Juklak Memberi Makan Anak

1. Semua anak batita/balita niscaya melalui fase GTM (Gerakan Tutup Mulut)
Ini lantaran kebutuhan kalori anak memang jauh menurun ketika beliau sudah melewati usia 1 tahun. Bisa dibilang ini ialah prosedur “diet” alami dan naluriah yang dijalankan anak. Jika anak mengkonsumsi kalori dalam jumlah yang sama terus menerus menyerupai ketika beliau belum berumur 1 tahun, anak akan tumbuh menjadi menyerupai bola (obesitas). Kaprikornus bersiaplah menghadapi hal ini dan dampingi anak dengan sabar.

2. Jadikan dan tumbuhkan pemahaman bahwa makan merupakan kebutuhan, caranya:
  1. Beri makan pada interval teratur selang 3-4 jam. Biasakan beri makan pada interval teratur tanpa ada derma masakan di antaranya. Ini demi mendorong nafsu makan anak pada dikala jam makan.
  2. Masa pertumbuhan bukan berarti anak harus makan setiap saat. Memang betul anak masih dalam masa pertumbuhan, tapi ini bukan berarti anak harus makan terus menerus. Lebih baik memberlakukan interval makan yang terang menyerupai di atas sehingga anak juga berguru mengenal rasa lapar. Pemberian masakan terus menerus akan menciptakan anak selalu merasa kenyang sehingga tidak pernah merasa butuh makan.
  3. Tanamkan pengertian manfaat makan. Untuk anak yang lebih besar, tanamkan pengertian manfaat gizi makanan, dan sering terangkan mana saja masakan yang bergizi dan yang tidak, dan apa manfaatnya.

3. Perhatikan jam makan berikutnya kalau ingin mengatakan masakan selingan.
Jika hendak mengatakan masakan selingan, perhatikan apakah waktu makan (besar) berikutnya masih usang atau sebentar lagi. Jika waktu makan berikutnya kurang dari 2 jam, sebaiknya jangan tawarkan cemilan, susu, atau masakan lainnya yang bisa membuatnya kenyang. Ingat, atur interval makan.

4. Anak tidak mau makan biasanya ada sebabnya.
Ada beberapa kemungkinan penyebab anak tidak mau atau susah makan. Jangan pernah memaksa anak makan, lebih baik mencoba memberi makan lagi nanti atau menunggu anak lapar. Perhatikan apakah anak mengalami salah satu dari hal di bawah ini:
  1. Anak gres saja makan masakan lain (cemilan, susu, atau yang lain) kurang dari 1-2 jam sebelumnya.
  2. Anak belum BAB (buang air besar) selama beberapa hari.
  3. Anak memang sedang melalui fase GTM (Gerakan Tutup Mulut).
  4. Anak memang belum merasa lapar (misal di pagi hari).
  5. Anak sedang masa eksplorasi sehingga lebih tertarik main ketimbang makan.
  6. Bayi sedang tumbuh giginya.
  7. Anak sedang sakit.
5. Lebih baik bertanya dulu pada anak apakah beliau mau makan sekarang.
Lebih baik bertanya apakah anak mau makan kini atau nanti, ketimbang memaksa anak (yang mungkin belum lapar) untuk makan dikala itu juga yang menjadikan anak akan merasa terpaksa untuk makan dan hanya mau makan sedikit. Ortu jadi berpersepsi anak susah makan padahal mungkin sebenarnya memang belum lapar. Bisa juga tanyakan anak mau makan apa. Hal ini mungkin tidak dibutuhkan kalau kita disiplin menerapkan interval makan.

6. Jangan mengganti makan dengan susu sapi.
Jangan pernah memberi susu sapi sebagai pengganti masakan ketika anak tidak mau makan (kecuali dalam kondisi darurat menyerupai sakit). Susu sapi bukanlah pengganti dan tidak punya kandungan gizi yang sepadan dengan makanan, dan hanya akan memberi rasa kenyang semu. Lebih baik menunggu anak lapar dan bukan buru-buru mengganti jam makan dengan susu sapi. Efek jangka panjang, anak jadi terlena meminta susu terus ketika lapar dan tidak mau makan.

7. Dorong anak untuk makan secara mandiri
Doronglah anak untuk makan secara mandiri. Selain melatih motorik, ini cara terbaik mencegah dan mengatasi dilema makan pada anak, lantaran anak akan berguru mengeksplorasi makanannya sendiri. Seiring kemampuan makan dan iman diri anak meningkat, anak akan dengan sendirinya mau dan berani mencoba aneka macam masakan baru. Jangan lupa sediakan masakan sehat dan beragam. Karena itu menjalankan BLW (Baby-Led Weaning) semenjak bayi akan sangat membantu.

8. Jangan menargetkan anak gemuk, tapi anak sehat.
"Anak gemuk ialah anak sehat" merupakan pemahaman jaman dulu yang sudah kadaluwarsa. Anak gemuk memang lucu. Tapi janganlah berusaha menciptakan anak menjadi gemuk, tapi berusahalah menciptakan anak menjadi sehat. Selama ukuran dan berat tubuh anak masih pada batas normal, dan anak terlihat sehat dan tidak sakit-sakitan, orang renta tidak perlu khawatir. Justru gemuk yang berkelanjutan seringkali memicu aneka macam penyakit di kemudian hari. Membuat anak bisa BAB teratur setiap hari (dengan menjaga asupan buah dan sayuran) juga akan menghipnotis nafsu makannya.

9. Utamakan kualitas ketimbang kuantitas. 
Lebih baik anak makan dalam jumlah biasa saja tapi lebih banyak berupa masakan sehat, ketimbang berusaha menciptakan anak makan banyak tapi jadinya segala macam masakan yang tidak sehat juga banyak diberikan. Pemberian masakan yang mengandung kadar gula tinggi, zat pengawet, atau zat sintetis juga harus dibatasi.

10. Jadikan suasana makan suasana yang positif. Banyaklah memberi contoh.
Sering-seringlah makan di depan anak, atau ajak anak makan gotong royong (jika memungkinkan). Pada dasarnya anak berguru dari mencontoh orang renta atau orang yang lebih besar. Orang renta harus sering memberi pola makan masakan yang sehat. Kegiatan makan idealnya fokus dan tidak disambi hal lain menyerupai main, jalan-jalan, atau menonton TV. Lagi-lagi kegiatan BLW bisa membantu, lantaran ortu dan anak jadi bisa makan gotong royong secara mandiri.

11. Makanan rumah ialah yang terbaik.
Rasa bosan memang kadang tidak bisa dihindari. Tapi usahakan jangan terlalu praktis mengatakan masakan restoran semoga anak mau makan. Kita tidak bisa selalu mengandalkan masakan restoran untuk anak. Selain lebih boros, masakan restoran juga seringkali mengandung bumbu penyedap atau kandungan lain yang tidak kita ketahui dan tidak kita ingin anak banyak mengkonsumsinya.

12. Sering kenalkan masakan baru.
Jika anak menolak ketika ditawarkan masakan jenis gres untuk pertama kali, jangan eksklusif menyimpulkan anak tidak suka masakan itu. Coba tawarkan lagi dan lagi di lain kesempatan. Anak kadang butuh waktu untuk menyesuaikan diri dengan masakan baru, konon hingga 15 kali sebelum kita bisa benar-benar menyimpulkan bahwa anak tidak doyan. Tapi ingat, jangan paksa anak.

13. Jangan mengomel, emosi, marah, dan memaksa. 
Mengomel, marah, emosi, dan memaksa hanya akan menanamkan persepsi negatif pada anak terhadap kegiatan makan, dan anak bisa menjadi trauma. Hati-hati, meskipun ortu tidak secara eksklusif murka pada anak, tapi emosi negatif dari ortu tetap bisa dirasakan oleh anak. Jangan juga memberi cap negatif di depan anak menyerupai "Kamu kok gitu susah banget makannya." Ungkapkan hanya kata-kata positif. Luka/trauma psikis jauh lebih susah diobati dan bisa butuh waktu bertahun-tahun untuk pulih. Tapi ‘luka’ fisik akhir tidak makan beberapa waktu akan eksklusif pulih begitu anak doyan makan lagi (dan niscaya akan doyan makan lagi, lantaran ini hanya merupakan fase/siklus). Kaprikornus bersabarlah dan santailah sedikit.

14. Ada cara selain murka dan memaksa.
Jika dirasa kondisi anak susah makan sudah agak mengkhawatirkan, ada beberapa cara mengatasinya demi menstimulasi nafsu makannya. Antara lain: pijat tuina, memakai essential oil (Lemongrass), atau hipno terapi. Sebaiknya hindari penggunaan obat-obatan atau zat kimia. Vitamin penambah nafsu makan juga konon hanyalah mitos. Tapi perlu diingat bahwa semua ini ialah pecahan dari usaha, jadi bukan berarti niscaya eksklusif berhasil. Bersabar ialah tetap kunci utama. 

Catatan: 
  • Juklak (petunjuk pelaksanaan) di atas berlaku untuk anak dalam kondisi sehat. Anak yang sakit butuh perlakuan khusus.
  • Dirangkum dari aneka macam sumber dan menurut pengalaman pribadi.

Sumber http://ortubelajar.blogspot.com/

Mari berteman dengan saya

Follow my Instagram _yudha58

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Juklak Memberi Makan Anak"

Posting Komentar