√ Diare Pada Anak

Diare didefinisikan sebagai peningkatan dari frekuensi tinja atau konsistensinya menjadi lebih lunak sehingga dianggap asing oleh ibunya. Untuk keperluan diagnosis, secara epidemiologis dalam masyarakat, diare didefinisikan sebagai berak lembek cair hingga cair 3-5 kali perhari.

Diare akut yaitu diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Penyakit ini ditularkan secara fecal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar. Diare yaitu penyebab utama kesakitan dan ajal pada anak di negara berkembang. Sekitar 80% ajal yang berafiliasi dengan diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Penyebab utama ajal lantaran diare yaitu kehilangan cairan tubuh sebagai akhir kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinja.

Penyebab diare akut paling sering yaitu faktor infeksi. Pada garis besarnya dibagi menjadi 2 golongan yaitu bisul parenteral dan enteral. Infeksi enteral merupakan bisul dalam usus dimana 50 % diare pada anak disebabkan lantaran virus.

Diare didefinisikan sebagai peningkatan dari jumlah tinja dan penurunan konsistensi tinja dari lembek cair hingga cair, dengan atau tanpa darah dan atau tanpa lendir di dalam tinja, di mana manifestasi klinik yang utama yaitu kehilangan air dan elektrolit melalui jalan masuk cerna. Untuk keperluan diagnosis, secara epidemiologis dalam masyarakat, diare didefinisikan sebagai berak lembek cair hingga cair 3-5 kali perhari. Berdasarkan waktunya, diare dibagi menjadi diare akut dan diare kronik. Diare kronik yaitu diare yang melanjut hingga 2 ahad atau lebih.
Pembagian diare berdasarkan Depkes mencakup diare tanpa tanda dehidrasi, kehilangan cairan tubuh ringan sedang, dan kehilangan cairan tubuh berat. Dehidrasi terjadi bila cairan yang keluar lebih banyak daripada cairan yang masuk. Diare tanpa tanda kehilangan cairan tubuh terjadi bila kehilangan cairan <5% BB, diare kehilangan cairan tubuh ringan sedang bila kehilangan cairan 5-10% BB, dan diare kehilangan cairan tubuh berat bila kehilangan cairan >10% BB.

ETIOLOGI
Faktor Psikis
Pada faktor psikis, keadaan depresi atau stress emosional yang lainnya, melalui susunan syaraf vegetatif sanggup mengganggu jalan masuk cerna dengan meningkatnya peristaltik usus sehingga terjadi diare.

Faktor Makanan
Makanan merupakan penyebab diare non-infeksi yang paling sering. Makanan yang sanggup mengakibatkan diare antara lain makanan yang wangi yang mengandung racun, makanan yang tidak sesuai dengan umur bayi, dan perubahan susunan makanan yang mendadak, hal ini sering terjadi pada bayi.

Faktor Konstitusi
Faktor konstitusi yaitu kondisi jalan masuk cerna yang dijumpai pada keadaan intoleransi laktosa, malabsorbsi lemak dan intoleransi protein. Malabsorbsi merupakan gangguan transportasi mukosa yang asing yang disebabkan oleh satu atau lebih substansi spesifik yang akan mengakibatkan ekskresi feses dari nutrisi yang dicerna. Malabsorbsi sanggup terjadi pada penyakit gangguan pancreas, empedu dan gangguan usus (seperti kerusakan mukosa usus, gangguan motilitas usus, perubahan ekologi kuman usus, tindakan post operatif usus). Di samping itu malabsorbsi sanggup terjadi lantaran gangguan metabolisme kongenital, malnutrisi, defisiensi imunitas dan faktor emosi. Pada pasien ini, faktor konstitusi sanggup disingkirkan lantaran tidak terdapat faktor-faktor tersebut diatas selain itu malabsorbsi biasanya terjadi pada diare kronis.

Faktor Infeksi
Faktor bisul merupakan penyebab yang paling sering, baik bisul kuman gram negatif dan gram positif, virus dan parasit. Infeksi sanggup berupa bisul enteral dan parenteral. Infeksi enteral merupakan bisul di usus yang sanggup disebabkan oleh virus (terbanyak ialah rota virus), kuman (shigella, vibrio cholera, ETEC, EIEC, salmonella) dan benalu (amuba, giardia dan cacing).Virus mengakibatkan 50% dari kasus diare pada anak. Infeksi parenteral merupakan bisul diluar usus yang memacu kegiatan saraf parasimpatis sehingga sanggup menghipnotis jalan masuk cerna berupa peningkatan sekresi sehingga terjadi diare. Beberapa bisul yang sering disertai diare yaitu bisul jalan masuk nafas, bisul jalan masuk kemih, campak dan lain-lain.

KOMPLIKASI
Dehidrasi
Dehidrasi terjadi bila cairan yang dikeluarkan lebih banyak daripada yang masuk. Hal ini disebabkan oleh berak yang berlebihan, muntah, dan penguapan lantaran demam. Pengeluaran cairan badan sangat dipengaruhi oleh jumlah, frekuensi, dan komposisi elektrolit tinja. Dehidrasi merupakan keadaan yang berbahaya lantaran mengakibatkan penurunan volume darah, kolaps kardiovaskuler, dan ajal bila tak ditangani dengan tepat.

Salah satu tanda-tanda kehilangan cairan tubuh yaitu sindroma stress berat (syok hipovolemi), kegagalan sirkulasi darah yang berlangsung usang dan mengakibatkan gangguan sirkulasi perifer, dimana kegagalan ini akan menghipnotis metabolisme sel sehingga akan timbul kenaikan sisa-sisa asam metabolik dan akan menjadikan asidosis metabolik yang ditandai dengan adanya nafas kussmaul.

Imbalance Elektrolit
Karena terjadi pergeseran cairan intraseluler ke ruang interstisial, maka terjadi pergeseran ion K+ dari dalam sel ke ruang interstitial pula. Penurunan kadar ion K+ ini mengakibatkan tonus sel dan jaringan menurun. Keadaaan hipokalemia yang sangat berat sanggup menjadikan tanda-tanda ileus paralitikus atau arritmia kordis Kadang-kadang, keadaan hipokalemia ini timbul pada proses rehidrasi, hal ini kadang disebabkan oleh sumbangan cairan yang terlalu cepat, sehingga sebagian ion K+ akan terdesak keluar sel, sehingga timbul keadaan hipokalemia sehingga perut menjadi kembung dan suara usus berkurang atau menghilang.

Asidosis
Pada ketika diare, sejumlah besar bicarbonat sanggup hilang melalui tinja. Pengeluaran bicarbonat bersama-sama tinja, akan menaikkan konsentrasi ion H+ sehingga mengakibatkan pH turun.

PENGELOLAAN
Aspek Rehidrasi
Penderita diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung ion Na, Cl, K, Ca dan bikarbonat. Semua komplikasi diare akut disebabkan lantaran kehilangan air dan elektrolit melalui tinja, juga melalui muntah dan panas. Kehilangan ini mengakibatkan dehidrasi, asidosis dan kekurangan kalium.

Terapi cairan ditujukan untuk mempertahankan atau menggantikan komposisi dan volume normal cairan tubuh. Terapi cairan terdiri atas tiga kategori: rehidrasi (deficit replacement), rumatan (maintenance), dan pemanis (supplemental replacement of ongoing losses). Defisit replacement ditujukan untuk menggantikan kehilangan cairan dan elektrolit yang hilang secara asing per kgBB, contohnya akhir penyakit. Terapi rumatan (maintanance) ditujukan untuk fungsi metabolisme basal dan menggantikan cairan dan elektrolit badan yang hilang secara fisiologis, contohnya feses, renal water losses, dan insensibble water losses. Insensible water losses meningkat 12,5% setiap kenaikan 1ºC, sedangkan terapi pemanis (supplemental replacement) diberikan bila ada indikasi, sebagai pemanis terhadap maintanance dan deficit, berdasarkan asumsi akan berlanjutnya kehilangan cairan dan elektrolit.

Tujuan dalam pengelolaan rehidrasi yang disebabkan diare yaitu untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat dan kemudian mengganti cairan yang hilang hingga diarenya berhenti. Kehilangan cairan sanggup diganti baik melalui oral maupun parenteral.

Pada kehilangan cairan tubuh ringan sedang terjadi kehilangan cairan 5-10%BB, sehingga dilakukan rencana terapi B yaitu rehidrasi oral dengan oralit 75 ml/kgBB dipantau selama 3 jam pertama. Bila sudah tidak ada dehidrasi, ganti ke rencana A, yaitu dengan menawarkan oralit 50-100ml/tiap kali mencret. Bila masih masuk kehilangan cairan tubuh ringan sedang, ulangi sumbangan oralit. Bila tidak juga teratasi atau terdapat penyulit menyerupai muntah, demam, dan kejang maka cairan sanggup diberikan lewat jalur intravena.
Pada penderita ini terjadi kehilangan cairan tubuh ringan sedang, sehingga jumlah cairan yang hilang berdasarkan derajat kehilangan cairan tubuh pada anak dibawah 2 tahun yaitu sebesar 200 ml/kgBB/hari. Angka ini didapat berdasarkan perhitungan: Cairan=PWL+NWL+CWL
1. PWL (Previous water loss)
2. NWL (Normal water loss)
3. CWL (Concomitan water losses)
Anak umur 3 bulan, BB 5800 g, BB koreksi 6270 g. Untuk memenuhi kebutuhan cairan, dipilih infus KAEN 3B lantaran memiliki kandungan glukosa dan elektrolit yang hampir sama jenis dan jumlahnya dengan elektrolit yang hilang (elektrolit dalam feses) akhir diare non kolera. Pada hari pertama diberikan KAEN 3B 960/40/10 tetes per menit dan oralit 100cc/mencret. Kebutuhan cairan sebagian diberikan melalui infus, sebagian peroral dan secara keseluruhan telah memenuhi kebutuhannya, lantaran jmlah cairan yang masuk yaitu 114.83%. Alasan sumbangan infus pada pasien ini yaitu adanya muntah yang menghambat sumbangan asupan makanan dan lantaran dikhawatirkan akan jatuh pada keadaan kehilangan cairan tubuh berat.

Aspek Dietetik
Selama anak diare, terdapat gangguan gizi yang disebabkan intake dan absorbsi yang kurang, dan metabolisme yang terganggu. Untuk memenuhi kebutuhan cairan, selain dari infus juga tetap diberikan ASI lantaran dengan sumbangan ASI akan memperpendek masa diare, memiliki nilai gizi tinggi dan gampang dicerna, serta mengandung factor proteksi: antibody, sel-sel darah putih, enzim dan hormon yang melindungi permukaan usus bayi terhadap invasi mikroorganisme patogen dan protein asing. Selain itu juga ditambah susu LLM 8x60cc dan sumbangan oralit tiap mencret bila anak mau minum.
Kombinasi diet ini belum mencukupi kebutuhan kalori harian pada anak ini yaitu sebesar 72,60% dan protein sebesar 72,84%. Hal ini disebabkan pada hari pertama anak membutuhkan cairan lebih banyak untuk rehidrasi sehingga sumbangan dietnya harus menyesuaikan dengan jumlah infus yang diberikan. Jumlah kalori akan ditingkatkan secara sedikit demi sedikit pada hari berikutnya seiring dengan pengurangan jumlah infus.
LLM diberikan lantaran pada pasien ini terjadi intoleransi laktosa yang ditandai dari hasil investigasi clini tes (+).Laktosa hanya sanggup diserap oleh usus sesudah dihidrolisis menjadi monosakarida oleh enzim lactase bila kegiatan lactase menurun atau tidak ada sama sekali makalaktosa yang tidak tercerna akan masuk ke usus besar dan difermentasi oleh mikroflora usus dan dihasilkan asam laktat dan gas. Adanya produksi gas inidapat mengakibatkan terjadinya kembung,mulas dan diare.(9)Intoleransi laktosa ringan bersifat sementara dan dalam waktu 2-3 hari akan sembuh terutama pada anak dengan gizi yang baik. Sebagaimana intoleransi laktosa, maka intoleransi lemak pada diare akut sifatnya sementara dan tidak terlalu berat sehingga tidak memerlukan formula khusus. Pda situasi yang memerlukan banyak energi menyerupai pada fase penyembuhan diare,diet rendah lemak justru sanggup memperburuk keadaan malnutrisi dan sanggup menjadikan diare kronik.

Aspek Medikamentosa
Pada dasarnya pengobatan yang diberikan mencakup 3 aspek yaitu pengobatan simtomatik, pengobatan suportif termasuk rehidrasi dan tranfusi, dan pengobatan kausal.
Obat anti diare tidak perlu diberikan lantaran tidak satupun obat tersebut memberi imbas nyata pada patofisiologi diare. Hal tersebut justru memperlambat motilitas usus dan sanggup memperpanjang enteritis lantaran infeksi. Sebagian besar kasus diare tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotika. Antibiotika hanya diharapkan pada sebagian kecil penderita contohnya kolera, shigella, lantaran penyebab terbesar diare pada anak yaitu virus. Kecuali pada bayi di bawah usia 2 bulan lantaran potensi terjadinya sepsis oleh lantaran kuman gampang mengadakan translokasi kedalam sirkulasi, atau pada anak atau bayi yang memperlihatkan secara klinis tanda-tanda yang beratserta berulang atau diare dengan darah dan lendir yang terperinci atau tanda-tanda sepsis.Oleh lantaran itu sumbangan antibiotik pada pasien ini gotong royong kurang bermanfaat. Pemberian vitamin B kompleks berfungsi sebagai roboransia untuk meningkatkan imunitas jalan masuk cerna.

Aspek Edukasi
Menjelaskan biar ibu menawarkan oralit sesendok teh tiap 1-2 menit hingga habis, apabila anak muntah maka dilarang dahulu +10 menit kemudian dilanjutkan lagi tetapi lebih lambat contohnya sesendok tiap 2-3 menit. Perlunya menjaga kebersihan diri dan alat-alat makan/minum (dot) dengan cara basuh tangan sebelum menciptakan susu dan memakai alat-alat makan/minum yang sudah dicuci higienis atau direbus dahulu. Perlu pemahaman mengenai tanda-tanda kehilangan cairan tubuh menyerupai rewel, kehausan, mata cekung, menangis tidak keluar air mata, bibir kering. Bila anak diare disertai muntah berulang, anak tampak kehausan sebaiknya segera dibawa ke Rumah Sakit atau poliklinik terdekat (penting bila sesudah pulang dari RSDK anak sakit lagi). Menganjurkan menjaga kebersihan lingkungan dan kebersihan pribadi contohnya tidak membuang sampah sembarangan, buang air besar di jamban, mencuci tangan sebelum menciptakan susu atau menbuang kotoran. Menganjurkan untuk memakai air higienis untuk menciptakan susu, air harus dimasak hingga mendidih. Memberitahu ibu cara melaksanakan sterilisasi dot yang benar.

Sumber:
Adam, George L Boeis. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta; 1994.

Adelman D, Solhung J. Patofisiologi Cairan Tubuh dan Terapi Cairan. Dalam: Wahab S, editor. Nelson ilmu kesehatan anak, edisi 15. Jakarta. EGC. 1999

Arief Mansjoer. Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok. Dalam: Kapita selekta kedokteran. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI. 1999

Bambang SS. Pelajaran Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok. Semarang FK UNDIP. 1991.

Bass M. Rotavirus dan Agen-Agen Virus Gastroenteritis Lain. Dalam: Wahab S, editor. Nelson ilmu kesehatan anak. edisi 15. Jakarta. EGC. 1999.

Brooks G F, Butel J S, Ornston L N, Jawetz E, Melnick J L dan Adelberg E A. Streptokokus. Dalam: Mikrobiologi Kedokteran. Editor Indonesia: Setiawan I. Edisi 20. EGC. Jakarta. 1996.

Buku Ajar Diare. Depkes RI Ditjen PPM dan PLP. Jakarta. Depkes RI, 1999.

Guyton, Hall. Ginjal dan Cairan Tubuh. Dalam: Buku bimbing fisiologi kedokteran, edisi 9. Jakarta. EGC. 1999.

Hasan R, Alatas H. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Buku 1. Jakarta. Badan Penerbit FK UI. 1997.

Kandun I Nyoman, Upaya Pencegahan Diare Ditinjau Dari Aspek Kesehatan Masyarakat. Kongres Nasional II BKGAI. Bandung. Departemen Kesehatan RI. 2003.

Markum A.H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak I. Jakarta. Balai Penerbit FK UI. 1991.

Partawihardja IS. Pengantar Diare Akut Anak Diare Kronik. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1991

Riedel BD, Ghisan FK. Acute Diarrhea. In: Walker WA, Durie PR, Hamilton JR, Smith JA, ed; Pediatric Gastrointestinal disease, Vol. 1, 2nd ed. Missouri. Mosby. 1991.

Roy CC, Sylverman A. Pediatric Clinical Gastroenterology, 4th ed. Missouri: Mosby. 1995.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Gastroenterologi. Dalam: Anak Buku Kuliah Ilmu Kesehatan I. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1985.

Sudigbia I, Budi Santoso, Hartantyo. Diare akut. Dalam: Pedoman Pelayanan Medik Anak RSDK/FK UNDIP. Semarang. 1989.

Suharyono. Gastroenteologi Anak Praktis. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1998.

Suroto. Buku Ajar Diare. Jakarta. Departemen Kesehatan RI Ditjen PPN dan PLP. 1990.

Taketomo CK, Hodding JH, Kraus DM. Pediatric Dosage Handbook 9th ed. Hudson. Lexi-comp’s Clinical Refence Libery. 2002.

Todd J. Infeksi streptokokus. Dalam: Behrman R E, Kliegman R, Arvin A M. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Editor Indonesia: Wahab A S. Volume 2. Edisi 15. EGC. Jakarta. 2000.


Sumber http://timbangrasaclinic.blogspot.com

Mari berteman dengan saya

Follow my Instagram _yudha58

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "√ Diare Pada Anak"

Posting Komentar