Tulisan ini ditulis oleh Dr. Kartono Mohamad, mantan Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia masa bakti 1985 – 1989, 1991 – 1994, dengan ciri khas seorang senior yang sangat saya hormati menumpahkan pemikirannya dengan tulisannya kritis serta tajam dengan disertai contoh-contoh di lapangan serta data-data yang dipaparkan dalam goresan pena itu sulit dibantah dan berikut goresan pena ini menyinggung wacana kebijakan pemerintah Republik Indonesia atas sesuatu yang “baru”, yaitu Dokter Layanan Primer atau DLP.
Tidak semua dokter yang lulus dari fakultas kedokteran akan berpraktik melayani pasien. Ada yang mengkhususkan mendalami ilmu nonklinik, menjadi peneliti, atau menjadi pengajar. Yang berpraktik melayani pasien ada dua macam, sebagai pemberi layanan lini pertama dan ada yang memberi pelayanan di lini kedua atau ketiga. Di Inggris dan negara-negara persemakmuran (kecuali Kanada), mereka disebut General Practitioners (GP). Thailand juga menyebut mereka GP. Di Amerika Serikat, Kanada, Filipina, dan negara penganut sistem Amerika, mereka disebut Family Physicians (FP).
Status mereka setara dengan dokter seorang hebat klinik, hanya lingkup kerjanya berbeda. Untuk sanggup menyebut dirinya sebagai GP (untuk negara persemakmuran) dan FP untuk AS, Kanada dan Filipina, mereka harus mengikuti pendidikan berkelanjutan yang diselenggarakan oleh College of General Practitioners (Inggris) atau Academy of Family Phyisician (AAFP untuk Amerika, CAFP untuk Kanada, dan PAFP untuk Filipina). Untuk sanggup mempertahankan gelar sebagai “fellow”, setiap tahun mereka harus mengumpulkan sejumlah angka kredit yang diperoleh dari pendidikan berkelanjutan tersebut.
American Academy of Family Physicians, dalam buku panduannya, menyebutkan bedanya seorang FP dan seorang seorang hebat klinik. Seorang FP (Dokter Keluarga) menangani pasien dari ujung kaki hingga ujung rambut dan dalam habibat alaminya (dianalogikan dengan gim warden yang menjaga binatang dalam habitat aslinya), sedangkan seorang seorang hebat (klinik) menangani pasien dalam habitat yang artifisial, yakni dalam lingkungan klinik atau rumah sakit. Seperti zoo keeper yang menangani binatang dalam lingkungan buatan (artifisial).
Selain istilah Dokter Keluarga (Family Physician untuk Amerika) dan Dokter Umum (General Practitioner untuk Inggris), di Amerika juga dikenal istilah Primary Care Physician (PCP), yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Dokter Layanan Primer (DLP). Tetapi PCP di Amerika bukanlah suatu cabang atau strata spesialisasi, melainkan lebih menggambarkan fungsi. Fungsi PCP atau DLP ialah memperlihatkan pelayanan pertama pada pasien. Pelayanan yang bukan hanya dalam keadaan gawat darurat (emergency), tetapi juga pelayanan pasien dalam keadaan sakit biasa. Termasuk kunjungan ke rumah, vaksinasi, pencegahan, dsb. Yang termasuk dalam Primary Care Physician di Amerika itu bukan hanya Family Physician (dokter keluarga atau dokter umum), tetapi juga seorang hebat anak (pediatricians), internis, dan beberapa negara bab memasukkan juga seorang hebat ginekologi. Bahkan ada juga yang memasukkan Nurse Practitioner (perawat praktik) ke dalam kelompok PCP.
Academy of FP atau College of GP bukanlah sekadar perkumpulan atau persatuan dokter umum. Mereka benar-benar menjaga kemampuan dan keterampilan profesional para dokter umum (dokter keluarga) melalui pendidikan berkala. AAFP mengharuskan dokter umum memperoleh 100 satuan kredit setiap tahunnya, dan memperlihatkan semacam gelar Fellow of AAFP. Kalau dalam tiga tahun seorang dokter keluarga tidak sanggup mengumpulkan 300 satuan kredit, maka gelar Fellow-nya diturunkan menjadi Associate, dan jika tetap gagal, akan dicabut gelar Fellow-nya.
Keharusan memperoleh sejumlah satuan kredit itu tidak ada kaitannya dengan ijin (lisensi) untuk praktik. Untuk sanggup memperoleh ijin praktik di AS, seorang dokter (baik dokter umum/keluarga atau seorang hebat klinik) masih harus mengikuti ujian lagi yang diselenggarakan oleh negara bagian. Untuk Inggris dan negara persemakmuran, ijin praktik diperoleh melalui pendaftaran dan ujian di General Medical Council.
Kondisi Indonesia
Indonesia ialah negara serba tidak jelas. Selain ada Persatuan Dokter Umum, juga ada Persatuan Dokter Keluarga, yang tidak terperinci bedanya serta ruang lingkup tugasnya. Di AS, hanya ada satu Academy of FP dan di Inggris hanya ada satu College of GP. Dua forum di AS dan Inggris itu bukan hanya menyatukan para dokter keluarga atau dokter umum, tetapi yang lebih utama ialah melaksanakan training dan pendidikan secara terprogram dan berkelanjutan.
Dalam lingkup dunia, College of GP dan Academy of FP berkumpul dalam sebuah organisasi yang disebut WONCA (World Organization of College and Academy of GP and FP). Indonesia pernah menjadi tuan rumah kongres WONCA tahun 1990 di Bali, meskipun belum mempunyai College of GP atau Academy of FP. Dalam WONCA, posisi dokter keluarga (FP) dan dokter umum (GP) ialah setara, yang juga diakui oleh kalangan kedokteran di negara mereka masing-masing. Amerika dan Inggris mengakui bahwa FP dan GP ialah salah satu cabang spesialisasi kedokteran, menyerupai halnya seorang hebat klinik yang lain.
Sifat feodalis di masyarakat Indonesia menciptakan stratifikasi semacam kasta di kalangan kedokteran, dengan dokter umum sebagai kasta terendah. Diikuti dengan dokter seorang hebat kemudian subspesialis, sebagai kasta yang lebih tinggi dan tertinggi. Stratifikasi kasta itu tidak hanya diyakini oleh para dokter, tetapi juga masyarakat dan penentu kebijakan negara. Yang ujung-ujungnya pada pembedaan tarif layanan atau remunerasi. Sehingga, terkesan bahwa pendirian persatuan dokter umum yang berbeda dengan persatuan dokter keluarga lebih didasari oleh cita-cita membentuk kasta baru. Tanpa aktivitas terstruktur training atau pendidikan berkelanjutan menyerupai yang dilakukan oleh Academy of FP atau College of GP di negara lain. Maka, imbas kehadiran dua organisasi Indonesia terhadap mutu pelayanan dokter bagi masyarakat juga belum terasa.
Melihat kenyataan itu, Pemerintah Indonesia menambahkan kerancuan lagi dengan membentuk strata spesialisasi gres yang disebut Dokter layanan Primer (DLP). Konon, menjiplak negara lain yang juga mengenal DLP. Kemungkinan sekali yang ditiru ialah Amerika. Tetapi menyerupai diutarakan di atas, DLP di Amerika bukanlah strata spesialisasi baru.
Hanya memperlihatkan lingkup fungsi pelayanan. Oleh alasannya itu, yang termasuk DLP di AS bukan hanya dokter keluarga (FP) tetapi juga internis, dokter anak, seorang hebat kebidanan, dan bahkan perawat praktik (Nurse Practitioner). Dengan mental feodalistis dan kebiasan pengkastaan, pembentukan DLP sebagai seorang hebat ini hanya menambah kasta gres lagi.
Kalau duduk perkara yang dihadapi ialah kemampuan dokter umum yang tidak selalu sesuai dengan kebutuhan di masyarakat akan layanan primer, maka penyelesaiannya seharusnya memperbaiki kurikulum pendidikan dokter, dan melaksanakan pendidikan berkelanjutan yang bersifat wajib bagi dokter yang sudah lulus, menyerupai halnya yang dilakukan di AS, Inggris dan negara-negara lainnya. Di sisi lain, para dokter (IDI) melaksanakan pembenahan organisasi, sehingga tidak perlu ada Persatuan Dokter Umum dan Persatuan Dokter Keluarga yang bangun sendiri-sendiri, tetapi tidak punya visi yang jelas. Kemudian menyusun aktivitas pembinaan/pendidikan berkelanjutan yang terstruktur serta selalu diadaptasi dengan perkembangan lingkungan yang terjadi, baik lingkungan ilmu maupun lingkungan sosial. Hapuskan pula mental feodal yang menciptakan kastanisasi profesi dokter.
Kartono Mohamad
Dokter, tinggal di Jakarta
Sumber aciknadzirah.blogspot.com
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "√ Kastanisasi Profesi Dokter"
Posting Komentar