Khaibar yakni kawasan yang ditempati oleh kaum Yahudi sehabis diusir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Madinah tatkala mereka melanggar perjanian damai. Di sana mereka menyusun makar untuk melampiaskan dendamnya terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Islam, dan kaum muslimin.
Dendam Yahudi memang telah menumpuk; mulai terusirnya Bani Qainuqa, Bani Nadhir, terbunuhnya dua tokoh mereka, sampai pembantaian terhadap Bani Quraizhah dan sejumlah tokoh mereka yang dibunuh oleh kaum muslimin.
Pasukan Berangkat
Pada bulan Muharram tahun ketujuh Hijriah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama 1400 sahabat yang ikut di Hudaibiyah berangkat menuju Khaibar. Telah kita ketahui bahwa sepulang mereka dari Hudaibiyah Allah menurunkan ayat sebagai kesepakatan kemenangan dari-Nya dan perintah untuk memerangi Yahudi di Khaibar dalam firman-Nya:
“Allah menjanjikan kepada kau harta rampasan yang banyak yang sanggup kau ambil, maka disegerakan-Nya harta rampasan ini untukmu dan Dia menahan tangan insan dari (membinasakan) mu (agar kau mensyukuri-Nya) dan biar hal itu menjadi bukti bagi orang-orang mukmin dan biar Dia menunjuki kau kepada jalan yang lurus.” (QS. Al-Fath: 20)
Ulama andal tafsir menyampaikan bahwa Allah menjanjikan harta rampasan (ghanimah) yang banyak kepada kaum muslimin, sebagai pendahuluannya yakni harta rampasan yang mereka peroleh pada Perang Khaibar itu. Adapun orang-orang badui atau munafik tatkala mereka mengetahui para sahabat akan menang dan menerima rampasan perang, maka mereka untuk ikut dalam peperangan tersebut supaya menerima pecahan dari ghanimah maka Allah berfirman,
“Orang-orang Badui yang tinggal itu akan berkata apabila kau berangkat untuk mengambil barang rampasan, “Biarkan kami, pasti kami mengikuti kamu.’ Mereka hendak mengubah kesepakatan Allah. Katakanlah, ‘Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti kami; demikian Allah telah tetapkan sebelumnya.’ Mereka mengatakan, ‘Sebenarnya kau dengki kepada kami.’ Bahkan mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali.” (QS. Al-Fath: 15)
Demikian itu lantaran Allah telah mengkhususkan rampasan Perang Khaibar sebagai jawaban jihad, kesabaran, dan keikhlasan para sahabat yang ikut di Hudaibiyah saja.
Para sahabat berangkat dengan penuh keyakinan dan bangga terhadap kesepakatan Allah, sekalipun mereka mengetahui bahwa Khaibar merupakan perkampungan Yahudi yang paling kokoh dan berpengaruh dengan benteng berlapis dan persenjataan serta kesiapan perang yang mapan. Mereka berjalan sambil bertakbir dan bertahlil dengan mengangkat bunyi tinggi sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mereka dan memerintahkan biar merendahkan bunyi alasannya yakni Allah Maha Dekat, bersama kalian, tidak tuli, dan tidak jauh. (Bukhari: 4205)
Sebelum subuh mereka tiba di halaman Khaibar, sedang Yahudi tidak mengetahuinya. Tiba-tiba dikala berangkat ke tempat kerja, mereka (orang-orang Yahudi) dikejutkan dengan keberadaan tentara; maka mereka berkata, “Ini Muhammad bersama pasukan perang.” Mereka kembali masuk ke dalam benteng dalam keadaan takut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allahu Akbar, binasalah Khaibar. Sesungguhnya bila kami tiba di tempat musuh maka hancurlah kaum tersebut.” (Bukhari dan Muslim)
Kaum muslimin menyerang dan mengepung benteng-benteng Yahudi, tetapi sebagian sahabat pembawa bendera perang tidak berhasil menguasai dan mengalahkan mereka hinga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Besok akan kuserahkan bendera perang kepada seseorang yang Allah dan Rasul-Nya mengasihi dan dia pun mengasihi Allah dan Rasul-Nya. Allah akan memenangkan kaum muslimin lewat tangannya.” Maka para sahabat bergembira dengan kabar ini dan semua berharap biar bendera tersebut akan diserahkan kepadanya, sampai Umar radhiallahu ‘anhu berkata, “Aku tidak pernah menginginkan kebesaran, kecuali pada Perang Khaibar.”
Pada pagi hari itu para sahabat bergegas untuk berkumpul di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Masing-masing berharap akan diserahi bendera komando. Akan tetapi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Dimanakah Ali?” Meraka menjawab, “Dia sedang sakit mata, kini berada di perkemahannya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Panggillah dia.” Maka mereka memanggilnya. Ali radhiallahu ‘anhu tiba dalam keadaan sakit mata (trahom), kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meludahi matanya dan sembuh seketika, seolah-olah tidak pernah mencicipi sakit. Beliau menyerahkan bendera perang dan berwasiat kepadanya, “Ajaklah mereka kepada Islam sebelum engkau memerangi mereka. Sebab, demi Allah, seandainya Allah memberi hidayah seorang di antara mereka lewat tanganmu maka sungguh itu lebih baik bagimu dari pada onta merah (harta bangsa Arab yang paling glamor dikala itu).” (Muslim)
Perang Tanding
Tatkala berlangsung pengepungan benteng-benteng Yahudi, tiba-tiba pendekar andalan mereka berjulukan Marhab menantang dan mengajak sahabat untuk perang tanding. Amir bin Akwa radhiallahu ‘anhu melawannya dan dia terbunuh mati syahid. Lalu Ali radhiallahu ‘anhu melawannya sampai membunuhnya dan menjadikan runtuhnya mental kaum Yahudi dan sebagai alasannya yakni kekalahan mereka.
Benteng Khaibar terdiri dari tiga lapis, dan masing-masing terdiri atas tiga benteng. Kaum muslimin memerangi dan menguasai benteng demi benteng. Setiap kali Yahudi kalah dari pertahanan pada satu benteng, mereka berlindung dan berperang dalam benteng lainnya sampai kemenagan mutlak berada di tangan kaum muslimin.
Korban Perang
Dalam peperangan ini terbunuh dari kaum Yahudi puluhan orang, sedang perempuan dan bawah umur ditawan. Termasuk dalam tawanan yakni Shofiyah binti Huyai yang jatuh di tangan Dihyah al-Kalbi kemudian dibeli oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam darinya. Beliau mengajaknya masuk Islam kemudian menikahinya dengan mahar memerdekakannya. Adapun yang mati syahid dari kaum muslimin sebanyak belasan orang.
Di antara yang mati syahid yakni seorang badui yang tiba dan masuk Islam dan memohon kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk hijrah dan tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperoleh rampasan Perang Khaibar maka dia memberinya bagian, tetapi dia berkata, “Wahai Rasulullah, saya mengikutimu bukan untuk tujuan ini, melainkan biar saya terkena panah di sini (sambil memberi instruksi pada lehernya) sehingga saya masuk surga.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Jika kau jujur kepada Allah maka pasti Allah buktikan.” Tidak usang kemudian jenazahnya dibawa kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan terluka pada tempat yang dia isyaratkan sebelumnya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Orang ini jujur kepada Allah. Oleh karenanya, Allah memenuhi niatnya yang baik.” Lalu dia mengafaninya dan memakamkannya. (Mushonnaf Abdurrozaq dengan sanad yang baik, 5:276)
Daging Beracun
Kaum Yahudi tidak pernah dan tidak akan berhenti dari makar jelek terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Islam lantaran watak mereka, sebagaimana digambarkan oleh Allah dalam Alquran:
“Mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak.” (QS. Ali Imron: 112)
Tatkala mereka kalah dari Perang Khaibar dan beberapa kali upaya untuk membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam gagal, maka mereka bermaksud untuk membunuh dia dengan siasat baru. Seorang perempuan Yahudi berperan besar dalam makar jelek ini, yaitu memberi hadiah berupa menyuguhkan hidangan daging kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menyisipkan racun yang banyak padanya.
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memakan, daging tersebut mengabari dia bahwa ia beracun. Maka dia memuntahkannya. Ini merupakan mukjizat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lebih mulia daripada mukjizat Nabi Sulaiman ‘alaihissalam yang memahami bahasa semut alasannya yakni ia makhluk hidup yang bernyawa memiiki lisan untuk berbicara, sedangkan sepotong daging tersebut sebagai makhluk yang mati bahkan telah matang dipanggang dengan api.
Adapun Bisri bin Baru radhiallahu ‘anhu, yang ikut makan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, meninggal dunia lantaran racun tersebut. Sebab itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membunuh perempuan ini sebagai qishosh.
Perdamaian
Setelah umat Yahudi kalah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bermaksud untuk mengusir mereka dari Khaibar. Akan tetapi mereka memohon kepada dia biar membiarkan mereka mengurusi pertanian dengan perjanjian bagi hasil, maka Rasulullah mendapatkan permohonan itu dengan syarat kapan saja dia menghendaki maka dia berhak untuk mengusir mereka. Hingga hasilnya mereka diusir oleh Umar bin Khaththab di zaman kekhalifahannya sehabis beberapa kali mereka berbuat kejahatan terhadap kaum muslimin.
Pembagian Rampasan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membagi rampasan perang kepada sahabat yang ikut perang yang berjumlah 1400 orang. Namun, seusai perang ini para rombongan Muhajirin berjumlah 53 orang dari Habasyah yang dipimpin oleh Ja’far bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu tiba dan bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Khaibar. Beliau sangat gembira dengan kedatangan mereka. Beliau merangkul Ja’far radhiallahu ‘anhu serta menciumnya seraya bersabda, “Aku tidak mengetahui apakah saya bergembira lantaran menang dari Khaibar ataukah lantaran kedatangan rombongan Ja’far.” (Shahih Abu Dawud: 5220)
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi mereka pecahan dari rampasan perang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberi pecahan kepada Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dan beberapa orang dari suku Daus yang gres tiba dalam keadaan Islam. Semua ini dia lakukan dengan izin dan keikhlasan dari sahabat yang ikut Perang Khaibar dan lantaran mereka ini terhalang oleh udzur, bila tidak maka pasti mereka akan ikut berperang.
Bahaya Ghulul
Ghulul yakni mengambil rampasan perang sebelum dibagi. Mid’am, seorang pelayan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, meninggal dunia akhir terkena panah. Maka sahabat mengatakan, “Alangkah nikmat, baginya surga.” Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak, demi Allah, bahwasanya pakaian yang diambilnya dari rampasan Khaibar sebelum dibagi menjadi materi bakar api neraka.” Mendengar ini, ada seseorang yang tiba mengaku, “Ini satu atau dua tali sandal saya peroleh sendiri.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itu termasuk neraka.” (Bukhari dan Muslim)
Yahudi Fadak
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengauasai dan mengalahkan Khaibar maka Allah menanamkan rasa takut ke dalam hati orang-orang Yahudi di Fadak –sebelah utara Khaibar-, mereka segera mengirim utusan kepada Rasulullah untuk perjanjian hening dengan menyerahkan separuh bumi Fadak kepadanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan proposal tersebut dan dia khususkan untuk dirinya alasannya yakni ia termasuk rampasan perang (fa’i) yang diperoleh tanpa perang (pertempuran).
Juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerangi Yahudi di Wadi Quro sampai mereka mengalah dan kalah. Mengetahui hal ini, Yahudi Taima’ juga segera berdamai dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membayar jizyah (upeti, red.)
Pelajaran
- Dalam peperangan Khaibar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengharamkan makan daging keledai piaraan.
- Tampak mukjizat kenabian menyerupai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meludahi mata Ali radhiallahu ‘anhu kemudian sembuh, daging yang mengabari dia bahwa ia mengandung racun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meniup tiga kali pada bekas pukulan pedang yang mengenai lutut Salah bin Akwa radhiallahu ‘anhu kemudian dia tidak kesakitan sehabis itu.
- Boleh berdamai dengan Yahudi dalam waktu yang ditentukan dan boleh memerangi orang kafir pada bulan haram. Lihat Sirah Nabawiiyyah karya Dr. Mahdi Rizqulloh Ahmad: 479-492.
Sumber http://mawasangka-bagea.blogspot.com
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58Related Posts :
Bahtera Nabi Nuh ‘Alaihissalam Kapal Penyelamat Umat Yang Taat Kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam terus-menerus me… Read More...
Kisah Nabi Ayyub ‘Alaihis Salam Ayyub ‘alaihis salam adalah seorang nabi yang m… Read More...
Kaum ’Ad Dan Ubar, “Atlantis Di Padang Pasir” “Adapun kaum ‘Ad, maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat masbodoh lagi amat kencang, Allah menimpakan angin itu kepada me… Read More...
Kisah Nabi Dzulkifli ‘Alaihis Salam Dzulkifli yaitu salah seorang di antara nabi-nabi Allah yang disebutkan dalam Quran sebanyak dua kali (QS. Al Anbiyaa’: 85-86 dan QS. Sh… Read More...
Kisah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam Azar (ayah Nabi Ibrahim) hidup di negeri Babil… Read More...
0 Response to "Kisah Perang Khaibar"
Posting Komentar