Tiga Elemen Pemanfaatan Teknologi Untuk Pemantauan Cuaca

Technologue.id, Jakarta – Di tengah potensi musibah yang begitu besar, prakiraan cuaca dan iklim yang lebih baik mengemban tugas penting.


Pemerintah untuk merencanakan, mengantisipasi dan memitigasi dampak dari tragedi ini, dan yang lebih penting menjaga keamanan masyarakat.


Berdasarkan Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI) dari BNPB, dalam lima tahun terakhir dari tahun 2014, tercatat 3.306 insiden musibah banjir dan 73 insiden musibah gelombang pasang atau erosi di seluruh Indonesia.


Banyak dari musibah ini yang terjadi di tengah-tengah isu terkini air pasang, November hingga Maret. Meskipun air pasang ini merupakan fenomena yang dialami tiap tahun di Indonesia dan banyak sekali negara Asia Tenggara lainnya, cuaca ekstrim yang dihasilkan oleh perubahan iklim mengakibatkan isu terkini air pasang untuk menjadikan dampak yang lebih besar terhadap ekonomi dan kehidupan insan dalam dekade terakhir.


NetApp telah mengidentifikasi tiga cara untuk meningkatan akurasi prakiraan cuaca dan iklim dengan memanfaatkan teknologi data:


1. Memanfaatkan Machine Learning untuk Model Cuaca Konvensional

Machine learning sudah mulai menjadi potongan dari keseluruhan proses prakiraan cuaca dan iklim, meningkatkan akurasi dengan lebih baik lagi dan mengurangi ketergantungan terhadap model-model atmosfer tradisional yang mempunyai lebih banyak variabel dan ketidakkonsistenanan.


US National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) sebagai contohnya, telah memanfaatkan machine learning dan AI, bersama dengan pemahaman fisik akan lingkungan. Hal ini memperluas akurasi prakiraan untuk banyak sekali tipe cuaca yang berdampak tinggi, termasuk topan dan angin puting beliung.


Di Asia Tenggara, peningkatan model prakiraan juga memungkinkan para peneliti untuk lebih dini memperkirakan awal isu terkini air pasang hingga dengan 15 hari sebelumnya dalam beberapa dekade terakhir. Bahkan, hal ini juga menunjukkan pemahaman lebih jauh atas kapan insiden cuaca ekstrim kemungkinan akan terjadi selama isu terkini air pasang.


Seperti misalnya, negara-negara yang dekat dengan khatulistiwa menyerupai Indonesia, Malaysia dan Singapura, mengalami hujan dan kemarau dalam siklus sepuluh tahun-an, dimana negara-negara yang lebih jauh di Utara, menyerupai Filipina dan Thailand, mempunyai siklus tiga puluh tahun-an.


Akurasi dan konsistensi yang lebih baik yang dihadirkan oleh machine learning akan memungkinkan banyak sekali departemen dalam pemerintahan di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara untuk bekerja sama demi persiapan dan pemulihan tragedi yang lebih kolaboratif selagi mengoptimalkan investasi dalam infrastruktur dan teknologi penanggulangan bencana.


2. Mengoptimalkan Penggunaan Data Set yang Besar untuk Insight Real-Time yang Lebih Cepat

Cakupan data terkait cuaca yang tersedia sangatlah besar. Saat ini terdapat ribuan satelit cuaca di luar angkasa yang menyediakan serangkaian data terkait pola awan, angin, temperatur, dan gosip lainnya. Satelit-satelit ini hanyalah potongan kecil dari elemen yang menghasilkan data cuaca. Masih ada ratusan ribu stasiun cuaca dari pemerintah dan sektor publik di seluruh dunia yang secara terus-menerus mengumpulkan data cuaca secara real-time.


Peningkatan jumlah data cuaca ini mendorong pentingnya infrastruktur yang sanggup mendapatkan amanah untuk mengirim, mengelola, dan menyimpan data-data cuaca ini, dan memerlukan kekuatan komputasi yang lebih besar lagi untuk sanggup melaksanakan simulasi dengan memanfaatkan data-data ini. Jika dilakukan dengan baik, data-data ini sanggup dioptimalkan untuk menyediakan update secara real-time atau untuk meningkatkan sistem peringatan dini, yang akan membantu menghemat dana besar bagi negara.


Badan Meteorologi India sebagai contohnya, telah meningkatkan prakiraan akan tibanya isu terkini air pasang yang awalnya lima belas hari sebelumnya menjadi tiga bulan sebelumnya di tahun ini. Hal ini dicapai dengan mengadopsi model prakiraan yang lebih canggih dengan data analitik real-time pada intinya.


Dengan prakiraan yang lebih dini, hal ini menunjukkan cukup waktu bagi para petani di India untuk sanggup menebar benih dan merencanakan sumber irigasi alternatif, dan kepada para otoritas sipil untuk secara efektif merencanakan distribusi air untuk penggunaan domestik dan industri dalam isu terkini yang tidak bersahabat.


Mengambil pelajaran dari ini, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan tubuh terkait lainnya harus mulai mengadopsi teknologi dan solusi yang sanggup memungkinkan mereka untuk memproses data-data cuaca dengan lebih cepat, sebelum isu terkini air pasang atau cuaca jelek mulai menghantam.


Lebih lanjut lagi, big data analytic mulai memainkan peranan penting dalam agenda nasional di Indonesia, Malaysia dan Thailand, dan mulai berkontribusi dalam banyak sekali proyek pemerintah dan industri. Oleh alasannya itu, bukan hal yang absurd untuk mengaplikasikan prinsip dan pembelajaran yang sama dalam prakiraan cuaca.


3. Menyelesaikan Tantangan Geografis Penting

Lebih dari sekedar memitigasi dampak eksklusif dari isu terkini air pasang, teknologi pengelolaan data juga sanggup dimanfaatkan untuk menuntaskan tantangan geografis penting lainnya.


Pencitraan satelit dan radar, pengamatan muka bumi, dengan banyak sekali pengukuran tekanan, kecepatan angin, temperatur, dan tingkat kelembaban, kesemuanya ini menunjukkan gambaran gangguan cuaca jangka panjang yang sanggup dipakai untuk menginformasikan pengembangan kebijakan dan infrastruktur.


Sebagai contohnya, salah satu dampak utama dari tsunami 2004 yakni erosi daratan pesisir di negara-negara Asia Tenggara. Untuk mencegah kerugian yang lebih besar di masa depan, para ilmuwan dan teknisi sanggup memanfaatkan data iklim angin dan ombak untuk menjaga ekosistem dan mencegah pantai-pantai dari erosi. Mereka sanggup melaksanakan ini dengan membangun model statistik yang memperkiraan acara ombak atau dampak hidrodinamis.


Sebagai hasilnya, mereka sanggup mengidentifikasi lokasi dimana harus menempatkan pemecah ombak dan tembok laut, untuk mengeruk pasir, lumpur dan bebatuan dan memindahkannya ke lokasi lain. Terlebih lagi, mereka sanggup menciptakan bukit pasir buatan untuk menjaga erosi garis pantai, melindungi pantai-pantai Indonesia yang indah.


Pemerintah dan perusahaan di Asia Tenggara berinvestasi miliaran dolar untuk prakiraan cuaca setiap tahunnya. Saat ini nyaris tidak ada sektor ekonomi yang tidak terkena dampak dari cuaca, baik eksklusif maupun tidak langsung.


Sumber potensial dari data terkait cuaca akan terus bertumbuh secara dramatis dan kemajuan-kemajuan gres dalam analitik, AI dan machine learning tengah memungkinkan banyak sekali tubuh pemerintahan dan perusahaan untuk sanggup memanfaatkan data-data terkait cuaca ini dengan lebih baik.


Mari berteman dengan saya

Follow my Instagram _yudha58

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Tiga Elemen Pemanfaatan Teknologi Untuk Pemantauan Cuaca"

Posting Komentar