Peperangan ini termasuk cuilan dari Perang Uhud. Oleh akibatnya sebagian ulama menggabungkan pembahasan perang ini dalam rangkaian Perang Uhud.
Seusai Perang Uhud, pasukan kafir Quraisy tidak eksklusif pulang ke Mekah, mereka berhenti di Hamro’ul Asad dan bermaksud kembali menyerang kaum muslimin di Madinah. Mereka merasa belum memperoleh kemenangan yang tepat alasannya tiga tokoh utama pemimpin kaum muslimin –Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr radhiallahu ‘anhu, Umar radhiallahu ‘anhu- masih hidup.
Tatkala Rasulullah mengetahui bahwa musuh berhenti di tengah jalan untuk kembali menyerang, maka dia memerintahkan para sobat untuk segera menyusul dan mengejar mereka. Beliau mensyaratkan bahwa yang boleh berangkat ialah para sobat yang ikut berperang di Uhud adapun orang-orang munafik tidak diperkenankan ikut. Maka bangkitlah para sobat dalam keadaan kepayahan, rasa sakit dan luka-luka demi menyambut panggilan Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman menggambarkan keadaan mereka:
“Orang-orang yang memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya setelah mereka ditimpa petaka luka-luka, bagi yang berbuat baik di antara mereka dan bertakwa menerima pahala yang besar.” (QS. Ali-Imron: 172)
Di Hamroul Asad orang-orang kafir Quraisy menakut-nakuti kaum muslimin dengan mengirim seseorang untuk memberikan kepada para sobat bawha Quraisy telah bersatu padu mengumpulkan bala tentara untuk menyerang kalian maka waspadalah dan hendaknya kalian takut terhadap kekuatan mereka. Akan tetapi para sobat tidak gentar sedikit pun bahkan semakin bertambah keimanan mereka dan semakin yakin akan datangnya dukungan dan kemenangan dari Allah. Firman Allah:
“Orang-orang yang dikatakan kepada mereka bekerjsama insan telah berkumpul untuk menyerang kalian maka takutlah kepada mereka akan tetapi mereka menjawab cukuplah Allah penolong kami dan Dia sebaik-baik penolong.” (QS. Ali Imron: 173)
Tatkala orang-orang kafir Quraisy mendengar bahwa Rasulullah dan para sobat menyusul dan mengejar untuk menyerang mereka, maka mereka takut dan segera mereka berangkat pulang menuju Mekah. Itulah rasa takut yang mencakup tentara Iblis yang tidak mempunyai kekuatan mental sedikit pun padahal sebelumnya mereka menakut-nakuti kaum muslimin dengan bala tentaranya yang besar.
Kaum muslimin tinggal di Hamro’ul Asad selama tiga hari. Mereka tidak menemukan musuh. Mereka pulang ke Madinah dengan membawa kemenangan dan rampasan perang. Setelah itu kedudukan kaum muslimin di Jazirah Arab makin disegani. Itulah firman Allah:
“Lalu mereka kembali dengan membawa kemenangan dan nikmat dari Allah berupa rampasan perang sedang mereka tidak ditimpa kejelekan sedikitpun berupa luka dan mereka mengikuti ridho Allah dan Allah mempunyai keutamaan yang sangat besar.” (QS. Ali Imran: 174)
Sesungguhnya keluarnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama pasukan kaum muslimin ke Hamro’ul Asad merupakan bukti yang sangat besar yang menunjukkan kesempurnaan beliau, keberanian, ketabahan, dan kesabaran serta tidak mengalah atau menunjukkan rasa lemah dan kalah kepada musuh sedikit pun. Kejadian itu juga merupakan bukti bagusnya siasat dia dan juga keutamaan para sobat radhiallahu ‘anhu, mereka taat dan sabar dalam memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya tanpa sedikit pun merasa keberatan padahal mereka masih dirundung petaka kekalahan, sakit, luka-luka, rasa takut, hilangnya kewibawaan mereka di mata musuh dan penderitaan. Maka mereka berhak menjadi wali-wali pilihan kekasih Allah.
Peperangan Setelah Uhud
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mendakwahi dan memerangi insan hingga mereka masuk Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebabkan rezeki dia di bawah naungan pedangnya berupa harta rampasan perang yang disebut ghanimah atau fai. Orang-orang kafir pun bertambah marah, tersiksa, dan dengki. Sebab harta yang mereka kumpulkan jatuh ke tangan kaum muslimin. Bahkan jiwa, anak, dan istri mereka menjadi budak yang diperjualbelikan oleh kaum muslimin sehingga menjadi sia-sia usaha mereka dunia dan akhirat.
Orang-orang kafir ingin hidup kondusif dan senang di atas kekafiran, tanpa tauhid. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menghendaki hidup mirip itu. Akibatnya mereka hidup di atas kegoncangan, ketakutan, dan tidak kondusif dari pedang-pedang kaum muslimin. Sebab, satu-satunya kebahagiaan, keamanan, dan keselamatan di dunia dan alam abadi ialah tauhid dan berpegang teguh dengan Islam. Hal ini juga alasannya bumi diwariskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kaum mukminin dan tidak diwariskan kepada orang-orang kafir.
Jika ada pertanyaan, apakah benar orang-orang kafir mempunyai hak hidup atau hak asasi? Jawabannya ialah benar. Mereka mempunyai hak hidup atau hak asasi yaitu berupa makan, tidur, bekerja, menikah, bersenang-senang, dan lain-lain. Namun hak hidup (baca: hak asasi manusia) mereka yang demikian itu mirip hak hidupnya hewan. Adapun hak kebahagiaan, keselamatan, dan keamanan, mereka tidak berhak memperolehnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan mirip makannya binatang, dan Jahannam ialah daerah tinggal mereka.” (QS. Muhammad: 12)
Seandainya hidup mereka sekadar ibarat binatang maka sungguh ia merupakan kehinaan yang tiada tara. Lantas bagaimana dengan jawaban di alam abadi yaitu adzab api neraka sebagaimana disebutkan dalam final ayat di atas:
“…dan neraka daerah tinggal mereka.” (QS. Muhammad: 12)
Delegasi Abu Salamah
Kekalahan kaum muslimin pada Perang Uhud berdampak negatif terhadap kaum muslimin alasannya musuh bertambah semangat memerangi Madinah.Pada final tahun ke-3 hijriah, sampailah informasi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Bani Asad yang dipimpin oleh Thulaihah bersekongkol dengan Bani Hudzail yang dipimpin oleh Khalid bin Sufyan untuk menyerang Madinah.
Sebagai tanggapannya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim 150 pasukan perang dari kalangan Muhajirin dan Anshar yang dipimpin oleh Abu Salamah radhiallahu ‘anhu dan menyerang musuh secara tiba-tiba di mata air milik musuh hingga mereka lari kocar-kacir. Para sobat pun pulang ke Madinah dengan membawa harta rampasan perang. Selanjutnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Abdullah bin Unais radhiallahu ‘anhu untuk membunuh Khalid bin Sufyan. Maka Zaid radhiallahu ‘anhu pun berangkat dan membunuhnya sebelum Khalid bergerak bersama pasukannya menuju Madinah.
Oleh: Ustadz Abu Hafshoh
Sumber: Majalah Al-Furqon Edisi 11 Tahun ke-9 1431 H/2010 M
Sumber http://mawasangka-bagea.blogspot.com
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58Related Posts :
Kisah Nabi Dzulkifli ‘Alaihis Salam Dzulkifli yaitu salah seorang di antara nabi-nabi Allah yang disebutkan dalam Quran sebanyak dua kali (QS. Al Anbiyaa’: 85-86 dan QS. Sh… Read More...
Kisah Nabi Ayyub ‘Alaihis Salam Ayyub ‘alaihis salam adalah seorang nabi yang m… Read More...
Kisah Perang Khaibar Khaibar yakni kawasan yang ditempati oleh kaum Yahudi sehabis diusir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Madinah tatkala m… Read More...
Kaum ’Ad Dan Ubar, “Atlantis Di Padang Pasir” “Adapun kaum ‘Ad, maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat masbodoh lagi amat kencang, Allah menimpakan angin itu kepada me… Read More...
Kisah Perang UhudPeperangan ini termasuk cuilan dari Perang Uhud. Oleh akibatnya sebagian ulama menggabungkan pembahasan perang ini dalam rangkaian Perang Uh… Read More...
0 Response to "Kisah Perang Uhud"
Posting Komentar