Lazimnya, kalau Rancangan Undang Undang (RUU) diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maka yang menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM) ialah Pemerintah. Sebaliknya kalau RUU diusulkan oleh Pemerintah, yang menciptakan DIM ialah DPR. RUU wacana Desa ialah permintaan inisiatif Pemerintah.
Kajian yang dilakukan Pusat Studi Hukum Indonesia (PSHK) menemukan tiga alasan mengapa DIM yang sebetulnya hanya sebagai alat, berkembang menjadi sarana penghambat pembentukan UU yang bertanggung jawab secara sosial (sosially responsible). Legislasi yang bertanggung jawab secara sosial dipahami sebagai legislasi yang dibuat dengan memperhatikan konteks yang melingkupi masyarakat yang hendak diaturnya. Proses legislasi ialah proses pembentukan norma-norma gres yang akan menjadi panduan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pengelolaan kehidupan bermasyarakat.
Tiga alasan itu adalah,
- pertama, DIM secara otomatis memecah substansi RUU menjadi masalah-masalah kecil sehingga membatasi pembahasan dilema pada hal teknis rincian dan menutup peluang memperdebatkan kerangka pikir dan prinsip-prinsip yang dikandung oleh RUU,
- kedua, DIM sangat membatasi peluang pihak non-anggota Dewan untuk mempengaruhi arah dari RUU alasannya ialah semenjak masukan atas DIM ditutup, maka semenjak itu pula persoalan-persoalan yang hendak dibahas sudah tertutup,
- ketiga, DIM cenderung mendorong perdebatan di antara anggota Dewan menjadi terpusat pada rincian perumusan norma pengaturan yang sangat menyita waktu dan energi. Seringkali hal yang remeh menerima porsi besar dalam pembahasan. Misalnya perumusan kalimat. Rekomendasi PSHK atas kasus itu antara lain ialah melihat perbesaran isu.
Perbesaran gosip mengandung arti pembentuk Undang-Undang fokus pada isu-isu besar tertentu yang menarik perhatian. Dalam keseharian sering disebut pembahasan RUU memakai sistem kluster (cluster). Dokumen DIM yang diperoleh dan dipakai untuk penulisan anotasi ini ialah DIM per Oktober 2012 yang diperoleh secara resmi dari Sekretariat Jenderal DPR. Jumlah inventarisasi kasus yang disebut dalam Rapat Kerja 12 Desember 2012 ialah 445 DIM, terdiri dari DIM yang tetap berjumlah 188, dan sisanya DIM yang dibahas di dalam Panitia Kerja (Panja).
Ketua Rapat, Drs H. Akhmad Muqowam, meminta perilaku Pemerintah berkaitan dengan DIM tetap tersebut:
“Sesuai dengan hasil rapat kerja antara Pansus dan Pemerintah pada tanggal 2 April 2012, dalam prosedur kerja Pansus RUU Desa disebutkan bahwa bahan yang diusulkan tetap oleh fraksi-fraksi, maka eksklusif dimintakan persetujuannya oleh Pansus, dengan catatan persetujuan tersebut sanggup ditinjau kembali sepanjang memiliki relevansi dengan bahan muatan yang dibahas”.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyatakan oke dengan catatan kalau masih ada catatan dan balasan akan disesuaikan. Selain itu, rapat juga menyetujui 257 DIM yang diusulkan dihapus, diubah redaksionalnya, substansi diubah, atau pasalnya ditambah dan ayatnya ditambah.
Dalam Rapat Kerja 12 Desember 2012 terungkap bukan saja dibahas wacana persetujuan wacana DIM dan penetapan anggota Panja RUU Desa, tetapi juga usulan pembahasan RUU dengan pendekatan kluster. Usulan itu ialah hasil pembahasan rapat internal Pansus. Usulan ini sesungguhnya tidak lepas dari pengantar yang disampaikan ketua rapat misalnya:
- ada gosip di luar bahwa Pansus RUU Desa sengaja “main waktu”,
- ada tiga RUU pecahan UU No. 32 Tahun 2004 yang bersamaan dibahas dimana ketiganya harus linked,
- sulit mencari waktu untuk rapat kerja, termasuk lantaran kesibukan Menteri Dalam Negeri.
Dari klarifikasi Ketua Rapat Kerja, klaster yang diusulkan anggota dewan perwakilan rakyat adalah:
- Klaster 1 : Judul, Konsiderans, dan Ketentuan Umum;
- Klaster 2 : penataan Desa, kewenangan Desa, hak dan kewajiban masyarakat dan Desa (Bab I hingga dengan Bab IV);
- Klaster 3 : Pemerintahan Desa, pemilihan Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Deda (BPD) dan musyawarah Desa (Bab V hingga dengan Bab VIII);
- Klaster 4 : keuangan Desa, Badan Usaha Milik Desa, pembangunan Desa dan pembangunan daerah perDesaan, serta kerjasama Desa (Bab IX hingga dengan Bab XII);
- Klaster 5 : Lembaga kemasyarakatan dan forum etika (Bab XIII);
- Klaster 6 : Peraturan Desa (Bab XIV);
- Klaster 7 : training dan pengawasan serta ketentuan wacana hukuman (Bab XV hingga dengan Bab XVI); dan
- Klaster 8 : Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penuntup (Bab XVII hingga dengan Bab XVIII).
Akhmad Muqowan selanjutnya menyatakan:
“Ini saya kira yang kami tawarkan. Kami dari Pansus sudah mencoba merancang sedemikian rupa, ya sungguh pun kita belum mendengarkan ada respon pemerintah terhadap DIM-DIM itu secara detil. Terhadap kluster ini, rapat intern tanggal 7 Desember yang lalu, kita sudah menyepakati. Karena itu, kami dari Pansus ingin menawarkan janji kepada Pemerintah apakah pendekatan kluster yang kita lakukan itu sanggup diterima di dalam rangka memudahkan pembahasan kita di dalam proses-proses pembahasan berikutnya?”
Pemerintah kemudian eksklusif menyetujui sistem kluster pada hari itu juga sebagaimana pernyataan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi berikut :
“Menurut ekonomis kami, pendekatan kluster ini lebih baik, lantaran sanggup lebih cepat pembahasannya dan lebih gampang dalam pembahasannya. Kemudian, dengan pengelompokan ini sanggup sekaligus diharmonisasikan antara aspek-aspek yang terkait. Karena itu, pemerintah sudah mencoba juga mengelompokkan di sini dan oke usulan yang disampaikan oleh Pansus”.
Dalam Rapat Paripurna dewan perwakilan rakyat 18 Desember 2013, Muqowam kembali memberikan proses pembahasan kluster tersebut sebagai laporan kepada penerima Rapat Paripurna:
“Pada tingkat Pansus telah dibahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dengan keputusan untuk dibahas lebih lanjut dalam Tim Perumus (Timus) melalui sistem kluster. Ketika proses pembahasan mulai dilakukan pada tingkat Panitia Kerja (Panja), Panja melaksanakan pembahasan terhadap setiap bahan muatan yang terdapat pada setiap kluster. Sedangkan Timus dan Timsin menuntaskan tugasnya menurut penugasan yang diberikan oleh Panja terhadap bahan substansial dan redaksional yang telah dihasilkan dalam rapat”.
Series tulisan “Dinamika Pengaturan Desa Dalam Tata Hukum Negara Indonesia “
- Dinamika Pengaturan Desa Dalam Tata Hukum Negara Indonesia (DPDDTHNI) – Pembuka
- DPDDTHNI – Bagian 1 : Desa Pada Jaman Hindia Belanda Hingga Awal Kemerdekaan
- DPDDTHNI – Bagian 2 : Era Orde Baru
- DPDDTHNI – Bagian 3 : Era Reformasi
- DPDDTHNI – Bagian 4 : Perkembangan Wacana di DPR
- DPDDTHNI – Bagian 5 : Lahirnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
- DPDDTHNI – Bagian 6 : Pembahasan Di DPR
- DPDDTHNI – Bagian 7 : Dari Daftar Inventaris Masalah (DIM) Ke Klaster
- DPDDTHNI – Bagian 8 : Landasan Filosofis, Sosiologis Dan Yuridis
- DPDDTHNI – Bagian 9 : Ketentuan Peralihan Dan Penutup
- DPDDTHNI – Bagian 10 : Pengaturan Lebih Lanjut
- DPDDTHNI – Bagian 11 : Catatan Kaki dan Referensi
Sumber aciknadzirah.blogspot.com
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "√ Dinamika Pengaturan Desa Dalam Tata Aturan Negara Indonesia – Bab 7 : Dari Daftar Inventaris Problem (Dim) Ke Klaster"
Posting Komentar