PENGANTAR UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009
TENTANG
LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
A. Latar Belakang Penggantian Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.
Undang – undang kemudian lintas dan Angkutan jalan Nomor 22 Tahun 2009, yang diundangkan semenjak 26 Mei 2009 oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 yang dinilai sudah tidak relevan lagi
dengan situasi kemudian lintas yang ada sekarang. Disamping itu juga banyak faktor yang mempengaruhi perlu digantinya Undang–undang kemudian lintas dan angkutan jalan antara lain :
1. Banyak peraturan kemudian lintas yang belum diatur dalam Undang – undang kemudian lintas dan Angkutan jalan sebelumnya.
2. Belum adanya imbas jera terhadap para pelanggar yang melaksanakan kejahatan atau pelanggaran kemudian lintas lantaran hukumannya terlalu rendah.
3. Meningkatnya jumlah pertumbuhan kendaraan bermotor dijalan setiap tahunya yang tidak sebanding dengan pengadaan ruas jalan,
4. Pertumbuhan Ekonomi secara Nasional setiap tahunnya selalu meningkat sangat berdampak positif terhadap kemajuan Industri otomotif, sehingga pengguna jalan dengan gampang mendapatkan kendaraan bermotor.
5. Pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat pesat di Indonesia, berdampak pula terhadap bertambahnya kendaraan bermotor baik sebagai alat transportasi maupun untuk mencari nafkah dijalan dengan kendaraan umum.
6. Sifat komsumtifnya Bangsa Indonesia untuk mempunyai kendaraan bermotor lebih dari satu kendaraan.
Dengan pertimbangan pertimbangan tersebut diatas sudah barang tentu akan berdampak terhadap Keamanan, Keselamatan, Ketertiban dan Kelancaran Lalu lintas, maka untuk mengajak mentaati peraturan kemudian lintas, Polisi Republik Indonesia berusaha meminimalisir gangguan pelanggaran kemudian lintas dengan cara mengedepankan kiprah fungsi Bhabinkamtibmas untuk mengajak kiprah serta Masyarakat untuk meningkatkan kesadaran aturan yang pada kesannya akan dinikmati oleh semua lapisan masyarakat.
B. Standar Kompetensi.
Memahami aturan–aturan berlalu lintas sesuai dengan Undang–undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
C. Kompetensi Dasar.
Memahami Undang – Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
D. Indikator Hasil Belajar.
1. Mampu menjelaskan Latar belakang Undang – undang Nomor 22 Tahun 2009 dibuat.
2. Mampu menjelaskan Profil Undang – undang kemudian lintas dan angkutan jalan
3. Mampu menjelaskan karakter / spesialisasi Undang – undang kemudian lintas dan angkutan jalan
4. Mampu menjelaskan ketentuan - ketentuan pidana
5. Mampu menjelaskan pasal –pasal penting yang perlu diketahui oleh petugas Polisi Republik Indonesia dalam undang – undang kemudian lintas dan angkutan jalan.
1. Profil Undang–Undang Lalu lintas dan Angkutan Jalan :
a. Terdiri dari 22 BAB dan 326 Pasal.
b. Baru dijabarkan dengan 4 Peraturan Pemerintah (PP) dari yang seharusnya 25 PP antara lain :
1) PP Nomor 32 Tahun 2011, ihwal Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak serta Manajemen Kebutuhan kemudian lintas.
2) PP Nomor 37 Tahun 2011, ihwal Forum Lalu Lintas dan Angutan Jalan;
3) PP Nomor 80 Tahun 2012, ihwal Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan;
4) PP Nomor 55. Tahun 2012, ihwal Kendaraan.
c. Dijabarkan dengan Peraturan Kapolri ( Perkap) antara lain :
1) Perkap Nomor 5 Tahun 2012 ihwal Regident Ranmor;
2) Perkap Nomor 9 Tahun 2012 ihwal SIM;
3) Perkap Nomor 10 Tahun 2012 ihwal Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu Dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas.
2. Undang – Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan No 22 Tahun 2009, Lebih Spesialis.
Contohnya untuk menangani masalah kecelakaan kemudian lintas, kita sanggup memakai pasal yang ada dalam Undang – undang kemudian lintas dan Angkutan Jalan. Artinya mana kala ada kecelakaan kemudian lintas sanggup ,menggunkan pasal yang mengatur kecelakaan kemudian lintas sesuai dengan pasal 310 atau pasal 311 UU Nomor 22 Tahun 2009; jadi tidak lagi hanya menggunkan pasal kelalaian atau kealfaan sebagaimana diatur dalam pasal 359 KUHP. Contoh :
a. Pasal 310
(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang lantaran kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling usang 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang lantaran kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling usang 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.2.000.000,00 (dua juta rupiah).
(3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang lantaran kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling usang 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain mati, dipidana dengan pidana penjara paling usang 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
b. Pasal 311
(1) Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling usang 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling usang 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.4.000.000,00 (empat juta rupiah).
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling usang 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp.8.000.000,00 (delapan juta rupiah).
(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan kemudian Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling usang 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
(5) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengakibatkan orang lain mati, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling usang 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp.24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
3. Memuat Ketentuan Pidana dan Denda
Sebagaimana diatur dalam Pasal 273 s/d 326, Karena bagi pelanggar Undang – undang Lalu lintas dan Angkutan jalan dikenakan Pidana Penjara dan Denda. Artinya bagi pelanggar Undang undang lalu lintas jalan manakala tidak sanggup membayar denda maka diganti dengan eksekusi penjara, sebagai pola bunyi :
a. Pasal 273
(1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga mengakibatkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling usang 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling usang 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling usang 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah).
(4) Penyelenggara Jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak dan belum diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling usang 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).
b. Pasal 281
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling usang 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
4. Pasal-pasal penting dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1, Menjelaskan Ketentuan Umum berupa Pengertian – pengertian yang ada kaitannya dengan UU Nomor 22 Tahun 2009, memuat 39 item antara lain:
1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.
2. Lalu Lintas yaitu gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan.
3. Angkutan yaitu perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan memakai Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan.
4. Kendaraan yaitu suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor.
5. Kendaraan Bermotor yaitu setiap Kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain Kendaraan yang berjalan di atas rel.
6. Jalan yaitu seluruh serpihan Jalan, termasuk bangunan embel-embel dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu Lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel.
7. Kecelakaan Lalu Lintas yaitu suatu insiden di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban insan dan/atau kerugian harta benda.
8. Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu suatu keadaan terbebasnya setiap orang, barang, dan/atau Kendaraan dari gangguan perbuatan melawan hukum, dan/atau rasa takut dalam berlalu lintas.
9. Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, Kendaraan, Jalan, dan/atau lingkungan.
10. Ketertiban Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu suatu keadaan berlalu lintas yang berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan kewajiban setiap Pengguna Jalan.
11. Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu suatu keadaan berlalu lintas dan penggunaan angkutan yang bebas dari kendala dan kemacetan di Jalan.
BAB II AZAS DAN TUJUAN
Pasal 2 Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan memperhatikan:
a. azas transparan;
b. azas akuntabel;
c. azas berkelanjutan;
d. azas partisipatif;
e. azas bermanfaat;
f. azas efisien dan efektif;
g. azas seimbang;
h. azas terpadu; dan
i. azas mandiri.
Pasal 3, Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan tujuan:
a. terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar,dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa,serta bisa menjunjung tinggi martabat bangsa;
b. terwujudnya moral berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
c. terwujudnya penegakan aturan dan kepastian hukum bagi masyarakat.
BAB III RUANG LINGKUP KEBERLAKUAN UNDANG-UNDANG
Pasal 4, Pasal ini menjelaskan gerak pindah kendaraan, memakai sarana dan prasarana, serta pendaftaran dan identifikasi Ranmor.
BAB IV PEMBINAAN
Pasal 5, Menjelaskan tanggung jawab Negara atau Pemerintah yang dalam hal ini dibagi sesuai kiprah pokok fungsi dan peranan departemen terkait antara lain
Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh instansi pembina sesuai dengan kiprah pokok dan fungsinya yang meliputi:
a. urusan pemerintahan di bidang Jalan oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang Jalan;
b. urusan pemerintahan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
c. urusan pemerintahan di bidang pengembangan industriLalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang industri;
d. urusan pemerintahan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang pengembangan teknologi;dan
e. urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
BAB V PENYELENGGARAAN
Pasal 7
(1) Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam kegiatan pelayanan pribadi kepada masyarakat dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, tubuh hukum, dan/atau masyarakat.
(2) Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan kiprah pokok dan fungsi instansi masing-masing meliputi:
a. urusan pemerintahan di bidang Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang Jalan;
b. urusan pemerintahan di bidang Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana danPrasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
c. urusan pemerintahan di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang industri;
d. urusan pemerintahan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang pengembangan teknologi;dan
e. urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 12
Penyelenggaraan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) abjad e meliputi:
a. pengujian dan penerbitan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor;
b. pelaksanaan pendaftaran dan identifikasi Kendaraan Bermotor;
c. pengumpulan, pemantauan, pengolahan, dan penyajian data Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
d. pengelolaan pusat pengendalian Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
e. pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli Lalu Lintas;
f. penegakan aturan yang mencakup penindakan pelanggaran dan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas;
g. pendidikan berlalu lintas;
h. pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas; dan
i. pelaksanaan manajemen operasional Lalu Lintas.
Pasal 13
(1) Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dilakukan secara terkoordinasi.
(2) Koordinasi Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(3) Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bertugas melaksanakan koordinasi antarinstansi penyelenggara yang memerlukan keterpaduan dalam merencanakan dan menuntaskan problem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(4) Keanggotaan Forum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas unsur pembina, penyelenggara, akademisi, dan masyarakat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
Pasal 14
Menjelaskan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas.
Pasal 19 Kelas Jalan.
(1) Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan:
a. fungsi dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan Jalan dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
b. daya dukung untuk mendapatkan muatan sumbu terberat dan dimensi Kendaraan Bermotor.
(2) Pengelompokan Jalan berdasarkan kelas Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang sanggup dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuranlebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton;
b. jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang sanggup dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatansumbu terberat 8 (delapan) ton;
c. jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang sanggup dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton; dan
d. jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang sanggup dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.
(3) Dalam keadaan tertentu daya dukung jalan kelas III sebagaimana dimaksud pada ayat (2) abjad c sanggup ditetapkan muatan sumbu terberat kurang dari 8 (delapan) ton.
(4) Kelas Jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Jalan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) abjad d diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 21 Batas Kecepatan
(1) Setiap Jalan mempunyai batas kecepatan paling tinggi yang ditetapkan secara nasional.
(2) Batas kecepatan paling tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan daerah permukiman, daerah perkotaan, jalan antarkota, dan jalan bebas hambatan.
(3) Atas pertimbangan keselamatan atau pertimbangan khusus lainnya, Pemda sanggup memutuskan batas kecepatan paling tinggi setempat yang harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas.
(4) Batas kecepatan paling rendah pada jalan bebas kendala ditetapkan dengan batas diktatorial 60 (enam puluh) kilometer per jam dalam kondisi arus bebas.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai batas kecepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
(1) Penyelenggara Jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki Jalan yang merusak yang sanggup mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas.
(2) Dalam hal belum sanggup dilakukan perbaikan Jalan yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara Jalan wajib memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas.
Pasal 25
(1) Setiap Jalan yang dipakai untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan Jalan berupa:
a. Rambu Lalu Lintas;
b. Marka Jalan;
c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
d. alat penerangan Jalan;
e. alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan;
f. alat pengawasan dan pengamanan Jalan;
g. akomodasi untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat; dan
h. akomodasi pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berada di Jalan dan di luar tubuh Jalan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 36
Setiap Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek wajib singgah di Terminal yang sudah ditentukan kecuali ditetapkan lain dalam izin trayek.
Pasal 43
(1) Penyediaan akomodasi Parkir untuk umum hanya sanggup diselenggarakan di luar Ruang Milik Jalan sesuai dengan izin yang diberikan.
(2) Penyelenggaraan akomodasi Parkir di luar Ruang Milik Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sanggup dilakukan oleh perseorangan warga negara Indonesia atau tubuh aturan Indonesia berupa:
a. perjuangan khusus perparkiran; atau
b. penunjang perjuangan pokok.
Fasilitas Parkir di dalam Ruang Milik Jalan hanya sanggup diselenggarakan di tempat tertentu pada Jalan kabupaten, Jalan desa, atau Jalan kota yang harus dinyatakan dengan Rambu Lalu lintas.
Pasal 45 Fasilitas Pendukung
(1) Fasilitas pendukung penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:
a. trotoar;
b. lajur sepeda;
c. tempat penyeberangan Pejalan Kaki;
d. Halte; dan/atau
e. akomodasi khusus bagi penyandang cacat dan insan usia lanjut.
BAB VII KENDARAAN
Pasal 47
(1) Kendaraan terdiri atas:
a. Kendaraan Bermotor; dan
b. Kendaraan Tidak Bermotor.
(2) Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad a dikelompokkan berdasarkan jenis:
a. Sepeda Motor;
b. kendaraan beroda empat penumpang;
c. kendaraan beroda empat bus;
d. kendaraan beroda empat barang; dan
e. kendaraan khusus.
(3) Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) abjad b, abjad c, dan abjad d dikelompokkan berdasarkan fungsi:
a. Kendaraan Bermotor perseorangan; dan
b. Kendaraan Bermotor Umum.
(4) Kendaraan tidak Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad b dikelompokkan dalam:
a. Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga orang; dan
b. Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga hewan.
Pasal 48 Persyaratan Teknis dan Laik Jalan Ranmor
(1) Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.
(2) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. susunan;
b. perlengkapan;
c. ukuran;
d. karoseri;
e. rancangan teknis Kendaraan sesuai dengan peruntukannya;
f. pemuatan;
g. penggunaan;
h. penggandengan Kendaraan Bermotor; dan/atau
i. penempelan Kendaraan Bermotor.
(3) Persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh kinerja minimal Kendaraan Bermotor yang diukur sekurang-kurangnya terdiri atas:
a. emisi gas buang;
b. kebisingan suara;
c. efisiensi sistem rem utama;
d. efisiensi sistem rem parkir;
e. kincup roda depan;
f. bunyi klakson;
g. daya pancar dan arah sinar lampu utama;
h. radius putar;
i. akurasi alat penunjuk kecepatan;
j. kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban; dan
k. kesesuaian daya mesin pencetus terhadap berat Kendaraan.
Pasal 49 Pengujian Ranmor
(1) Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang diimpor, dibentuk dan/atau dirakit di dalam negeri yang akan dioperasikan di Jalan wajib dilakukan pengujian.
(2) Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. uji tipe; dan
b. uji berkala.
Pasal 57 Perlengkapan Ranmor
(1) Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan wajib dilengkapi dengan perlengkapan Kendaraan Bermotor.
(2) Perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Sepeda Motor berupa helm standar nasional indonesia.
(3) Perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih sekurang-kurangnya terdiri atas:
a. sabuk keselamatan;
b. ban cadangan;
c. segitiga pengaman;
d. dongkrak;
e. pembuka roda;
f. helm dan rompi pemantul cahayabagi Pengemudi Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih yang tidak mempunyai rumah-rumah; dan
g. peralatan pertolongan pertama pada Kecelakaan Lalu Lintas.
Pasal 59
(1) Untuk kepentingan tertentu Kendaraan Bermotor sanggup dilengkapi dengan lampu isyarat dan/atau sirene.
(2) Lampu isyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas warna:
a. merah;
b. biru; dan
c. kuning.
(3) Lampu isyarat warna merah atau biru sebagaimana dimaksud pada ayat(2) abjad a dan abjad b, serta sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai tanda Kendaraan Bermotor yang mempunyai hak utama.
(4) Lampu isyarat warna kuning sebagaimana dimaksud pada ayat (2) abjad c berfungsi sebagai tanda peringatan kepada Pengguna Jalan lain.
(5) Penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai berikut:
a. lampu isyarat warna biru dan sirene dipakai untuk kendaraan beroda empat petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b. lampu isyarat warna merah dan sirene dipakai untuk kendaraan beroda empat tahanan, pengawalan Tentara Nasional Indonesia, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, dan jenazah; dan
c. lampu isyarat warna kuning tanpa sirene dipakai untuk kendaraan beroda empat patroli jalan tol, pengawasan sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, perawatan dan pencucian akomodasi umum, menderek Kendaraan, dan angkutan barang khusus.
Pasal 64 Reg Ident Ranmor
(1) Setiap Kendaraan Bermotor wajib diregistrasikan.
(2) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pendaftaran Kendaraan Bermotor baru;
b. pendaftaran perubahan identitas Kendaraan Bermotor dan pemilik;
c. pendaftaran perpanjangan Kendaraan Bermotor; dan/atau
d. pendaftaran ratifikasi Kendaraan Bermotor.
(3) Registrasi Kendaraan Bermotorsebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
a. tertib administrasi;
b. pengendalian dan pengawasan Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Indonesia;
c. mempermudah penyidikan pelanggaran dan/atau kejahatan;
d. perencanaan, operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
e. perencanaan pembangunan nasional.
(4) Registrasi Kendaraan Bermotor dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui sistem manajemen pendaftaran Kendaraan Bermotor.
(5) Data pendaftaran dan identifikasi Kendaraan Bermotor merupakan serpihan dari Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan dipakai untukforensik kepolisian.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan PeraturanKepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 65
(1) Registrasi Kendaraan Bermotor gres sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) abjad a mencakup kegiatan:
a. pendaftaran dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan pemiliknya;
b. penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor dan salinannya; dan
c. penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.
(2) Sebagai bukti bahwa Kendaraan Bermotor telah diregistrasi, pemilik diberi Buku Pemilik Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.
Pasal 66
Registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor untuk pertama kali harus memenuhi persyaratan:
a. mempunyai akta pendaftaran uji tipe;
b. mempunyai bukti kepemilikan Kendaraan Bermotor yang sah; dan
c. mempunyai hasil investigasi cek fisik Kendaraan Bermotor.
Pasal 67
(1) Registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor, pembayaran pajak Kendaraan Bermotor, dan pembayaran Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan secara terintegrasi dan terkoordinasi dalam Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap.
(2) Sarana dan prasarana penyelenggaraan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan oleh Pemerintah Daerah.
(3) Mekanisme penyelenggaraan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap dikoordinasikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan mekanisme serta pelaksanaan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur denganPeraturan Presiden.
Pasal 68
(1) Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan wajib dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.
(2) Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat data Kendaraan Bermotor, identitas pemilik, nomor pendaftaran Kendaraan Bermotor, dan masa berlaku.
(3) Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kode wilayah, nomor registrasi, dan masa berlaku.
(4) Tanda Nomor Kendaraan Bermotor harus memenuhi syarat bentuk, ukuran, bahan, warna, dan cara pemasangan.
(5) Selain Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sanggup dikeluarkan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor khusus dan/atau Tanda Nomor Kendaraan Bermotor rahasia.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor diatur dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal69
(1) Setiap Kendaraan Bermotor yang belum diregistrasidapat dioperasikan di Jalan untuk kepentingan tertentudengan dilengkapi Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor dan Tanda Coba Nomor Kendaraan Bermotor.
(2) Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor dan Tanda Coba Nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia kepada tubuh perjuangan di bidang penjualan, pembuatan, perakitan, atau impor Kendaraan Bermotor.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pemberian dan penggunaan Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor dan Tanda Coba Nomor Kendaraan Bermotor diatur dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 70
(1) Buku Pemilik Kendaraan Bermotor berlaku selama kepemilikannya tidak dipindahtangankan.
(2) Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor berlaku selama 5 (lima) tahun, yang harus dimintakan ratifikasi setiap tahun.
(3) Sebelum berakhirnyajangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor wajib diajukan permohonan perpanjangan.
Pasal 71
(1) Pemilik Kendaraan Bermotor wajib melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia jika:
a. bukti pendaftaran hilang atau rusak;
b. spesifikasi teknis dan/atau fungsi Kendaraan Bermotor diubah;
c. kepemilikan Kendaraan Bermotor beralih; atau
d. Kendaraan Bermotor dipakai secara terus-menerus lebih dari 3 (tiga) bulan di luar wilayah Kendaraan didaftarkan.
(2) Pelaporan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad a, abjad b, dan abjad c disampaikan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia di tempat Kendaraan Bermotor tersebut terakhir didaftarkan.
(3) Pelaporan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad d disampaikan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia di tempat Kendaraan Bermotor tersebut dioperasikan.
Pasal 72
(1) Registrasi Kendaraan Bermotor TNI diatur dengan Peraturan Panglima Tentara Nasional Indonesiadan dilaporkan untuk pendataan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Registrasi Kendaraan Bermotor Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
BAB VIII PENGEMUDI
Pasal 77
(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalanwajib mempunyai Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan.
(2) Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 2 (dua) jenis:
a. Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor perseorangan; dan
b. Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum.
(3) Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi, calon Pengemudi harus mempunyai kompetensi mengemudi yang sanggup diperoleh melalui pendidikan dan training atau berguru sendiri.
(4) Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum, calon Pengemudi wajib mengikuti pendidikan dan training Pengemudi angkutan umum.
(5) Pendidikan dan training sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya diikuti oleh orang yang telah mempunyai Surat Izin Mengemudi untuk Kendaraan Bermotor perseorangan.
Pasal 78 Pendidikan dan Latihan Pengemudi
(1) Pendidikan dan training mengemudi diselenggarakan oleh lembaga yang menerima izin dan terakreditasi dari Pemerintah.
(2) Izin penyelenggaraan pendidikan dan training mengemudi yang diberikan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan olehPemerintah Daerah.
(3) Izin penyelenggaraan pendidikan dan training mengemudi yang diberikan oleh Pemda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri yang membidangi sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(4) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan.
Pasal 79
(1) Setiap calon Pengemudi pada ketika berguru mengemudi atau mengikuti ujian praktik mengemudi di Jalan wajib didampingi pelatih atau penguji.
(2) Instruktur atau penguji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas pelanggaran dan/atau Kecelakaan Lalu Lintas yang terjadi ketika calon Pengemudi berguru atau menjalani ujian.
Pasal 80 Bentuk dan Golongan SIM
Surat Izin Mengemudi untuk Kendaraan Bermotor perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) abjad a digolongkan menjadi:
a. Surat Izin Mengemudi A berlakuuntuk mengemudikan kendaraan beroda empat penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak melebihi 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram;
b. Surat Izin Mengemudi B I berlakuuntuk mengemudikan kendaraan beroda empat penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram;
c. Surat Izin Mengemudi B II berlakuuntuk mengemudikan Kendaraan alat berat,Kendaraan penarik, atau Kendaraan Bermotor dengan menarik kereta tempelan atau gandengan perseorangan dengan berat yang diperbolehkan untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari 1.000 (seribu) kilogram;
d. Surat Izin Mengemudi C berlakuuntuk mengemudikan Sepeda Motor; dan
e. Surat Izin Mengemudi D berlakuuntuk mengemudikan kendaraan khusus bagi penyandang cacat.
Pasal 81
(1) Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, setiap orang harus memenuhi persyaratan usia, administratif, kesehatan, dan lulus ujian.
(2) Syarat usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan paling rendah sebagai berikut:
a. usia 17 (tujuh belas) tahun untuk Surat Izin Mengemudi A, Surat Izin Mengemudi C, dan Surat Izin Mengemudi D;
b. usia 20 (dua puluh) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B I; dan
c. usia 21 (dua puluh satu) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B II.
(3) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk;
b. pengisian formulir permohonan; dan
c. rumusan sidik jari.
(4) Syarat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. sehat jasmani dengan surat keterangan dari dokter; dan
b. sehat rohani dengan surat lulus tes psikologis.
(5) Syarat lulus ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. ujian teori;
b. ujian praktik; dan/atau
c. ujian keterampilan melalui simulator.
(6) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), setiap Pengemudi Kendaraan Bermotor yang akan mengajukan permohonan:
a. Surat Izin Mengemudi B I harus mempunyai Surat Izin Mengemudi A sekurang-kurangnya 12 (dua belas) bulan; dan
b. Surat Izin Mengemudi B II harus mempunyai Surat Izin Mengemudi B I sekurang-kurangnya 12 (dua belas) bulan.
Pasal 82
Surat Izin Mengemudi untuk Kendaraan Bermotor Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) abjad b digolongkan menjadi:
a. Surat Izin Mengemudi A Umum berlaku untuk mengemudikan kendaraan bermotor umum dan barang dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak melebihi 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram;
b. Surat Izin Mengemudi B I Umum berlakuuntuk mengemudikan kendaraan beroda empat penumpang dan barang umum dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram; dan
c. Surat Izin Mengemudi B II Umum berlakuuntuk mengemudikan Kendaraan penarik atau Kendaraan Bermotor dengan menarik kereta tempelan atau gandengan dengan berat yang diperbolehkan untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari 1.000 (seribu) kilogram.
Pasal 83
(1) Setiap orang yang mengajukan permohonan untuk sanggup mempunyai Surat Izin Mengemudi untuk Kendaraan Bermotor Umum harus memenuhi persyaratan usia dan persyaratankhusus.
(2) Syarat usia untuk mendapatkanSurat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan paling rendah sebagai berikut:
a. usia 20 (dua puluh) tahun untuk Surat Izin Mengemudi A Umum;
b. usia 22 (dua puluh dua) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B I Umum; dan
c. usia 23 (dua puluh tiga) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B II Umum.
(3) Persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
a. lulus ujian teori yang mencakup pengetahuan mengenai:
1. pelayanan angkutan umum;
2. akomodasi umum dan akomodasi sosial;
3. pengujian Kendaraan Bermotor;
4. tata cara mengangkut orang dan/atau barang;
5. tempat pentingdi wilayah domisili;
6. jenis barang berbahaya; dan
7. pengoperasian peralatan keamanan.
b. lulus ujianpraktik, yang meliputi:
1. menaikkan dan menurunkan penumpang dan/atau barang, di terminal dan di tempat tertentu lainnya;
2. tatacara mengangkut orang dan/atau barang;
3. mengisi surat muatan;
4. moral Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum; dan
5. pengoperasian peralatan keamanan.
(4) Dengan memperhatikan syarat usia, setiap Pengemudi Kendaraan Bermotor yang akan mengajukan permohonan:
a. Surat Izin Mengemudi A Umum harus mempunyai Surat Izin Mengemudi A sekurang-kurangnya 12 (dua belas) bulan;
b. untuk Surat Izin Mengemudi B I Umum harus mempunyai Surat Izin Mengemudi B I atau Surat Izin Mengemudi A Umum sekurang-kurangnya 12 (dua belas) bulan; dan
c. untuk Surat Izin Mengemudi B II Umum harus mempunyai Surat Izin Mengemudi B II atau Surat Izin Mengemudi B I Umum sekurang-kurangnya 12 (dua belas) bulan.
(5) Selain harus memenuhi persyaratan usia dan persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), setiap orang yang mengajukan permohonan untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3) dan ayat (4).
Pasal 84
Surat Izin Mengemudi untuk Kendaraan Bermotor dapatdigunakan sebagai Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor yang jumlahberatnya sama atau lebih rendah, sebagai berikut:
a. Surat Izin Mengemudi A Umum sanggup berlaku untuk mengemudikan Kendaraan Bermotor yang seharusnya memakai Surat Izin Mengemudi A;
b. Surat Izin Mengemudi B I sanggup berlaku untuk mengemudikan Kendaraan Bermotor yang seharusnya memakai Surat Izin Mengemudi A;
c. Surat Izin Mengemudi B I Umum sanggup berlaku untuk mengemudikan Kendaraan Bermotor yang seharusnya memakai Surat Izin Mengemudi A, Surat Izin Mengemudi A Umum, dan Surat Izin Mengemudi B I;
d. Surat Izin Mengemudi B II sanggup berlaku untuk mengemudikan Kendaraan Bermotor yang seharusnya memakai Surat Izin Mengemudi A dan Surat Izin Mengemudi B I; atau
e. Surat Izin Mengemudi B II Umum sanggup berlaku untuk mengemudikan Kendaraan Bermotor yang seharusnya memakai Surat Izin Mengemudi A, Surat Izin Mengemudi A Umum, Surat Izin Mengemudi B I, Surat Izin Mengemudi B I Umum, dan Surat Izin Mengemudi B II.
Pasal 85
(1) Surat Izin Mengemudi berbentuk kartu elektronik atau bentuk lain.
(2) Surat Izin Mengemudi berlaku selama 5 (lima) tahun dan sanggup diperpanjang.
(3) Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(4) Dalam hal terdapat perjanjian bilateralatau multilateral antara Negara Kesatuan Republik Indonesia dan negara lain, Surat Izin Mengemudi yang diterbitkan di Indonesia sanggup pula berlaku di negara lain dan Surat Izin Mengemudi yang diterbitkan oleh negara lain berlaku di Indonesia.
(5) Pemegang Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sanggup memperoleh Surat Izin Mengemudi internasional yang diterbitkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 86 Fungsi SIM
(1) Surat Izin Mengemudi berfungsi sebagai bukti kompetensi mengemudi.
(2) Surat Izin Mengemudi berfungsi sebagai pendaftaran Pengemudi Kendaraan Bermotor yang memuat keterangan identitas lengkap Pengemudi.
(3) Data pada pendaftaran Pengemudi sanggup dipakai untuk mendukung kegiatan penyelidikan, penyidikan, dan identifikasi forensik kepolisian.
Pasal 87 Penerbitan SIM
(1) Surat Izin Mengemudi diberikan kepada setiap calon Pengemudi yang lulus ujian mengemudi.
(2) Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(3) Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib menyelenggarakan sistem informasi penerbitan Surat Izin Mengemudi.
(4) Setiap petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang penerbitan Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menaati mekanisme penerbitan Surat Izin Mengemudi.
Pasal 88
Ketentuan lebih lanjut mengenaitata cara, persyaratan, pengujian, dan penerbitan Surat Izin Mengemudi diatur dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 89 Pemberian Tanda Pelanggaran Pada SIM
(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang memperlihatkan tanda atau data pelanggaran terhadap Surat Izin Mengemudi milik Pengemudi yang melaksanakan pelanggaran tindak pidana Lalu Lintas.
(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk menahan sementara atau mencabut Surat Izin Mengemudi sementara sebelum diputus oleh pengadilan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian tanda atau data pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 90
(1) Setiap Perusahaan Angkutan Umum wajib mematuhi dan Memberlakukan ketentuan Mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Waktu kerja bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling usang 8 (delapan) jam sehari.
(3) Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum sesudah mengemudikan Kendaraan selama 4 (empat) jam berturut-turut wajib beristirahat paling singkat setengah jam.
(4) Dalam hal tertentu Pengemudi sanggup dipekerjakan paling usang 12 (dua belas) jam sehari termasuk waktu istirahat selama 1 (satu) jam.
Pasal 91 Sanksi Administratif
(1) Setiap petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang penerbitan Surat Izin Mengemudi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (4) dikenai hukuman administratif berupa hukuman disiplin dan/atau moral profesi kepolisian.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan mekanisme pengenaan hukuman administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
BAB IX LALU LINTAS
Pasal 93 Pelaksnaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas
(1) Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dilaksanakan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas dalam rangka menjamin Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(2) Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. penetapan prioritas angkutan massal melalui penyediaan lajur atau jalur atau jalan khusus;
b. pemberian prioritas keselamatan dan kenyamanan Pejalan Kaki;
c. pemberian kemudahan bagi penyandang cacat;
d. pemisahan atau pemilahan pergerakan arus Lalu Lintas berdasarkan peruntukan lahan, mobilitas, dan aksesibilitas;
e. pemaduan aneka macam moda angkutan;
f. pengendalian Lalu Lintas pada persimpangan;
g. pengendalian Lalu Lintas pada ruas Jalan; dan/atau
h. proteksi terhadap lingkungan.
(3) Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas mencakup kegiatan:
a. perencanaan;
b. pengaturan;
c. perekayasaan;
d. pemberdayaan; dan
e. pengawasan.
Pasal 94
(1) Kegiatan perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93ayat (3) abjad a meliputi:
a. identifikasi problem Lalu Lintas;
b. inventarisasi dan analisis situasi arus Lalu Lintas;
c. inventarisasi dan analisis kebutuhan angkutan orang dan barang;
d. inventarisasi dan analisis ketersediaan atau daya tampung jalan;
e. inventarisasi dan analisis ketersediaan atau daya tampung Kendaraan;
f. inventarisasi dan analisis angka pelanggaran dan Kecelakaan Lalu Lintas;
g. inventarisasi dan analisis dampak Lalu Lintas;
h. penetapan tingkat pelayanan; dan
i. penetapan planning kebijakan pengaturan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas.
(2) Kegiatan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93ayat (3) abjad b meliputi:
a. penetapan kebijakan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas pada jaringan Jalan tertentu; dan
b. pemberian informasi kepada masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan.
(3) Kegiatan perekayasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) abjad c meliputi:
a. perbaikan geometrik ruas Jalan dan/atau persimpangan serta perlengkapan Jalan yang tidak berkaitan pribadi dengan Pengguna Jalan;
b. pengadaan, pemasangan, perbaikan, dan pemeliharaan perlengkapan Jalan yang berkaitan pribadi dengan Pengguna Jalan; dan
c. optimalisasi operasional rekayasa Lalu Lintas dalam rangka meningkatkan ketertiban, kelancaran, dan efektivitas penegakan hukum.
(4) Kegiatan pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) abjad d mencakup pemberian:
a. arahan;
b. bimbingan;
c. penyuluhan;
d. pelatihan;dan
e. proteksi teknis.
(5) Kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93ayat (3) abjad e meliputi:
a. penilaian terhadap pelaksanaan kebijakan;
b. tindakan korektif terhadap kebijakan; dan
c. tindakan penegakan hukum.
Pasal 95
(1) Penetapan kebijakan penggunaan jaringan Jalandan gerakan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) abjad a yang berupa perintah, larangan, peringatan, atau petunjuk diatur dengan:
a. Peraturan Menteri yang membidangi Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk jalan nasional;
b. perda Provinsi untuk jalan provinsi;
c. perda Kabupaten untuk jalan kabupaten dan jalan desa; atau
d. perda Kota untuk jalan kota.
(2) Perintah, larangan, peringatan, atau petunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, dan/atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas.
Pasal 96 Tanggung Jawab Pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas
(1) Menteri yang membidangi Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) abjad a, abjad b, abjad c, abjad e, abjad g, abjad h, dan abjad i, Pasal 94 ayat (2), Pasal 94 ayat (3) abjad b, Pasal 94 ayat (4), serta Pasal 94 ayat (5) abjad a dan abjad b untuk jaringan jalan nasional.
(2) Menteri yang membidangi Jalan bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) abjad a, abjad b, abjad d, abjad g, abjad h, dan abjad i, serta Pasal 94 ayat (3) abjad a untuk jalan nasional.
(3) Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) abjad a, abjad b, abjad f, abjad g, dan abjad i, Pasal 94 ayat (3) abjad c, dan Pasal 94 ayat (5).
(4) Gubernur bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk jalan provinsi sesudah menerima rekomendasi dari instansi terkait.
(5) Bupati bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk jalan kabupaten dan/atau jalan desa sesudah menerima rekomendasi dari instansi terkait.
(6) Walikota bertanggung jawab atas pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk jalan kota sesudah menerima rekomendasi dari instansi terkait.
Pasal 97
(1) Dalam hal terjadi perubahan arus Lalu Lintas secara tiba-tiba atau situasional, Kepolisian Negara Republik Indonesia sanggup melaksanakan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas kepolisian.
(2) Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memakai Rambu Lalu Lintas, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, serta alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan yang bersifat sementara.
(3) Kepolisian Negara Republik Indonesia sanggup memperlihatkan rekomendasi pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas kepada instansi terkait.
Pasal 98
(1) Penanggung jawab pelaksana Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas wajib berkoordinasi dan menciptakan analisis, evaluasi, dan laporan pelaksanaan berdasarkan data dan kinerjanya.
(2) Laporan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada lembaga Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pasal 99 Analisa Dampak Lalu Lintas
(1) Setiap rencanapembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang akan mengakibatkan gangguan Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan wajib dilakukananalisis dampak Lalu Lintas.
(2) Analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
a. analisis bangkitan dan tarikan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
b. simulasi kinerja Lalu Lintas tanpa dan dengan adanya pengembangan;
c. rekomendasi dan planning implementasi penanganan dampak;
d. tanggung jawab Pemerintah dan pengembang atau pembangun dalam penanganan dampak; dan
e. planning pemantauan dan evaluasi.
(3) Hasil analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan salah satu syarat bagi pengembang untuk mendapatkan izin Pemerintah dan/atau Pemda berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal 100
(1) Analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1) dilakukan oleh lembaga konsultan yang mempunyai tenaga hebat bersertifikat.
(2) Hasil analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (3) harus mendapatkan persetujuan dari instansi yang terkait di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pasal 101
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 dan Pasal 100 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 102 Syarat dan Prosedur Pemasangan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan Marka Jalan
(1) Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan yang bersifat perintah, larangan, peringatan, atau petunjuk pada jaringan atau ruas Jalan, pemasangannya harus diselesaikan paling usang 60 (enam puluh) hari semenjak tanggal pemberlakuan Peraturan Menteri yang membidangi sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan atau Peraturan Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1).
(2) Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kekuatan aturan yang berlaku mengikat 30 (tiga puluh) hari sesudah tanggal pemasangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kekuatan aturan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 103 Pengutamaan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas dan Rambu Lalu Lintas
(1) Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas yang bersifat perintah atau larangan harus diutamakan daripada Rambu Lalu Lintas dan/atau Marka Jalan.
(2) Rambu Lalu Lintas yang bersifat perintah atau larangan harus diutamakan daripada Marka Jalan.
(3) Dalam hal terjadi kondisi kemacetan Lalu Lintas yang tidak memungkinkan gerak Kendaraan, fungsi marka kotak kuning harus diutamakan daripada Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas yang bersifat perintah atau larangan.
(4) Ketentuan lebih lanjutmengenai Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, dan/atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pasal 104 Pengutamaan Petugas
(1) Dalam keadaan tertentu untuk Ketertiban dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sanggup melaksanakan tindakan:
a. memberhentikan arus Lalu Lintas dan/atau Pengguna Jalan;
b. memerintahkan Pengguna Jalan untuk jalan terus;
c. mempercepat arus Lalu Lintas;
d. memperlambat arus Lalu Lintas; dan/atau
e. mengalihkan arah arus Lalu Lintas.
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diutamakan daripada perintah yang diberikan oleh Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan.
(3) Pengguna Jalan wajib mematuhi perintah yang diberikan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 105 Ketertiban dan Keselamatan
Setiap orang yang memakai Jalan wajib:
a. berperilaku tertib; dan/atau
b. mencegah hal-hal yang sanggup merintangi, membahayakan Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, atau yang sanggup mengakibatkan kerusakan Jalan.
Pasal 106
(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan masuk akal dan penuh konsentrasi.
(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki dan pesepeda.
(3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan ihwal persyaratan teknis dan laik jalan.
(4) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan:
a. rambu perintah atau rambu larangan;
b. Marka Jalan;
c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
d. gerakan Lalu Lintas;
e. berhenti dan Parkir;
f. peringatan dengan bunyi dan sinar;
g. kecepatan maksimal atau minimal; dan/atau
h. tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain.
(5) Pada ketika diadakan investigasi Kendaraan Bermotor di Jalan setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor wajib menunjukkan:
a. Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor;
b. Surat Izin Mengemudi;
c. bukti lulus uji berkala; dan/atau
d. tanda bukti lain yang sah.
(6) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan.
(7) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah di Jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan dan mengenakan helm yang memenuhistandar nasional Indonesia.
(8) Setiap orang yang mengendarai dan Penumpang Sepeda Motor wajib mengenakan helm yang memenuhistandar nasional indonesia.
(9) Setiap orang yang mengendarai Sepeda Motor tanpa kereta samping dihentikan membawa Penumpang lebih dari 1 (satu) orang.
Pasal 107 Penggunaan Lampu Siang Hari
(1) Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib menyalakan lampu utama kendaraan Bermotor yang dipakai di Jalan pada malam haridan pada kondisi tertentu.
(2) PengemudiSepeda Motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.
Pasal 108 Jalur Atau Lajur Lalu Lintas
(1) Dalam berlalu lintas Pengguna Jalanharus memakai jalur Jalan sebelah kiri.
(2) Penggunaan jalur Jalan sebelah kanan hanya sanggup dilakukan jika:
a. Pengemudi bermaksud akan melewati Kendaraan didepannya; atau
b. diperintahkan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk dipakai sementara sebagai jalur kiri.
(3) Sepeda Motor, Kendaraan Bermotor yang kecepatannya lebih rendah, kendaraan beroda empat barang, dan Kendaraan Tidak Bermotor berada pada lajur kiri Jalan.
(4) Penggunaan lajur sebelah kanan hanya diperuntukkan bagi Kendaraan dengan kecepatan lebih tinggi, akan membelok kanan, mengubah arah, atau mendahului Kendaraan lain.
Pasal 109
(1) Pengemudi Kendaraan Bermotor yang akan melewati Kendaraan lain harus memakai lajur atau jalur Jalan sebelah kanan dari Kendaraan yang akan dilewati, mempunyai jarak pandang yang bebas, dan tersedia ruang yang cukup bagi Kendaraan yang akan melewati.
(2) Dalam keadaan tertentu, Pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sanggup memakai lajur Jalan sebelah kiri dengan tetap memperhatikan Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(3) Jika Kendaraan yang akan dilewati telah memberi isyarat akan memakai lajur atau jalur jalan sebelah kanan, Pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihentikan melewati Kendaraan tersebut.
Pasal 110
(1) Pengemudi yang berpapasan dengan Kendaraan lain dari arah berlawanan pada jalan dua arah yang tidak dipisahkan secara terang wajib memperlihatkan ruang gerak yang cukup di sebelah kanan Kendaraan.
(2) Pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bila terhalang oleh suatu rintangan atau Pengguna Jalan lain di depannya wajib mendahulukan Kendaraan yang tiba dari arah berlawanan.
Pasal 111
Pada jalan yang menanjak atau menurun yang tidak memungkinkan bagi Kendaraan untuk saling berpapasan, Pengemudi Kendaraan yang arahnya menurun wajib memberi kesempatan jalan kepada Kendaraan yang mendaki.
Pasal 112 Belokan atau Simpangan
(1) Pengemudi Kendaraan yang akan berbelok atau berbalik arah wajib mengamati situasi Lalu Lintas di depan, di samping, dan di belakang Kendaraan serta memperlihatkan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan.
(2) Pengemudi Kendaraan yang akan berpindah lajur atau bergerak ke samping wajib mengamati situasi Lalu Lintas di depan, di samping, dan di belakang Kendaraan serta memperlihatkan isyarat.
(3) Pada persimpangan Jalan yang dilengkapi Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Pengemudi Kendaraan dihentikan pribadi berbelok kiri, kecuali ditentukan lain oleh Rambu Lalu Lintas atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas.
Pasal 113
(1) Pada persimpangan sebidang yang tidak dikendalikan dengan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Pengemudi wajib memperlihatkan hak utama kepada:
a. Kendaraan yang tiba dari arah depan dan/atau dari arah cabang persimpangan yang lain bila hal itu dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas atau Marka Jalan;
b. Kendaraan dari Jalan utama jikaPengemudi tersebut tiba dari cabang persimpangan yang lebih kecil atau dari pekarangan yang berbatasan dengan jalan;
c. Kendaraan yang tiba dari arah cabang persimpangan sebelah kiri bila cabang persimpangan 4 (empat) atau lebih dan sama besar;
d. Kendaraan yang tiba dari arah cabang sebelah kiri di persimpangan 3 (tiga) yang tidak tegak lurus; atau
e. Kendaraan yang tiba dari arah cabang persimpangan yang lurus pada persimpangan 3 (tiga) tegak lurus.
(2) Jika persimpangan dilengkapi dengan alat pengendali Lalu Lintas yang berbentuk bundaran, Pengemudi harus memperlihatkan hak utama kepada Kendaraan lain yang tiba dari arah kanan.
Pasal 114
Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan Jalan, Pengemudi Kendaraan wajib:
a. berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain;
b. mendahulukan kereta api; dan
c. memperlihatkan hak utama kepada Kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel.
Pasal 115 Kecepatan
Pengemudi Kendaraan Bermotor di Jalan dilarang:
a. mengemudikanKendaraan melebihi batas kecepatan paling tinggi yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21; dan/atau
b. berbalapan dengan Kendaran Bermotor lain.
Pasal 116
(1) Pengemudi harus memperlambat kendaraannya sesuai dengan RambuLalu Lintas.
(2) Pengemudi harus memperlambat kendaraannya jika:
a. akan melewati Kendaraan Bermotor Umum yang sedang menurunkan dan menaikkan Penumpang;
b. akan melewati Kendaraan Tidak Bermotor yang ditarik oleh hewan, binatang yang ditunggangi, atau binatang yang digiring;
c. cuaca hujan dan/atau genangan air;
d. memasuki pusat kegiatan masyarakat yang belum dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas;
e. mendekati persimpangan atau perlintasan sebidang kereta api; dan/atau
f. melihat dan mengetahui ada Pejalan Kaki yang akan menyeberang.
Pasal 117
Pengemudi yang akan memperlambat kendaraannya harus mengamati situasi Lalu Lintas di samping dan di belakang Kendaraan dengan cara yang tidak membahayakan Kendaraan lain.
Pasal 118 Larangan Berhenti
Selain Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek, setiap Kendaraan Bermotor sanggup berhenti di setiap Jalan, kecuali:
a. terdapat rambu larangan berhenti dan/atau Marka Jalan yang bergaris utuh;
b. pada tempat tertentu yang sanggup membahayakan keamanan, keselamatan serta mengganggu Ketertiban dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan/atau
c. di jalan tol.
Pasal 119
(1) Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum atau kendaraan beroda empat bus sekolah yang sedang berhenti untuk menurunkan dan/atau menaikkan Penumpang wajib memberi isyarat tanda berhenti.
(2) Pengemudi Kendaraan yang berada di belakang Kendaraan Bermotor Umum atau kendaraan beroda empat bus sekolah yang sedang berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menghentikan kendaraannya sementara.
Pasal 120 Ketentuan Parkir Kendaraan
Parkir Kendaraan di Jalan dilakukan secara sejajar atau membentuk sudut berdasarkan arah Lalu Lintas.
Pasal 121
(1) Setiap Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain pada ketika berhenti atau Parkir dalam keadaan darurat di Jalan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk Pengemudi sepeda motor tanpa kereta samping.
Pasal 122 Ketentuan Kendaraan Tidak Bermotor
(1) Pengendara Kendaraan tidak Bermotor dilarang:
a. dengan sengaja membiarkan kendaraannya ditarik oleh Kendaraan Bermotor dengan kecepatan yang sanggup membahayakan keselamatan;
b. mengangkut atau menarik benda yang sanggup merintangi atau membahayakan Pengguna Jalan lain; dan/atau
c. memakai jalur jalan Kendaraan Bermotor bila telah disediakan jalur jalan khusus bagi Kendaraan tidak Bermotor.
(2) Pengendara sepeda dihentikan membawa Penumpang kecuali bila sepeda tersebut telah dilengkapi dengan tempat Penumpang.
(3) Pengendara gerobak atau kereta dorong yang berjalan beriringan harus memperlihatkan ruang yang cukup bagi Kendaraan lain untuk mendahului.
Pasal 123
Pengendara sepeda tunarungu harus memakai tanda pengenal yang ditempatkan pada serpihan depan dan belakang sepedanya.
Pasal 124Tata Cara Berlalu Lintas bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum
(1) Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum untuk angkutan orang dalam trayek wajib:
a. mengangkut Penumpang yang membayar sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan;
b. memindahkan penumpang dalam perjalanan ke Kendaraan lain yang homogen dalam trayek yang sama tanpa dipungut biaya tambahan bila Kendaraan mogok, rusak, kecelakaan, atau atas perintah petugas;
c. memakai lajur Jalan yang telah ditentukan atau memakai lajur paling kiri, kecuali ketika akan mendahului atau mengubah arah;
d. memberhentikan kendaraan selama menaikkan dan/atau menurunkan Penumpang;
e. menutup pintu selama Kendaraan berjalan; dan
f. mematuhi batas kecepatan paling tinggi untuk angkutan umum.
(2) Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum untuk angkutan orang dalam trayek dengan tarif ekonomi wajib mengangkut anak sekolah.
Pasal 125
Pengemudi Kendaraan Bermotor angkutan barang wajib memakai jaringan Jalan sesuai dengan kelas Jalan yang ditentukan.
Pasal 126
Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum angkutan orang dilarang:
a. memberhentikan Kendaraan selain di tempat yang telah ditentukan;
b. mengetemselaindi tempat yang telah ditentukan;
c. menurunkan Penumpang selain di tempat pemberhentian dan/atau di tempat tujuan tanpa alasan yang patut dan mendesak; dan/atau
d. melewati jaringan Jalan selain yang ditentukan dalam izin trayek.
Pasal 127 Penggunaan Jalan Selain untuk Kegiatan Lalu Lintas
(1) Penggunaan jalan untuk penyelenggaraan kegiatan di luar fungsinya sanggup dilakukan pada jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/kota, dan jalan desa.
(2) Penggunaan jalan nasional dan jalan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sanggup diizinkan untuk kepentingan umum yang bersifat nasional.
(3) Penggunaan jalan kabupaten/kota dan jalan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sanggup diizinkan untuk kepentingan umum yang bersifat nasional, daerah, dan/atau kepentingan pribadi.
Pasal 128 Tata Cara Penggunaan Jalan Selain untuk Kegiatan Lalu Lintas
(1) Penggunaan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (1) yang mengakibatkan penutupan Jalan sanggup diizinkan bila ada jalan alternatif.
(2) Pengalihan arus Lalu Lintas ke jalan alternatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas sementara.
(3) Izin penggunaan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (2) dan ayat (3) diberikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 129 Tanggung jawab
(1) Pengguna Jalan di luar fungsi Jalan bertanggung jawab atas semua akhir yang ditimbulkan.
(2) Pejabat yang memperlihatkan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (3) bertanggung jawab menempatkan petugas pada ruas Jalan untuk menjaga Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pasal 130
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan Jalan selain untuk kegiatan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127, Pasal 128, dan Pasal 129 diatur dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 131 Hak dan Kewajiban Pejalan Kaki dalam Berlalu Lintas
(1) Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan akomodasi pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan akomodasi lain.
(2) Pejalan Kaki berhak mendapatkan prioritas pada ketika menyeberang Jalan di tempat penyeberangan.
(3) Dalam hal belum tersedia akomodasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejalan Kaki berhak menyeberang di tempat yang dipilih dengan memperhatikan keselamatan dirinya.
Pasal 132
(1) Pejalan Kaki wajib:
a. memakai serpihan Jalan yang diperuntukkan bagi Pejalan Kaki atau Jalan yang paling tepi; atau
b. menyeberang di tempat yang telah ditentukan.
(2) Dalam hal tidak terdapat tempat penyeberangan yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad b, Pejalan Kaki wajib memperhatikan Keselamatan dan Kelancaran Lalu Lintas.
(3) Pejalan Kaki penyandang cacat harus mengenakan tanda khusus yang terang dan gampang dikenali Pengguna Jalan lain.
Pasal 133 Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas
(1) Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan Ruang Lalu Lintas dan mengendalikan pergerakan Lalu Lintas, diselenggarakan manajemen kebutuhan Lalu Lintas berdasarkan kriteria:
a. perbandingan volume Lalu Lintas Kendaraan Bermotor dengan kapasitas Jalan;
b. ketersediaan jaringan dan pelayanan angkutan umum; dan
c. kualitas lingkungan.
(2) Manajemen kebutuhan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara:
a. pembatasan Lalu Lintas Kendaraan perseorangan pada koridor atau daerah tertentu pada waktu dan Jalan tertentu;
b. pembatasan Lalu Lintas Kendaraan barang pada koridor atau daerah tertentu pada waktu dan Jalan tertentu;
c. pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor pada koridor atau daerah tertentu pada waktu dan Jalan tertentu;
d. pembatasan Lalu Lintas Kendaraan Bermotor Umum sesuai dengan pembagian terstruktur mengenai fungsi Jalan;
e. pembatasan ruang Parkir pada daerah tertentu dengan batasan ruang Parkir maksimal; dan/atau
f. pembatasan Lalu Lintas Kendaraan Tidak Bermotor Umum pada koridor atau daerah tertentu pada waktu dan Jalan tertentu.
(3) Pembatasan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) abjad a dan abjad b sanggup dilakukan dengan pengenaanretribusi pengendalian Lalu Lintas yang diperuntukkan bagi peningkatan kinerja Lalu Lintas dan peningkatan pelayanan angkutan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Manajemen kebutuhan Lalu Lintas ditetapkan dandievaluasi secara terencana oleh Menteri yang bertanggung jawab pada bidang Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan lingkup kewenangannya dengan melibatkan instansi terkait.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai manajemen kebutuhan Lalu Lintas diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 134 Hak Utama Pengguna Jalan
Pengguna Jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan sesuai dengan urutan berikut:
a. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
b. ambulans yang mengangkut orang sakit;
c. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada Kecelakaan Lalu Lintas;
d. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;
e. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara gila serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
f. iring-iringan pengantar jenazah; dan
g. konvoi dan/atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu berdasarkan pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 135
(1) Kendaraan yang menerima hak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 harus dikawal oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau memakai isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene.
(2) Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia melaksanakan pengamanan bila mengetahui adanya Pengguna Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas dan Rambu Lalu Lintas tidak berlaku bagi Kendaraan yang mendapatkan hak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134.
Pasal 162 Angkutan Barang Khusus dan Alat Berat
(1) Kendaraan Bermotor yang mengangkut barang khusus wajib:
a. memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut;
b. diberi tanda tertentu sesuai dengan barang yang diangkut;
c. memarkir Kendaraan di tempat yang ditetapkan;
d. membongkar dan memuat barang di tempat yang ditetapkan dan dengan memakai alat sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut;
e. beroperasi pada waktu yang tidak mengganggu Keamanan, Keselamatan, Kelancaran, dan Ketertiban Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
f. menerima rekomendasi dari instansi terkait.
(2) Kendaraan Bermotor Umum yang mengangkut alat berat dengan dimensi yang melebihi dimensi yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 harus menerima pengawalan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(3) Pengemudi dan pembantu Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum yang mengangkut barang khusus wajib mempunyai kompetensi tertentu sesuai dengan sifat dan bentuk barang khusus yang diangkut.
Pasal 200 Keamanan dan Keselamatan kemudian lintas dan Angkutan Jalan
(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia bertanggung jawab atas terselenggaranya kegiatan dalam mewujudkan dan memelihara Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(2) Penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kolaborasi antara Pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan masyarakat.
(3) Untuk mewujudkan dan memeliharaKeamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan kegiatan:
a. penyusunan program nasional Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
b. penyediaan dan pemeliharaan akomodasi dan perlengkapan Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
c. pelaksanaan pendidikan, pelatihan, pembimbingan, penyuluhan, dan penerangan berlalu lintas dalam rangka meningkatkan kesadaran aturan dan moral masyarakat dalam berlalu lintas;
d. pengkajian problem Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
e. manajemen keamanan Lalu Lintas;
f. pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan/atau patroli;
g. pendaftaran dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi; dan
h. penegakan aturan Lalu Lintas;
Pasal 208 Budaya Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(1) Pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bertangggung jawab membangun dan mewujudkan budaya Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(2) Upayamembangun dan mewujudkan budaya Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. pelaksanaan pendidikan berlalu lintas semenjak usia dini;
b. sosialisasi dan internalisasi tata cara dan moral berlalu lintas serta jadwal Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
c. pemberian penghargaan terhadap tindakan Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
d. penciptaan lingkungan Ruang Lalu Lintas yang mendorong pengguna jalan berperilaku tertib; dan
e. penegakan aturan secara konsisten dan berkelanjutan.
(3) Pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalanmenetapkan kebijakan dan jadwal untuk mewujudkan budaya Keamanan dan Keselamatan berlalu lintas.
Pasal 226 Pencegahan Kecelakaan kemudian lintas
(1) Untuk mencegah kecelakaan Lalu Lintas dilaksanakan melalui:
a. partisipasi para pemangku kepentingan;
b. pemberdayaan masyarakat;
c. penegakan hukum; dan
d. kemitraan global.
(2) Pencegahan kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pola penahapan yang mencakup jadwal jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
(3) Penyusunan jadwal pencegahan Kecelakaan Lalu Lintas dilakukan oleh lembaga Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di bawah koordinasi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 227 Tata Cara Penanganan Kecelakaan kemudian lintas
Dalam hal terjadi Kecelakaan Lalu Lintas, petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib melaksanakan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas dengan cara:
a. mendatangi tempat insiden dengan segera;
b. menolong korban;
c. melaksanakan tindakan pertama di tempat insiden perkara;
d. mengolah tempat insiden perkara;
e. mengatur kelancaran arus Lalu Lintas;
f. mengamankan barang bukti; dan
g. melaksanakan penyidikan perkara.
Pasal 229 Penggolongan dan Penanganan Perkara Kecelakaan Lalu Lintas
(1) Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan atas:
a. kecelakaan ringan;
b. kecelakaan sedang; atau
c. kecelakaan berat.
(2) Kecelakaan Lalu Lintas ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad c merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.
(3) Kecelakaan Lalu Lintas sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad bmerupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.
(4) Kecelakaan Lalu Lintas berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad a merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal duniaatau luka berat.
(5) Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sanggup disebabkan oleh kelalaian Pengguna Jalan, ketidaklaikan Kendaraan, serta ketidaklaikan Jalan dan/atau lingkungan.
Pasal 230
(1) Perkara Kecelakaan Lalu Lintas berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2) diproses dengan jadwal peradilan pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Perkara Kecelakaan Lalu Lintas sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3) diproses dengan jadwal investigasi singkat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Perkara Kecelakaan Lalu Lintas ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4) diproses dengan jadwal investigasi cepat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 231 Pertolongan dan Perawatan Korban
(1) Pengemudi Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan Lalu Lintas, wajib:
a. menghentikan Kendaraan yang dikemudikannya;
b. memperlihatkan pertolongan kepada korban;
c. melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat; dan
d. memperlihatkan keterangan yang terkait dengan insiden kecelakaan.
(2) Pengemudi Kendaraan Bermotor, yang lantaran keadaan memaksa tidak sanggup melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad a dan abjad b, segera melaporkan diri kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat.
Pasal 232
Setiap orang yang mendengar, melihat, dan/ataumengetahui terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas wajib:
a. memperlihatkan pertolongan bagi korbanKecelakaan Lalu Lintas;
b. melaporkan kecelakaan tersebut kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan/atau
c. memperlihatkan keterangan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 233 Pendataan Kecelakaan kemudian lintas
(1) Setiap kecelakaan wajib dicatat dalam formulir data Kecelakaan Lalu Lintas.
(2) Data Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksudpada ayat (1) merupakan serpihan dari data forensik.
(3) Data Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan data yang berasal dari rumah sakit.
(4) Data Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan sanggup dimanfaatkan oleh Pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pasal 234 Kewajiban dan Tanggung Jawab Pengemudi, Pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan
(1) Pengemudi, Pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga lantaran kelalaian Pengemudi.
(2) Setiap Pengemudi, Pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerusakan jalan dan/atau perlengkapan jalan lantaran kelalaian atau kesalahan Pengemudi.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku jika:
a. adanya keadaan memaksa yang tidak sanggup dielakkan atau di luar kemampuan Pengemudi;
b. disebabkan oleh sikap korban sendiri atau pihak ketiga; dan/atau
c. disebabkan gerakan orang dan/atau binatang walaupun telah diambil tindakan pencegahan.
Pasal 235
(1) Jika korban meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) abjad a, Pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memperlihatkan proteksi kepada hebat waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan kasus pidana.
(2) Jika terjadi cedera terhadap tubuh atau kesehatan korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) abjad b dan abjad c, pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memperlihatkan proteksi kepada korban berupa biaya pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan kasus pidana.
BAB XVI SISTEM INFORMASI DAN KOMUNIKASI LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
Pasal 245 Penyelenggaraan Sistem Informasi dan Komunikasi
(1) Untuk mendukung Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan sistem informasi dan komunikasi yang terpadu.
(2) Penyelenggaraan Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipakai untuk kegiatan perencanaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan serta operasional Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang meliputi:
a. bidang prasarana Jalan;
b. bidang Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
c. bidang pendaftaran dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, penegakan hukum, operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas.
Pasal 246
(1) Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 ayat (2) merupakan subsistem dalam Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(2) Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikendalikan oleh pusat kendali yang mengintegrasikan data, informasi,dan komunikasi dari setiap subsistem.
(3) Data, informasi, dan komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sanggup diakses oleh setiap Pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pasal 254
(1) Pemerintah dan Pemda wajib memperlihatkan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan dan training bagi tenaga mekanik dan Pengemudi.
(2) Pemerintah dan Pemda wajib melaksanakan Pembinaan terhadap manajemen Perusahaan Angkutan Umum untuk meningkatkan kualitas pelayanan, Keamanan,Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pasal 259 PENYIDIKAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
(1) Penyidikan tindak pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilakukan oleh:
a. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia;dan
b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad a terdiri atas:
a. Penyidik; dan
b. Penyidik Pembantu.
Pasal 260 Kewenangan Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia
(1) Dalam hal penindakan pelanggaran dan penyidikan tindak pidana, Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia selain yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang ihwal Kepolisian Negara Republik Indonesia, di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berwenang:
a. memberhentikan, melarang, atau menunda pengoperasian dan menyita sementara Kendaraan Bermotor yang patut diduga melanggar peraturan berlalu lintas atau merupakan alat dan/atau hasil kejahatan;
b. melaksanakan investigasi atas kebenaran keterangan berkaitan dengan Penyidikan tindak pidana di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
c. meminta keterangan dari Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum;
d. melaksanakan penyitaan terhadap Surat Izin Mengemudi, Kendaraan Bermotor, muatan, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, dan/atau tanda lulus uji sebagai barang bukti;
e. melaksanakan penindakan terhadap tindak pidana pelanggaran atau kejahatan Lalu Lintas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. menciptakan dan menandatangani isu jadwal pemeriksaan;
g. menghentikan penyidikan bila tidak terdapat cukup bukti;
h. melaksanakan penahanan yang berkaitan dengan tindak pidana kejahatan Lalu Lintas; dan/atau
i. melaksanakan tindakan lain berdasarkan aturan secara bertanggung jawab.
(2) Pelaksanaan penindakan pelanggaran dan penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 261
Penyidik Pembantu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 259 ayat (2) abjad b mempunyai wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 260 ayat (1), kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang dari Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pasal 262 Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 259ayat (1) abjad b berwenang untuk:
a. melaksanakan investigasi atas pelanggaran persyaratan teknis dan laik jalan Kendaraan Bermotor yang pembuktiannya memerlukan keahlian dan peralatan khusus;
b. melaksanakan investigasi atas pelanggaran perizinan angkutan orang dan/atau barang dengan Kendaraan Bermotor Umum;
c. melaksanakan investigasi ataspelanggaranmuatan dan/atau dimensi Kendaraan Bermotor di tempat penimbangan yang dipasang secara tetap;
d. melarang atau menunda pengoperasian Kendaraan Bermotor yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan;
e. meminta keterangan dari Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, atau Perusahaan Angkutan Umum atas pelanggaran persyaratan teknis dan laik jalan, pengujian Kendaraan Bermotor, dan perizinan; dan/atau
f. melaksanakan penyitaan surat tanda lulus uji dan/atau surat izin penyelenggaraan angkutan umum atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada abjad a, abjad b, dan abjad c dengan menciptakan dan menandatangani isu jadwal pemeriksaan.
(2) Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di Terminal dan/atau tempat alat penimbangan yang dipasang secara tetap.
(3) Dalam halkewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di Jalan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil wajib berkoordinasi dengan dan harus didampingi oleh Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 263 Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(1) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, selaku koordinator dan pengawas,melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(2) Dalam melaksanakan kewenangannya Penyidik Pegawai Negeri Sipil wajib berkoordinasi dengan Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyerahkan berkas kasus hasil penyidikan pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan beserta barang bukti kepada pengadilan melalui Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(4) Ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 264 Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan
Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dilakukan oleh:
a. Petugas KepolisianNegaraRepublikIndonesia; dan
b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pasal 265
(1) Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 264 meliputipemeriksaan:
a. Surat Izin Mengemudi, SuratTandaNomorKendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, TandaNomorKendaraan Bermotor, atau Tanda Coba Kendaraan Bermotor;
b. tanda bukti lulus uji bagi kendaraan wajib uji;
c. fisik Kendaraan Bermotor;
d. daya angkut dan/atau cara pengangkutan barang; dan/atau
e. izin trayek atau izin operasi.
(2) Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana dimaksud padaayat (1) sanggup dilakukan secara terencana atau insidental sesuai dengan kebutuhan.
(3) Untuk melaksanakan Pemeriksaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk:
a. menghentikanKendaraan Bermotor;
b. memintaketerangankepadaPengemudi; dan/atau
c. melaksanakan tindakan lain berdasarkan aturan secara bertanggung jawab.
Pasal 266
(1) Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 265 ayat (1) sanggup dilakukan secara insidental oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 265 ayat (1) abjad b hingga dengan abjad e sanggup dilakukan secara insidental oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
(3) Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara terencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 265 ayat (2) dalam keadaan tertentu dilakukan secara adonan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
(4) Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan investigasi Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib didampingi oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 267 Tata Cara Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
(1) Setiap pelanggaran di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang diperiksa berdasarkan jadwal investigasi cepat sanggup dikenai pidana denda berdasarkan penetapan pengadilan.
(2) Acara investigasi cepat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sanggup dilaksanakan tanpa kehadiran pelanggar.
(3) Pelanggar yang tidak sanggup hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sanggup menitipkan denda kepada bank yang ditunjuk oleh Pemerintah.
(4) Jumlah denda yang dititipkan kepada bank sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebesar denda maksimal yang dikenakan untuk setiap pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(5) Bukti penitipan uang denda wajib dilampirkan dalam berkas bukti pelanggara.
Pasal 268
(1) Dalam hal putusan pengadilan memutuskan pidana denda lebih kecil daripada uang denda yang dititipkan, sisa uang denda harus diberitahukan kepada pelanggar untuk diambil.
(2) Sisa uang denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak diambil dalam waktu 1 (satu) tahun semenjak penetapan putusan pengadilan disetorkan ke kas negara.
Pasal 269
(1) Uang denda yang ditetapkan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 267 ayat (1) disetorkan ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak.
(2) Sebagian penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan sebagai insentif bagi petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang melaksanakan penegakan aturan di Jalan yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 270 Penanganan Benda Sitaan
(1) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang melaksanakan penyitaan, penyimpanan, dan penitipan benda sitaan yang diduga bekerjasama dengan tindak pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(2) Benda sitaan disimpan di rumah penyimpanan benda sitaan negara.
(3) Dalam hal belum ada rumah penyimpanan benda sitaan negara di tempat yang bersangkutan, penyimpanan benda sitaan sanggup dilakukan di kantor Kepolisian Negara Republik Indonesia, di kantor kejaksaan negeri, di kantor pengadilan negeri, dan dalam keadaan memaksa di tempat penyimpanan lain, atau tetap di tempat semula benda itu disita.
(4) Tata cara penyitaan, penyimpanan, dan penitipan benda sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Pasal 271
(1) Penyidik wajib mengidentifikasi dan mengumumkan benda sitaan Kendaraan Bermotor yang belum diketahui pemiliknya melalui media massa.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyebutkan ciri-ciri Kendaraan Bermotor, tempat penyimpanan, dan tanggal penyitaan.
(3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan.
(4) Benda sitaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesudah lewat waktu 1 (satu) tahun dan belum diketahui pemiliknya sanggup dilelang untuk negara berdasarkan penetapan pengadilan.
Pasal 272
(1) Untuk mendukung kegiatan penindakan pelanggaran di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sanggup dipakai peralatan elektronik.
(2) Hasil penggunaan peralatan elektroniksebagaimana dimaksud pada ayat (1) sanggup dipakai sebagai alat bukti di pengadilan.
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "Pengantar Undang-Undang Kemudian Lintas Dan Angkutan Jalan"
Posting Komentar