Bacharuddin Jusuf Habibie a.k.a BJ Habibie merupakan presiden Indonesia ke-3 yang telah mengharumkan nama bangsa dengan kecerdasan yang dimiliki. Tidak hanya dikenal sebagai mantan presiden, tapi dia yakni salah satu sosok jenius dari tanah air yang namanya mendunia.
Sejak kecil, kegemarannya akan membaca sudah terlihat. Si jago pesawat terbang ini enggan keluar bermain menyerupai belum dewasa pada umumnya. Beliau betah berlama-lama ada di rumah menghabiskan waktunya untuk membaca buku. Sampai suatu ketika, mami—panggilan Habibie pada ibunya—R. A. Tuti Marini Puspowardojo, menyuruhnya keluar rumah lantaran Habibie kecil terlalu asyik belajar. Biasanya malah orangtua kita repot menyuruh kita untuk berguru ya, Squad? Hehe.
Setelah papi—panggilan Habibie ke ayahnya—, Alwi Abdul Jalil Habibie meninggal lantaran serangan jantung tahun 1950, Habibie melanjutkan sekolah ke Bandung. Keputusan ini diambil mami, yang benar-benar mengikuti pesan sang suami wacana pendidikan anak-anaknya. Setelah berpikir panjang, alhasil mami memutuskan untuk mengirim Habibie ke pulau Jawa. Berada jauh, hingga beda pulau dengan anak sendiri, terbayang 'kan betapa sulitnya?
Sejak masa kecilnya, Habibie telah menawarkan minat dan bakatnya terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya pelajaran fisika. Masa Sekolah Menengah Pertama dihabiskan di Sekolah Menengah Pertama 5 Jalan Jawa, Bandung. Kemudian, dilanjutkan ke SMAK Dago yang dulu dikenal dengan nama Lycium.
Sewaktu SMA, Habibie dikenal sebagai sosok yang berilmu dalam mata pelajaran eksakta menyerupai mekanika, matematika, dan lainnya. Beliau bukan tipe yang suka berguru jauh-jauh hari sebelum waktu ujian, lho. Uniknya, ketika ada ujian mendadak, selalu menerima nilai paling baik. Bahkan, jikalau waktu ujian 50 menit bisa digunakan untuk menjawab 30 soal oleh siswa lain, Habibie hanya memerlukan 20 menit untuk selesaikan semua. Cerdas sekali, bukan? Namun dia tidak sombong karenanya, justru sangat dekat dengan teman-temannya.
Lulus SMA, tahun 1954 dia melanjutkan kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan Teknik Mesin. Sebelum menuntaskan kuliahnya di ITB, enam bulan kemudian alhasil Habibie mengambil keputusan untuk melanjutkan studinya di Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule Jerman. Berbekal dorongan semangat dan pertolongan finansial dari mami, berangkatlah dia ke sana. Di ketika inilah pertama kalinya dia naik pesawat! Sebenarnya dia sangat berberat hati meninggalkan Indonesia. Selain jauh dari keluarga, harus berpisah juga dengan teman-teman dan kekasihnya ketika itu. Namun hijrahnya ini dilakukan demi sumpah mami pada mendiang papi untuk menyekolahkan ke jenjang pendidikan tertinggi semampunya. Mami menggunakan tabungan yang dimilikinya demi membiayai sekolah Habibie di Jerman. Bahkan, hingga mendirikan perusahaan yang bergerak dalam ekspor impor dengan koneksi seadanya.
Selama di Jerman, tepatnya di Aachen, Habibie benar-benar menjalani kuliah dengan tekun. Pilihannya hanya dua, harus lulus ujian, atau bekerja mencari uang. Jika keduanya gagal, terang akan merugi. Sia-sia sudah keluarganya bersusah payah bekerja keras membanting tulang di Indonesia demi menyekolahkan beliau. Oleh alasannya yakni itu, sebagai bentuk tanggung jawab, setiap tahun dia menargetkan bisa lulus di semua mata kuliah. Pria yang gaya bicaranya khas ini tidak pernah mangkir kuliah. Beliau disiplin dan sempurna waktu sehingga dijadikan panutan oleh teman-teman kuliahnya.
Dibandingkan dengan 99% mahasiswa Indonesia yang berguru di Eropa, Habibie yakni salah satu yang menerima pertolongan dari orangtua. Selebihnya? Mereka menerima uang dari negara. Paspor mereka juga yakni paspor dinas RI dengan total beasiswa yang mungkin sangat banyak. Berbeda dengan Habibie, yang paspornya swasta biasa dan murni biaya sendiri.
Musim liburan bukanlah waktunya berleha-leha bagi beliau. Justru kesempatan emas yang harus diisi dengan ujian dan mencari uang untuk membeli buku. Beliau tidak ingin hidup berfoya-foya seperti teman-temannya yang punya beasiswa. Oleh lantaran itu, dia mengambil kelas trend panas dan belajar. Semua dilakukan demi orangtua. Patut dicontoh nih, Squad.
Di masa perkuliahan, program budaya di kampus banyak dilaksanakan oleh beliau. Beliau turut memperkenalkan pementasan budaya Indonesia di aneka macam acara. Bahkan, menampilkan pentas budaya di Indonesia di beberapa kota kecil di Jerman. Oh ya, dia pernah menarikan tari payung dan berpasangan dengan salah satu sahabat wanitanya. Jadi, sahabat wanitanya itu dibisiki gerakan apa selanjutnya. Wah, ternyata kemampuan menarinya boleh juga ya!
Selain berorganisasi, Habibie muda dikenal ramah dan akrab. Bukan hanya pada teman-teman dan kalangannya saja. Hal ini dibuktikan dengan seringnya dia berinteraksi dengan penjual dan penyapu jalan di sepanjang jalan antara kampus dan tempatnya tinggal. Psst, dia bisa hingga duduk bersama mereka di trotoar lho untuk sekadar mengobrol!
Belajar menciptakan pesawat ini bukan problem mudah, melainkan rumit dan kompleks. Tidak hanya berguru aerodynamics, balance, atau machine, tapi juga masih banyak hal lain. Nah, tahun 1958, tahun terakhirnya di jenjang S1, dia menjadi inisiator Seminar PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia) se-Eropa. Di pertemuan inilah seluruh mahasiswa yang berguru di Eropa berkumpul, membahas permasalahan Indonesia dan menemukan solusinya. Beliau juga menyelenggarakan seminar besar selama 5 hari berturut-turut. Namun sayangnya, demi mengadakan seminar tersebut, dia sempat sakit parah. Saking parahnya, dia sempat dimasukkan ke kamar mayit seolah-olah tidak ada harapan lagi untuk bertahan hidup. Di keadaan sekronis itu, dia masih sempat menciptakan salah satu puisi berjudul "Sumpahku!!!" yang berisi kekesalannya. Beliau merasa belum bisa mengabdikan dirinya demi negaranya. Betapa besar cintanya pada Indonesia, Squad.
Singkat cerita, Habibie berhasil menuntaskan studi S1 dan S2 di Jerman. Setelah lima tahun lamanya menuntut ilmu di Jerman, Habibie lulus sebagai diploma teknik Jerman bidang desain dan konstruksi pesawat terbang. Gelar ini setara dengan gelar Master (S2) di negara lain.
Tidak usang setelah lulus S2, dia menikahi Hasri Ainun Besari, sahabat SMA-nya pada tahun 1962. Pada ketika itu, Ainun bergelar dokter dan bekerja di sebuah rumah sakit kawasan Jakarta. Ainun rela meninggalkan pekerjaannya demi mengikuti suami membangun karier di Jerman. Ini semua tentu berkat rasa cinta dan pengabdiannya. Di masa ini kegigihan Habibie dan kesetiaan cinta Ainun diuji. Mereka tinggal di apartemen kecil. Habibie sebagai pencari nafkah untuk biaya hidup sekaligus biaya studi S3-nya. Pasangan serasi ini dikaruniai dua orang putra berjulukan Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.
Sehabis menuntaskan jenjang S3, dia bekerja di sebuah perusahaan penerbangan Jerman. Perusahaan tersebut berjulukan Messerschmitt-Bölkow-Blohm (MBB). Selama bekerja di sana, dia sangat tegas, namun tetap menjaga relasi baik antara atasan dan bawahan. Untuk hal yang bersifat prinsipil, dia rela berkelahi argumen dan pantang mengalah membela apa yang dianggap benar. Di MBB, dia sempat mencetuskan beberapa teori penting yang digunakan dalam ilmu penerbangan dunia. Seperti halnya termodinamika, konstruksi, serta aerodinamika. Beberapa rumusan teori yang populer dalam dunia desain dan konstruksi pesawat terbang yakni Habibie Fact, Habibie Method, dan Habibie Theorem. Semua riset dilakukan hanya untuk memajukan industri penerbangan, terutama Indonesia. Beliau juga membina kader penerus bidang teknologi pesawat terbang di tahun 1968. Putra-putra Indonesia dimasukkan untuk dididik menjadi teknisi penerbangan di MBB.
Beliau diangkat menjadi penasihat pemerintah di bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi tinggi di tahun 1974-1978. Kembali dari Jerman tahun 1974, suami dari Ibu Ainun ini mengutarakan janjinya untuk memajukan teknologi penerbangan sekitar. Janji ini diuktikan dengan kesuksesan belaiu membangun Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di tahun 1986. Juga, Laboratorium Pusat Penelitian dan Ilmu Pengtahuan (Puspitek), sekaligus mengetuai keduanya.
Seluruh kesuksesan ini diraih dia sebelum usia 40 tahun lho! Ini menjadikannya sebagai salah satu orang terpandang di Jerman. Selama berkarier, Habibie tidak pernah memikirkan ejekan orang terhadap dirinya. Meskipun sempat mengalami bullying, ketika muda, dia tidak membuang waktunya untuk menanggapi orang-orang yang memperlakukannya dengan kurang baik. Beliau selalu mengingat pesan sang papi untuk menjadi mata air yang bisa memberi kehidupan dan sumber kejernihan bagi orang di sekelilingnya. Beliau bukan sosok yang jenius, sama menyerupai kita. Kerja keras dan integritas yakni kunci sukses dalam segala hal.
Sekian dulu kisah inspiratif Habibie yang bisa Ruangguru bagikan kepada kamu. Kamu ingin mengikuti jejak Habibie? Persiapkan diri kau dari kini dengan berguru bersama ruangbelajar sehingga #BelajarJadiMudah!
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "Bj Habibie, Sang Visioner Yang Mendunia"
Posting Komentar