Ular naga, congklak, dan hom-pim-pa. Siapa dari kau yang tidak kenal akan permainan tersebut? Kamu juga niscaya pernah memainkannya bersama teman-temanmu, kan? Namun, tidak banyak yang tahu sejarah mengenai permainan-permainan tersebut. Apalagi, makna yang terkandung di dalamnya. Hal ini menciptakan Zaini Alif tergerak untuk meneliti perihal permainan tradisional. Ia pun menjuluki dirinya sendiri sebagai Sarjana Mainan.
Masa kecil Zaini penuh dengan bermain. Menurutnya, permainan tradisional mempunyai arti yang lebih dari hanya sekedar kegiatan bersama teman-temana belaka. Berawal dari rasa ingin tau tersebut, ia melaksanakan bermacam-macam penelitian perihal permainan tradisional yang ada di Indonesia. Ternyata, permainan-permainan tersebut sanggup berfungsi menjadi salah satu media untuk mendidik. Pasalnya, terdapat nilai-nilai kehidupan yang tersimpan di dalam permainan tradisional. Penasaran bagaimana permainan tradisional bisa mengajarkan hal-hal positif dalam diri seseorang? Simak ceritanya!
Engklek
Siapa yang masih ingat dengan permainan engklek? Pada permainan ini, terdapat 7 buah kotak yang harus dilewati oleh setiap pemainnya. Biasanya permainan ini dilakukan di atas aspal dan kotaknya digambar memakai kapur. Pertama-tama, seorang pemain melempar kerikil ke kotak pertama. Kemudian, ia harus melompat dengan satu kaki dari kotak pertama hingga kotak ke-tujuh kemudian kembali lagi ke kotak pertama. Pemain tersebut juga harus mengambil kerikil yang ia lempar ketika di perjalanan kembali menuju garis start.
Permainan berlanjut dengan melempar kerikil ke kotak nomor 2, 3, dan seterusnya. Jika pemain tidak berhasil melempar kerikil ke kotak yang seharusnya, ia harus bergantian dengan pemain lain. Aturan lainnya yaitu pijakan pemain dihentikan melewati garis. Jika sudah menuntaskan misi untuk melempar kerikil di ketujuh kotak, seorang pemain bisa bebas melemparkan kerikil ke kotak manapun untuk dijadikan sebagai ‘rumah’. Pemain lain dihentikan berpijak pada ‘rumah’ yang sudah dimiliki oleh seseorang ketika sedang menjalankan permainan. Semakin usang permainan ini menjadi semakin sulit sebab pemainnya harus melompat lebih jauh. Peserta yang menjadi pemenang tentunya yang mempunyai rumah paling banyak.
Di beberapa kawasan lain di Indonesia, permainan engklek juga dikenal dengan nama Sundah Mandah. Dalam Kamus Belanda, sundah mandah berarti Sunday Monday. Tujuh kotak yang terdapat pada permainan engklek melambangkan tujuh hari dalam seminggu. Permainan ini mengajarkan seseorang untuk bekerja keras setiap hari. Bekerja keras dilambangkan dengan melompat memakai satu kaki. Setelah bekerja keras, seseorang berhak untuk mendapatkan ‘rumah’. Layaknya dalam kehidupan, akan ada hasil yang diterima kalau seseorang bekerja keras.
Injit-Injit Semut
“Injit-injit semut, siapa sakit naik di atas.” Bait di atas yaitu sepenggal lirik dari lagu permainan injit-injit semut. Pada permainan ini, tangan setiap pemain disusun ke atas. Kemudian, tangan yang berada di atas mencubit tangan yang ada di bawahnya. Saat lagu selesai, tangan yang berada di paling bawah akan naik ke paling atas. Di ketika tersebut, ia kesudahannya lepas dari cubitan dan berkesempatan untuk mencubit tangan lain. Tidak ada pemenang dalam permainan ini dan permainan bisa berlangsung selama apapun.
Dari permainan sederhana ini, terdapat nilai yang sangat penting yaitu perihal emotional quotient. Emotional quotient adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, dan mengelola emosi dirinya sendiri dan lingkungan di sekitarnya. Saat bermain injit-injit semut, biasanya seseorang akan merasa bahagia ketika berada di posisi paling bawah sebab tidak usang lagi ia akan pindah ke posisi paling atas. Saat berada di atas, ia akan mengerahkan tenaganya untuk mencubit pemain lainnya. Turun ke posisi kedua dari atas, ia akan mencubit dan juga mendapatkan cubitan. Begitu seterusnya hingga ia kembali berada di bawah. Melalui permainan ini seseorang akan berguru bahwa ketika kita menyakiti orang lain, bantu-membantu yang sakit yaitu diri kita sendiri.
Congklak
Konon, permainan congklak sudah ada semenjak zaman Mesir kuno. Apakah kau masih ingat cara bermainnya? Congklak terdiri atas dua orang pemain. Setiap pemain akan mempunyai tujuh lubang dan satu lumbung. Tujuh lubang tersebut masing-masing akan diisi dengan tujuh butir kerang-kerangan. Sedangkan cuilan lumbung dibiarkan kosong di awal permainan. Pemain yang ‘jalan’ terlebih dahulu akan mengambil kerang dari salah satu lubang miliknya untuk diletakkan satu persatu di lubang lain dan juga lumbung miliknya. Termasuk juga ke dalam lubang milik lawan. Namun, ia dihentikan mengisi lumbung milik lawan. Di simpulan permainan, pemain dengan kerang di dalam lumbung terbanyak yaitu pemenangnya.
Dengan bermain congklak, seseorang bisa berguru perihal mengatur uang. Anggap setiap lubang yaitu hari yang ada dalam satu ahad dan lumbung merupakan tabungan. Setiap hari seseorang bisa memakai satu butir kerangnya. Hal ini melambangkan pengeluaran sehari-hari yang secukupnya. Tak lupa, ia juga harus meletakkan kerang di dalam lumbung sebagai tabungan. Jadi, seseorang harus membiasakan menabung. Namun, kerang yang ditabung hanya satu. Mengapa? Ini dikarenakan seseorang harus peduli terhadap orang lain. Maka dari itu, kerang juga dibagikan ke lubang lawan. Tapi jangan hingga meletakkan kerang di tabungan lawan ya! Jika lumbung lawan sanggup terisi tanpa lawan harus melaksanakan apa-apa, seseorang bisa salah menilai bahwa ia bisa meraih sesuatu tanpa usaha. Padahal, di kehidupan aktual seseorang harus berusaha terlebih dahulu sebelum bisa mendapatkan suatu hasil.
Mendidik lewat permainan tradisional merupakan cara kreatif yang patut untuk dicoba oleh guru ataupun orang tua. Sambil bermain, nilai-nilai baik kehidupan bisa disampaikan pada siswa atau anak. Cara ini sebaiknya diaplikasikan semenjak dini sehingga nilai-nilai tersebut bisa tertanam dalam diri seseorang dan terus dibawa hingga ia dewasa. Selamat bermain! (AZN/TN)
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "Mari Mendidik Siswa Dengan Kreatif Lewat Permainan Tradisional"
Posting Komentar