Teknologi.id – Pertama kali dalam sejarah Bumi, kadar karbondioksida (CO2) di atmosfer mencapai 415,26 pecahan per satu juta partikel akibat polusi udara. Data ini diambil dari sensor di Observatorium Mauna Loa, sebagai pecahan dari penelitian National Oceanic and Atmospheric Agency (NOAA).
Makin banyaknya kadar CO2 di atmosfer disebabkan sifatnya yang memantulkan panas kembali ke Bumi. Ketika cahaya matahari masuk ke Bumi, panasnya akan diserap atau dipantulkan oleh daratan dan lautan.
Baca juga: iPhone 11 Bakal Bisa Deteksi Bau Badan dan Polusi Udara, Apa Benar?
Akan tetapi, dengan tingginya kadar CO2 di udara, radiasi panas ini terpantul kembali ke Bumi alih-alih keluar dari atmosfer. Sehingga, tingginya kadar CO2 di udara besar lengan berkuasa pada peningkatan pemanasan global. Nah, inilah yang dikenal dengan efek gas rumah kaca.
Efek gas rumah beling bergotong-royong baik untuk menjaga kehidupan supaya kehangatan suhu Bumi tetap terjaga. Namun, kadar CO2 yang terlalu tinggi menjadikan panas yang terperangkap di atmosfer Bumi pun meningkat, sehingga membahayakan kehidupan.
Dalam catatan NOAA, “peningkatan gas rumah beling telah menciptakan penganggaran energi di Bumi tidak seimbang, lantaran ia menjebak lebih banyak panas dan menaikkan suhu rata-rata Bumi,” menyerupai dilansir dari TechCrunch, Senin (13/5/2019).
This is the first time in human history our planet's atmosphere has had more than 415ppm CO2.
Not just in recorded history, not just since the invention of agriculture 10,000 years ago. Since before modern humans existed millions of years ago.
We don't know a planet like this. https://t.co/azVukskDWr
— Eric Holthaus (@EricHolthaus) May 12, 2019
Peneliti Islandia ketika ini tengah mencari cara untuk mengurangi jumlah karbondioksida di bumi. Belakangan, mereka menemukan teknologi yang dapat mengubah karbondioksida menjadi batuan padat.
Teknologi ini dikembangkan oleh Snaebjornsdottir beserta timnya yang terdiri dari insinyur dan peneliti dari perusahaan Reykj4vik Energy, University of Iceland, France’s National Centre for Scientific Research (CNRS) dan Columbia University dalam proyek CarbFix.
Proses Pemadatan Karbondioksida (CO2) ke dalam Batu
Teknologi ini menggandakan proses alami pengubahan karbon oleh batuan basalt yang biasanya menghabiskan waktu sampai ribuan tahun.
Awalnya, karbondioksida ditangkap di udara dan dicairkan menjadi kondensat, kemudian dilarutkan dalam air. Air dengan kandungan CO2 itu kemudian disalurkan ke dalam bangunan berbentuk igloo dan disuntikkan ke dalam watu 1.000 meter di bawah tanah dengan tekanan tinggi.
Ketika CO2 mengisi rongga-rongga watu basalt dan bersentuhan dengan kalsium, magnesium dan besi, maka proses pemadatan sudah dimulai.
Baca juga: Manfaatkan Kekayaan Mineral Asteroid, Tambang Luar Angkasa Segera Terwujud
Proses pemadatan membutuhkan waktu 2 tahun dari karbondioksida diinjeksi sampai benar-benar terserap ke dalam batu. Jauh lebih singkat dari proses natural yang mencapai ribuan tahun.
Proyek CarbFix ini tetap mengorbankan sumber daya alam untuk menunjang kegiatannya, ialah air. Dibutuhkan sekitar 25 ton air yang telah disuling sehingga tak mengandung garam per 1 ton karbondioksida yang diinjeksi ke dalam batu.
Meski begitu, teknologi ini dinilai dapat mengurangi emisi karbon secara besar-besaran dan akan terus dikembangkan.
“Proyek ini memang butuh banyak air, tapi kita dapat ambil laba yang lebih besar dari kehilangan air, ialah menghilangkan CO2 dari muka bumi,” ungkap eksekutif proyek Carbfix, Edda Sif Aradottir.
(FM)
Sumber https://teknologi.id
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "√ Perangi Polusi Udara, Peneliti Temukan Teknologi Ubah Co2 Jadi Batu"
Posting Komentar