Banyak dari kita mungkin yang kurang memperhatikan betapa mahalnya dan berharganya nilai sebuah waktu. Waktu yang yang diberikan oleh Allah kepada semua makhluk-Nya di dunia ini ialah sama, yaitu 24 jam. Baik itu orang yang sukses maupun orang yang nganggur, mereka akan tergilas oleh waktu itu.
Tergantung siapa yang bisa memanfaatkan waktu yang telah diberikan tersebut. Apakah akan kita isi dengan aktivitas yang bermanfaat?, atau bahkan akan disia-siakan lewat begitu saja tanpa adanya karya yang tercipta. Itu terserah kepada kita sendiri.
Mari kita simak cerita yang bisa kita jadikan pelajaran buat kita dalam menyikapi waktu.
Nama lengkapnya Abu Raihan al-Biruni. Ilmuwan Muslim ini ternyata menyimpan sebuah cerita inspiratif. Suatu dikala langit sedih menyelimuti kota tempatnya berada. Al-Biruni dikabarkan dalam keadaan sakit parah. Setiap hari keadaan tubuhnya semakin memburuk. Orang pun mulai berdatangan membesuk lelaki cerdas ini. Termasuk salah seorang tetangganya yang dikenal menguasai ilmu fikih. Begitu melihat tetangganya mahir fikih datang, al-Biruni berusaha memperlihatkan senyuman. Sungguh ia merasa sangat bahagia dengan kedatangan tetangganya itu.
Dalam kondisi yang sangat lemah, al-Biruni menanyakan kasus yang berkaitan dengan fikih.
Tetangganya terpana. Ia bengong sejenak. Rasa takjub merasuki pikirannya. “Sahabatku, ini bukan waktunya bertanya. Kamu dalam keadaan sakit parah. Lebih baik kamu gunakan saja untuk beristirahat,”pinta tetangganya.
“Aku tahu bahwa dikala ini saya berada di ambang kematian,”kata al-Biruni, “tetapi saya akan tetap bertanya wacana persoalanku tadi.” Al-Biruni bengong sesaat. Ia ingin menjaga tarikan nafasnya yang mulai tidak teratur. “Lebih baik mana seseorang yang mati dengan menyimpan sekian pertanyaan atau seseorang mati secara ikhlas alasannya problem yang mengganggu pikirannya telah terjawab sebelum Allah memanggilnya,” kata al-Biruni dengan bunyi yang lemah.
Tetangganya terhenyak oleh pertanyaan al-Biruni. Anggukan kepalanya yang teratur seakan membenarkan pernyataan al-Biruni. Ia tidak menanggapi pernyataan al-Biruni.Tetapi sesaat lalu kata-kata balasan atas pertanyaan al-Biruni mengalir dengan jelas. Al-Biruni tersenyum lega. Seakan beban yang menindih pikirannya berangsur sirna oleh balasan sang fakih. Ketika dirasa cukup, sang fakih pun segera undur diri. Ia bermaksud pulang. Ia melangkahkan kaki meninggalkan rumah al-Biruni, tetapi tiba-tiba saja kakinya terhenti. Sayup-sayup terdengar di telinganya bunyi isak tangis dari dalam rumah al-Biruni.Ternyata cendekiawan muslim itu telah meninggal sesat ketika sang fakih meninggalkan rumah.
Kisah di atas memperlihatkan citra wacana semangat generasi muslim terhadap menghargai waktu. Detik-detik menjelang kematiannya pun masih dimanfaatkan untuk mencari ilmu. Subhanallah.
Sumber http://mawasangka-bagea.blogspot.comMari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "Betapa Mahalnya Nilai Waktu"
Posting Komentar