Ketika Anak Bertanya Wacana Allah

Baru nemu goresan pena yang banyak di-share di FB. Penjelasannya manis dan cukup masuk akal. Sekarang si kecil belum tanya-tanya duduk perkara begini. Mudah-mudahan nanti masih ingat cara jawabnya kalau suatu hari ia tiba-tiba bertanya :)

KETIKA ANAK BERTANYA TENTANG ALLAH
Tuhan itu Siapa?
Utamanya pada masa emas 0-5 tahun, bawah umur menjalani hidup mereka dengan sebuah potensi menakjubkan, yaitu rasa ingin tahu yang besar. Seiring dengan waktu, potensi ini terus berkembang (Mudah-mudahan potensi ini tidak berakhir saat remaja dan malah berkembang menjadi pribadi-pribadi “tak mau tahu” alias ignoran, hehehe).
Nah, momen paling krusial yang akan dihadapi para orang bau tanah yakni saat anak bertanya wacana ALLAH. Berhati-hatilah dalam memperlihatkan tanggapan atas pertanyaan maha penting ini. Salah sedikit saja, dapat berarti kita menanam benih kesyirikan dalam diri buah hati kita. Nauzubillahi min zalik, ya…
Berikut ini saya ketengahkan beberapa pertanyaan yang biasa bawah umur tanyakan pada orang tuanya:
Tanya 1: “Bu, Tuhan itu apa sih?”
Tanya 2: “Bu, Bentuk Allahitu ibarat apa?”
Tanya 3: “Bu, Kenapa kita gak dapat lihat Allah?”
Tanya 4: “Bu, Tuhan itu ada di mana?”
Tanya 5: “Bu, Kenapa kita harus nyembah Allah?”

Tanya 1: “Bu, Tuhan itu apa sih?”
Jawablah:
“Nak, Tuhan itu Yang Menciptakan segala-galanya. Langit, bumi, laut, sungai, batu, kucing, cicak, kodok, burung, semuanya, termasuk membuat nenek, kakek, ayah, ibu, juga kamu.” (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)
Tanya 2: “Bu, bentuk Tuhan itu ibarat apa?”
Jangan jawab begini:
“Bentuk Tuhan itu ibarat anu ..ini..atau itu….” alasannya tanggapan ibarat itu niscaya salah dan menyesatkan.
Jawablah begini:
“Adek tahu ‘kan, bentuk sungai, batu, kucing, kambing,..semuanya.. nah, bentuk Tuhan itu tidak sama dengan apa pun yang pernah kau lihat. Sebut saja bentuk apa pun, bentuk Tuhan itu tidak sama dengan apa yang akan kau sebutkan.” (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)
فَاطِرُ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ‌ۚ جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٲجً۬ا وَمِنَ ٱلۡأَنۡعَـٰمِ أَزۡوَٲجً۬ا‌ۖ يَذۡرَؤُكُمۡ فِيهِ‌ۚ لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَىۡءٌ۬‌ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ (١١)
[Dia] Pencipta langit dan bumi. Dia mengakibatkan bagi kau dari jenis kau sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis hewan ternak pasangan-pasangan [pula], dijadikan-Nya kau berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S. Asy-Syura:11)
[baca juga Melihat Tuhan]
Tanya 3: “Bu, kenapa kita gak dapat lihat Allah?“
Jangan jawab begini:
Karena Tuhan itu gaib, artinya barang atau sesuatu yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.
Jawaban bahwa Tuhan itu mistik (semata), terang bertentangan dengan ayat berikut ini.
Al-Hadid (57) : 3
هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Dialah Yang Awal dan Yang Akhir; Yang Zahir dan Yang Batin ; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
Dikhawatirkan, imajinasi anak yang masih polos akan mempersamakan gaibnya Tuhan dengan hantu, jin, malaikat, bahkan peri dalam dongeng dongeng. Bahwa dalam ilmu Tauhid dinyatakan bahwa Tuhan itu kasatmata senyata-nyatanya; lebih kasatmata daripada yang nyata, sudah tidak terbantahkan.
Apalagi kalau kita memakai diksi (pilihan kata) “barang” dan “sesuatu” yang ditujukan pada Allah. Bukankah sudah terang dalil Surat Asy-Syura di atas bahwa Tuhan itu laysa kamitslihi syai’un; Tuhan itu bukan sesuatu; tidak sama dengan sesuatu; melainkan Pencipta segala sesuatu.
Meskipun segala sesuatu berasal dari Zat-Sifat-Asma (Nama)-dan Af’al (Perbuatan) Allah, tetapi Diri Pribadi Tuhan itu tidak ber-Zat, tidak ber-Sifat, tidak ber-Asma, tidak ber-Af’al. Diri Pribadi Tuhan itu tidak ada yang tahu, bahkan Nabi Muhammad Saw. sekali pun. Hanya Tuhan yang tahu Diri Pribadi-Nya Sendiri dan tidak akan terungkap hingga kiamat di dunia dan di akhirat.
إِذۡ يَغۡشَى ٱلسِّدۡرَةَ مَا يَغۡشَىٰ (١٦) مَا زَاغَ ٱلۡبَصَرُ وَمَا طَغَىٰ (١٧)
[Muhammad melihat Jibril] saat Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu Yang Meliputinya. Penglihatannya [Muhammad] tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak [pula] melampaui-Nya. (Q.S. An-Najm: 16-17)
{ini tafsir dari seorang cendekia billah, bukan dari saya pribadi. Allahua’lam}
Jawablah begini:
“Mengapa kita tidak dapat melihat Allah?”
Bisa kita jawab dengan balik bertanya padanya (sambil melatih adik comel berpikir retoris)
“Adik bisakah nampak matahari yang terang itu langsung? Tidak ‘kan..karena mata kita dapat jadi buta. Nah,melihat matahari aja kita tak sanggup. Jadi,Bagimana kita mau melihat Pencipta matahari itu. Iya ‘kan?!”
Atau dapat juga beri jawaban:
“Adek, lihat langit yang luas dan ‘besar’ itu ‘kan? Yang kita lihat itu gres secuil dari bentuk langit yang sebenarnya. Adek gak dapat lihat ujung langit ‘kan?! Nah, kita juga gak dapat melihat Tuhan alasannya Tuhan itu Pencipta langit yang besar dan luas tadi. Itulah maksud kata Allahu Akbar waktu kita salat. Tuhan Mahabesar.”
Bisa juga dengan simulasi sederhana ibarat pernah saya ungkap di postingan “Melihat Tuhan”.
Silakan hadapkan bawah telapak tangan Adek ke arah wajah. Bisa terlihat garis-garis tangan Adek ‘kan? Nah, kini dekatkan tangan sedekat-dekatnya ke mata Adek. Masih terlihat jelaskah jemari Sobat sehabis itu?
Kesimpulannya, kita tidak dapat melihat Tuhan alasannya Tuhan itu Mahabesar dan teramat akrab dengan kita. Meskipun demikian, memutuskan Tuhan itu ADA. “Dekat tidak bersekutu, jauh tidak ber-antara.”
Tanya 4: “Bu, Tuhan itu ada di mana?”
Jangan jawab begini:
“Nak, Tuhan itu ada di atas..di langit..atau di nirwana atau di Arsy.”
Jawaban ibarat ini menyesatkan logika anak alasannya di luar angkasa tidak ada arah mata angin atas-bawah-kiri-kanan-depan-belakang. Lalu kalau Tuhan ada di langit, apakah di bumi Tuhan tidak ada? Jika dikatakan di surga, berarti lebih besar nirwana daripada Allah…berarti prinsip "Allahu Akbar" itu bohong? [baca juga Ukuran Allahu Akbar]
ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰ عَلَى ٱلۡعَرۡشِ‌ۚ
Dia bersemayam di atas ’Arsy. <– Ayat ini yakni ayat mutasyabihat, yaitu ayat yang wajib dibelokkan tafsirnya. Kalau dalam pelajaran bahasa Indonesia, kita mengenal makna denotatif dan konotatif, nah.. ayat mutasyabihat ini tergolong makna yang konotatif.
Juga jangan jawab begini:
“Nak, Tuhan itu ada di mana-mana.”
Dikhawatirkan anak akan otomatis berpikiran Tuhan itu banyak dan terbagi-bagi, ibarat para freemason atau politeis Yunani Kuno.
Jawablah begini:
“Nak, Tuhan itu akrab dengan kita. Tuhan itu selalu ada di hati setiap orang yang saleh, termasuk di hati kamu, Sayang. Jadi, Tuhan selalu ada bersamamu di mana pun kau berada.”
[baca juga Mulai Saat Ini Jangan Sebut-sebut Lagi Yang Di Atas]
“Qalbun mukmin baitullah”, ‘Hati seorang mukmin itu istana Allah.” (Hadis)
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu wacana Aku, maka (jawablah), sebetulnya Aku yakni dekat.(Q.S. Al-Baqarah (2) : 186)
وَهُوَ مَعَكُمۡ أَيۡنَ مَا كُنتُمۡ‌ۚ
Dan Dia bersama kau di mana saja kau berada.(Q.S. Al-Hadiid: 4)
وَلِلّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجْهُ اللّهِ
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kau menghadap di situlah wajah Allah. (Q.S. Al-Baqarah (2) : 115)
“Allah sering lho bicara sama kita..misalnya, kalau kau teringat untuk bantu Ibu dan Ayah, tidak berantem sama kakak, adek atau teman, tidak malas belajar, tidak susah disuruh makan,..nah, itulah bisikan Tuhan untukmu, Sayang.” (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)
وَٱللَّهُ يَهۡدِى مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرَٲطٍ۬ مُّسۡتَقِيمٍ
Dan Tuhan selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (Q.S. Al-Baqarah: 213)
Tanya 5: “Bu, kenapa kita harus nyembah Allah?”
Jangan jawab begini:
“Karena kalau kau tidak menyembah Allah, kau akan dimasukkan ke neraka. Kalau kau menyembah Allah, kau akan dimasukkan ke surga.”
Jawaban ibarat ini akan membentuk paradigma (pola pikir) pamrih dalam beribadah kepada Tuhan bahkan menjadi benih syirik halus (khafi). Hal ini juga yang mengakibatkan banyak orang menjadi ateis alasannya berdasarkan budi mereka,”Masak sama Tuhan kayak dagang aja! Yang namanya Tuhan itu berarti butuh penyembahan! Tuhan kayak anak kecil aja, kalau diturutin maunya, surga; kalau gak diturutin, neraka!!”
“Orang yang menyembah surga, ia mendambakan kenikmatannya, bukan mengharap Penciptanya. Orang yang menyembah neraka, ia takut kepada neraka, bukan takut kepada Penciptanya.” (Syaikh Abdul Qadir al-Jailani)
Jawablah begini:
“Nak, kita menyembah Tuhan sebagai wujud bersyukur alasannya Tuhan telah memperlihatkan banyak kebaikan dan fasilitas buat kita. Contohnya, Adek kini dapat bernapas menghirup udara bebas, gratis lagi.. kalau mesti bayar, ‘kan Ayah sama Ibu gak akan dapat bayar. Di sungai banyak ikan yang dapat kita pancing untuk makan, atau untuk dijadikan ikan hias di akuarium. Semua untuk kesenangan kita.
Kalau Adek gak nyembah Allah, Adek yang rugi, bukan Allah. Misalnya, kalau Adek gak nurut sama ibu-bapak guru di sekolah, Adek sendiri yang rugi, nilai Adek jadi jelek. Isi rapor jadi kebakaran semua. Ibu-bapak guru tetap saja guru, semoga pun kau dan teman-temanmu gak nurut sama ibu-bapak guru.”
(Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)
إِنَّ ٱللَّهَ لَغَنِىٌّ عَنِ ٱلۡعَـٰلَمِينَ
Sesungguhnya Tuhan benar-benar Maha Kaya [tidak memerlukan sesuatu] dari semesta alam. (Q.S. Al-Ankabut: 6)
[baca juga Mengapa Tuhan Menciptakan Makhluk?]
Katakan juga pada anak:
“Adek mulai kini harus berguru cinta sama Allah, lebih daripada cinta sama Ayah-Ibu, ya?!” (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)
“Kenapa, Bu?”
“Karena suatu hari Ayah sama Ibu dapat meninggal dunia, sedangkan Tuhan tidak pernah mati. Nah, kalau suatu hari Ayah atau Ibu meninggal, kau dihentikan merasa kesepian alasannya Tuhan selalu ada untuk kamu. Nanti, Tuhan juga akan mendatangkan orang-orang baik yang sayang sama Adek ibarat sayangnya Ayah sama Ibu. Misalnya, Paman, Bibi, atau para tetangga yang baik hati, juga teman-temanmu.”
Dan mulai kini rajin-rajin berguru Iqra supaya nanti dapat mengaji Quran. Mengaji Alquran artinya kita berbicara sama Allah. (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis).
Allahu a’lam.

Sumber http://ortubelajar.blogspot.com/

Mari berteman dengan saya

Follow my Instagram _yudha58

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Ketika Anak Bertanya Wacana Allah"

Posting Komentar