ibukota supaya menerima perhatian dari luar negeri. Untuk memfasilitasi Ganefo (Games of the New Emerging Forces) sebagai tandingan dari Olimpiade, pemerintah membangun proyek besar ibarat gedung CONEFO yang kini dikenal sebagai DPR, MPR, DPD DKI Jakarta, Gelora Bung Karno, Hotel Indonesia, Jembatan Semanggi, pembangunan Monumen Nasional (Monas), dan sentra pertokoan Sarinah.
Pembangunan Kompleks Olahraga di Senayan, termasuk Gelora Bung Karno merupakan proyek yang ambisius pada ketika itu. (Sumber: sejarahri.com).
1. Larangan pedagang gila di luar ibukota daerah
Dalam bidang sosial, pada masa Demokrasi Terpimpin pernah terjadi konflik antar pedagang asing, terutama Cina. Pada 1 Januari 1960, para pedagang gila dihentikan berdagang di pedesaan. Akibatnya, banyak di antara mereka yang dipindahkan ke kota. Atas kebijakan tersebut pemerintah di Beijing memperlihatkan reaksi keras terhadap perjuangan tentara Indonesia melarang warga negara gila (etnis Cina) bergerak dalam bidang perjuangan eceran diluar kota-kota besar.
2. Kerusuhan di Jakarta
Pada masa Konfrontasi Indonesia-Malaysia, keadaan sosial Indonesia mulai kacau. Kedutaan besar Inggris dan 21 rumah stafnya dibakar habis di Jakarta. Sebagai balasan, kedutaan besar Indonesia di Malaysia juga mengalami kerusakan. Hal ini berujung pada pemutusan kekerabatan diplomatik dengan Malaysia dan Singapura.
Soekarno ketika masa Demokrasi Terpimpin (Sumber: qudsfata.com).
3. Konflik Lekra dengan Manikebu
Dalam bidang kebudayaan, juga terdapat konflik Lekra dan Manikebu. Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) kelompok pendukung anutan Nasakom sementara Manikebu (Manifesto Kebudayaan) yaitu sekelompok cendekiawan yang anti dengan anutan tersebut. Kelompok Manikebu mendukung Pancasila, namun tidak mendukung anutan Nasakom. Manikebu tidak ingin kebudayaan nasional didominasi ideologi tertentu. Manikebu kemudian dihentikan oleh pemerintah RI sebab dianggap memperlihatkan perilaku ragu-ragu terhadap revolusi. Tokoh-tokoh dalam Manikebu antara lain H.B. Jassin dan Taufiq Ismail.
4. Pelarangan musik dan tarian ala Barat
Squad, kini kau tentu bisa dengar banyak sekali musik dan menarikan banyak sekali tarian dengan bebas, ‘kan? Berbeda dengan masa Demokrasi Terpimpin, segala aspek kehidupan masyarakat berada di bawah dominasi politik. Bahkan, kelompok seniman Koes Bersaudara (Koes Plus) juga pernah ditahan oleh pihak Kejaksaan sebab dianggap memainkan musik yang kebarat-baratan. Melalui pidato-pidatonya, Presiden Soekarno mengecam kebudayaan Barat berupa musik “rock and roll”, dansa ala “cha-cha”, musik pop.
Hidup di masa kini tentunya berbeda dengan kehidupan Indonesia di masa demokrasi terpimpin, ya. Jika di masa kini kita bisa hidup bebas, di masa itu pemerintah hampir “memasuki” semua aspek kehidupan. Kita harus bersyukur nih, Squad. Oh iya, jika kau mau diskusi wacana topik ini lewat RuangLes yang pastinya didampingi sama guru-guru yang handal.
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "Sejarah Kelas 12 | Kehidupan Indonesia Di Abad Demokrasi Terpimpin"
Posting Komentar