Kisah Umar Bin Khattab Dan Rakyat Jelata

Kisah referensi islami pada malam ini akan sedikit bercerita perihal kepedulian Khalifah Umar bin Khattab terhadap rakyat miskin. Kisah ini sudah sangat populer di kalangan Umat Islam.
Bagi para pembaca, silahkan siapkan tisu untuk menyeka air mata yang kemungkinan akan keluar pada simpulan dongeng ya.


Assalamu'alaikum wr.wb.
Kisahnya.
Semua sudah tahu kan dengan sosok pemimpin Islam yang menjadi Khalifah kedua, dialah Umar bin Khattab r.a. Umar bin Khattab ini masuk dalam Islam berkat hidayah dari Allah yang pertama, yang kedua berkat doa Rasulullah SAW dan yang ketiga berkat adiknya Fatimah yang terlebih dulu menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW berkat lantunan ayat suci Al-Qur'an yang dibacanya.
Doa Rasulullah kala itu adalah,
"Semoga Allah memberi kejayaan pada Islam dengan masuknya Umar ke dalam Islam."
Dan Allah SWT pun mengabulkan doa tersebut.

Kembali ke pokok cerita, antara Khalifah Umar dan rakyat.
Umar ialah sosok pemimpin referensi yang sangat mengerti kepentingan rakyatnya. Padahal ia sendiri hidup dalam kondisi sangat sederhana.
Pada suatu malam, sudah menjadi kebiasaan bahwa Khalifah Umar bin Khattab sering berkeliling mengunjungi, menginvestigasi kondisi rakyatnya dari dekat.
Nah, pada suatu malam itu, ia menjumpai sebuah gubuk kecil yang dari dalam terdengar bunyi tangis anak-anak. Ia pun mendekat dan mencoba untuk memperhatikan dengan seksama keadaan gubuk itu.

Dialog Umar bin Khattab dengan seorang Ibu. 
Ternyata dalam gubuk itu terlihat seorang ibu yang sedang memasak, dan dikelilingi oleh anak-anaknya yang masih kecil.
Si ibu berkata kepada anak-anaknya,
"Tunggulah...! Sebentar lagi makanannya matang."
Sang Khalifah memperhatikan dari luar, si ibu terus menerus menenangkan anak-anaknya dan mengulangi perkataannya bahwa kuliner yang dimasaknya akan segera matang.
Sang Khalifaf menjadi sangat penasaran, alasannya ialah yang dimask oleh ibu itu tidak kunjung matang, padahal sudah usang ia memasaknya.

Akhirnya Khalifah Umar tetapkan untuk menemui ibu itu,
"Mengapa anak-anakmu tidak juga berhenti menangis, Bu..?" tanya Sang Khalifah.
"Mereka sangat lapar," jawab si ibu.
"Kenapa tidak cepat engkau berikan kuliner yang dimasak dari tadi itu?" tanya Khalifah.
"Kami tidak ada makanan. Periuk yang dari tadi saya masak hanya berisi kerikil untuk mendiamkan mereka. Biarlah mereka berfikir bahwa periuk itu berisi makanan, dengan begitu mereka akan berhenti menangis alasannya ialah kelelahan dan tertidur." jawab si ibu.

Setelah mendengar jawab si ibu, hati sang Kahlifah Umar bin Khattab serasa teriris.
Kemudian Khalifah bertanya lagi,
"Apakah ibu sering berbuat demikian setiap hari?"
"Iya, saya sudah tidak mempunyai keluarga atau pun suami daerah saya bergantung, saya sebatang kara...," jawab si ibu.
Hati dari sang Khalifah laksana mau copot dari badan mendengar penuturan itu, hati terasa teriris-iris oleh sebilah pisau yang tajam.
"Mengapa ibu tidak meminta pertolongan kepada Khalifah supaya ia sanggup meolong dengan santunan uang dari Baitul Mal?" tanya sang khalifah lagi.
"Ia telah zalim kepada saya...," jawab si ibu.
"Zalim....," kata sang khalifah dengan sedihnya.
"Iya, saya sangat menyesalkan pemerintahannya. Seharusnya ia melihat kondisi rakyatnya. Siapa tahu ada banyak orang yang senasib dengan saya!" kata si ibu.


Khalifah Umar bin Khattab lalu berdiridan berkata,
"Tunggulah sebenatar Bu ya. Saya akan segera kembali."

Bantuan dari Khalifah.
Di malam yang semakin larut dan hembusan angin terasa kencang menusuk, Sang Khalifah segera bergegas menuju Baitul Mal di Madinah. Ia segera mengangkat sekarung gandum yang besar di pundaknya ditemani oleh sahabatnya Ibnu Abbas. Sahabatnya membawa minyak samin untuk memasak.
Jarak antara Madinah denga rumah ibu itu terbilang jauh, hingga menciptakan keringat bercucuran dengan derasnya dari badan Umar. Melihat hal ini, Abbas berniat untuk menggantikan Umar untuk mengangkat karung yang dibawanya itu, tapi Umar menolak sambil berkata,
"Tidak akan saya biarkan engkau membawa dosa-dosaku di darul abadi kelak. Biarkan saya bawa karung besar ini alasannya ialah saya merasa sudah begitu bersalah atas apa yang terjadi pada ibu dan anak-anaknya itu."

Beberapa usang lalu sampailah Khalifah dan Abbas di gubuk ibu itu.
Begitu sekarung gandum dan minyak samin itu diserahkan, bukan main gembiranya mereka. Setelah itu, Umar berpesan supaya ibu itu tiba menemui Khalifah keesokan harinya untuk mendaftarkan dirinya dan anak-anaknya di Baitul Mal.
Setelah keesokan harinya, ibu dan anak-anaknya pergi untuk menemui Khalifah. Dan betapa sangat terkejutnya si ibu begitu menyaksikan bahwa lelaki yang telah menolongnya tadi malam ialah Khalifahnya sendiri, Khalifah Umar bin Khattab.
Segera saja si ibu minta maaf atas kekeliruannya yang telah menilai bahwa khalifahnya zalim terhadapnya. Namun Sang Khalifah tetap mengaku bahwa dirinyalah yang telah bersalah.

Nah, itulah kisah pemimpin referensi kita kali ini, sahabat Rasulullah SAW, Khalifah Umat Islam yang kedua, Umar bin Khattab.
Pelajaran berharga ini juga ada di  Indonesia loh...yang menyatakan bahwa fakir miskin dan belum dewasa terlantar dipelihara oleh pemerintah, menyerupai pada zaman Khalifah Umar bin Khattab yang menyuruh rakyatnya yang miskin untuk mendaftarkan diri di Baitul Mal dalam dongeng di atas.

Akhir Kalam,
Waasalam.
Sumber http://mawasangka-bagea.blogspot.com

Mari berteman dengan saya

Follow my Instagram _yudha58

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kisah Umar Bin Khattab Dan Rakyat Jelata"

Posting Komentar