Sebagaimana telah disebutkan dalam lontar Sundarigama, Pagerwesi yang jatuh pada Budha Kliwon Shinta merupakan hari Payogan Sang Hyang Pramesti Guru diiringi oleh Dewata Nawa Sangga. Hal ini mengundang makna bahwa Hyang Premesti Guru ialah Tuhan dalam manifestasinya sebagai guru sejati. Makna yang lebih dalam terkandung pada kemahakuasaan Sanghyang Widhi sebagai pencipta, pemelihara, dan pemusnah, atau dikenal dengan Uttpti, Stiti, dan Pralina atau dalam huruf suci disebut: Ang, Ung, Mang.
Saraswati yang jatuh pada hari terakhir dari wuku terakhir diperingati dan dirayakan sebagai anugerah Sanghyang Widhi kepada umat insan dalam bentuk ilmu pengetahuan dan teknologi, diartikan sebagai pembekalan yang tak ternilai harganya bagi umat insan untuk kehidupan gres pada masa berikutnya yang dimulai pada wuku Sinta.
Oleh alasannya itu rangkaian hari-hari dari Saraswati ke Pagerwesi, mengandung makna sebagai berikut:
Setelah Saraswati, esoknya hari Minggu, ialah hari Banyupinaruh, di mana pada hari itu umat Hindu di Bali melaksanakan pensucian diri dengan mandi di maritim atau di bak mata air. Pada ketika ini dipanjatkan permohonan semoga ilmu pengetahuan yang sudah dianugerahkan oleh Sanghyang Widhi sanggup dipakai untuk tujuan-tujuan mulia bagi kesejahteraan umat insan di dunia dan terjalinnya keharmonisan Trihita Karana, yaitu korelasi yang serasi antara insan dengan Tuhan, insan dengan sesama manusia, dan insan dengan alam semesta.
Kemudian esoknya, hari Senin disebut hari Somaribek, yang dimaknai sebagai hari di mana Sanghyang Widhi melimpahkan anugerah berupa kesuburan tanah dan hasil panen yang cukup untuk menunjang kehidupan manusia.
Selanjutnya, hari Selasa, disebut Sabuh Mas, yang juga tidak lepas kaitannya dengan Saraswati, di mana umat insan akan mendapatkan pahala dan rezeki berupa pemenuhan kebutuhan hidup lainnya, jikalau bisa memakai ilmu pengetahuan dan teknologi di jalan dharma. Pada hari itu umat Hindu di Bali memuja Sanghyang Widhi dalam manifestasi sebagai Mahadewa.
Hari raya Pagerwesi di hari Rabu, yang sanggup diartikan sebagai suatu pegangan hidup yang berpengaruh bagaikan suatu pagar dari besi yang menjaga semoga ilmu pengetahuan dan teknologi yang sudah dipakai dalam fungsi kesucian, sanggup dipelihara, dan dijaga semoga selalu menjadi anutan bagi kehidupan umat insan selamanya.
Renungan Dalam Pagerwesi
Pada hari raya Pagerwesi ialah hari yang paling baik mendekatkan Atman kepada Brahman sebagai guru sejati . Pengetahuan sejati itulah sebenarnya merupakan “pager besi” untuk melindungi hidup kita di dunia ini. Inti dari perayaan Pagerwesi itu ialah memuja Tuhan sebagai guru yang sejati. Memuja berarti menyerahkan diri, menghormati, memohon, memuji dan memusatkan diri. Ini berarti kita harus menyerahkan kebodohan kita pada Tuhan semoga ia sebagai guru sejati sanggup mengisi kita dengan kesucian dan pengetahuan sejati.
Banten Dalam Pagerwesi
Yadnya (Banten) yang paling utama disebutkan pada hari raya Pagerwesi yaitu :
Untuk Para Pendeta (Purohita) ialah “Sesayut Panca Lingga” sedangkan perlengkapan tetandingan bantennya :
Daksina,
Suci Pras penyeneng, dan
Banten Penek.
Meskipun hakikat hari raya Pagerwesi sebagai pemujaan (yoga samadhi) bagi para Pendeta (Purohita) namun umat kebanyakan pun wajib ikut merayakan sesuai dengan kemampuan.
Dan Bagi umat kebanyakan yadnya (banten) disebutkan adalah;
natab Sesayut Pagehurip,
Prayascita,
Dapetan.
Tentunya dilengkapi Daksina,
Canang, dan
Sodan.
Dalam hal upacara, ada dua hal banten pokok yaitu
Sesayut Panca Lingga untuk upacara para pendeta,
dan Sesayut Pageh Urip bagi umat kebanyakan.
Semoga pemaparan dalam artikel ini perihal Hari Raya Pagerwesi sanggup bermanfaat bagi semeton.Suksma…
(Sumber: Denpasar Info)
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "Makna Dan Renungan Di Hari Raya Pagerwesi"
Posting Komentar