Salah satu prestasi yang berhasil diraih oleh Iqbaal Ramadhan di dunia pendidikan ialah beasiswa untuk sanggup bersekolah di Amerika Serikat, tepatnya di Armand Hammer United World College of the American West. Hebatnya lagi, selain berhasil menimba ilmu di luar negeri dengan beasiswa, Iqbaal juga merupakan satu-satunya perwakilan dari Indonesia di angkatannya, lho.
Pengalamannya bersekolah di luar negeri ini, membuatnya sadar kalau ternyata terdapat beberapa perbedaan antara pendidikan di Indonesia dan di luar negeri, khususnya Amerika. Iqbaal melihat perbedaan yang paling signifikan ialah pendidikan di Indonesia masih berfokus pada paper and score oriented, sementara pendidikan di luar negeri sudah lebih memerhatikan pengembangan minat dan talenta anak dibandingkan nilai mereka di sekolah.
Iqbaal Ramadhan (Sumber: youtube.com/ruangguru)
“Di Indonesia itu, ketika anak mendapat nilai buruk niscaya akan dianggap bodoh. Padahal ‘kan nggak, setiap anak itu niscaya pandai di bidangnya masing-masing. Bedanya dengan sekolah di luar itu gue merasa mereka lebih holistic. Jadi, ketika anak mendapat nilai buruk di satu mata pelajaran, mereka tidak di-push untuk jadi yang terbaik di pelajaran itu, tetapi akan lebih difokuskan ke pengembangan minat dan bakatnya yang akan mempunyai kegunaan di dunia kerja nantinya”, terang Brand Ambassador Ruangguru ini.
Kurangnya kualitas pendidikan di Indonesia ini bukan menjadi tanggung jawab satu pihak saja, yaitu guru atau tubuh pendidikan, melainkan aneka macam pihak, mulai dari orang tua, pemerintah, dan bahkan seluruh masyarakat. Hal inilah yang mendorong Iqbaal untuk ikut turut serta dan do something demi pendidikan Indonesia.
Untuk memperbaiki sistem, kualitas dan segala hal terkait dengan pendidikan di Indonesia, tidak ada salahnya untuk membandingkan dan mengambil hal positif yang telah diterapkan di luar negeri. Apa saja ya yang sanggup kita lakukan demi memajukan pendidikan Indonesia, Squad? Yuk, kita lihat beberapa hal yang sanggup ditiru dari pendidikan luar negeri berikut.
1. Seminar dan kajian untuk kegiatan orientasi
Kegiatan orientasi siswa gres (Sumber: southernct.edu)
Di Indonesia, MOS atau Ospek selalu diisi dengan aktivitas-aktivitas yang didominasi untuk mempermalukan para siswa baru, ibarat mengenakan topi atau tas plastik, hingga memakai name tag dengan bentuk-bentuk yang aneh. Banyak panitia akan menyampaikan bahwa tujuannya ialah biar murid gres akan kuat mental dan fisik sebelum benar-benar masuk ke suatu sekolah.
Hal ini berbeda dengan Amerika Serikat yang justru melaksanakan kegiatan orientasi dengan cara yang lebih positif. Para siswa akan diajak berkeliling dan mengikuti beberapa seminar serta kajian biar mereka lebih mengenal sekolah dan kampusnya.
2. Mementingkan proses dibandingkan hasil akhir
Proses lebih penting dibandingkan hasil (Sumber: pearsoned.com)
Semua ujian yang dilakukan oleh siswa di Indonesia hanya akan dinilai dari hasil kesudahannya saja. Bahkan, ada pula standarisasi khusus yang membuat banyak siswa menjadi stres dan depresi alasannya ialah harus mencapai nilai minimal yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Di kebanyakan jenjang pendidikan di luar negeri, ibarat Australia, hasil simpulan bukanlah segalanya. Semua pendidik akan lebih menitikberatkan pada proses dibandingkan hasil akhir. Jika dalam prosesnya berantakan, maka sudah sanggup diketahui kalau hasil kesudahannya juga tidak akan baik.
3. Semua anak setara
Semua siswa setara (Sumber: visix.com)
Kebanyakan negara di luar negeri tidak mengenal adanya sistem pembagian kelas yang berisikan bawah umur pandai saja, atau yang kerap kita sebut dengan kelas unggulan dan kelas yang berisikan siswa biasa dengan grade standar. Rata-rata semua siswa akan dikumpulkan dalam satu kelas yang hanya dibedakan menurut jumlahnya saja. Pembagian kelas unggulan dan non-unggulan ibarat di Indonesia akan membuat tembok pembatas antara siswa pandai dan biasa.
Berbeda dengan negara luar ibarat Finlandia dengan sokongan pemerintah yang sangat kuat untuk pendidikan, mereka sanggup mewujudkan slogan “pendidikan untuk semua”. Segregasi sosial berhasil dihindarkan berkat tidak adanya pengistimewaan terhadap anak di negara tersebut. Semua anak sama, tidak ada standar yang membedakan antara sekolah unggul dan buruk, anak pandai dan tidak pintar, kaya dan miskin. Semuanya berada di dalam satu kelas yang sama.
4. Tidak banyak menghabiskan waktu di sekolah
Tidak banyak menghabiskan waktu di sekolah (Sumber: ekoper.si)
Di luar negeri, jam berguru untuk hal-hal yang berbau teori sangat terbatas dan selebihnya akan diisi dengan praktik atau professional development. Hal ini berbeda dengan pendidikan Indonesia yang masih menganut sistem spoon feeding, sehingga guru akan menjadi sumber satu-satunya. Selain itu, kegiatan ekstrakurikuler hingga bimbingan berguru juga menambah panjang jam berguru siswa di sekolah. Berbeda dengan di Finlandia yang hanya mengajar selama 4 jam per hari. Kemudian, selama 2 jam mereka akan menyebarkan kurikulum dan evaluasi untuk kemajuan berguru siswa.
Sistem pendidikan yang baik sangat kuat pada kemajuan suatu negara. Nah inilah yang menjadi perhatian dari kelima Squad Ruangguru yaitu Iqbaal Ramadhan, Jess No Limit, Misellia, Jefri Nichol dan Gita Savitri. Ingin tahu pendapat dan pemikiran mereka mengenai pendidikan di Indonesia? Yuk, eksklusif tiba ke program Ruangguru Fest di Atrium Grand Metropolitas Bekasi hari Sabtu, 30 Juni 2018. Kamu sanggup mendengar eksklusif semangat #BelajarItuKeren dari kelima Squad dan co-founders Ruangguru. Acaranya GRATIS, lho Squad. Sampai bertemu di Bekasi ya!
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "4 Hal Yang Sanggup Ditiru Dari Pendidikan Luar"
Posting Komentar