MEMBENTUK MUSLIM SEJATI
Oleh: Marhadi Muhayar, Lc., M.A
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ। وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ। أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ। اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ؛
Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan oleh Allah Swt…
Selaku khatib Jumat kali ini, izinkanlah saya berwasiat baik bagi diri saya pribadi, maupun bagi hadirin sekalian, untuk selalu meningkatkan keimanan dan ketakwaan diri kita kepada Allah Swt. Lebih dari 50 kali di dalam Al-Quran Allah Swt berfirman: Ittaqullâh, bertakwalah kau sekalian kepada Allah! Pengulangan yang teramat sering ini memperlihatkan bahwa, takwa sangatlah penting artinya bagi setiap muslim. Karena hanya dengan takwa kepada Allah sajalah, kita akan sanggup hidup bahagia, baik di dunia ini maupun di akhirat.
Melalui khutbah Jum’at kali ini, saya ingin memberikan sebuah bahan perihal bagaimana kiat membentuk diri ini menjadi seorang muslim sejati?
Ma’âsyiral muslimîn rahimakumullâh...
Saat ini, banyak orang mengaku dirinya sebagai muslim. Data statistik dunia terakhir menandakan ada 1,7 milyar lebih di dunia ini jumlah penduduk dunia yang beragama Islam. Tapi, dari sekian jumlah yang ada itu, sangat sedikit yang mempunyai kepribadian sebagai seorang muslim. Selebihnya, mempunyai kepribadian terpisah (split personality). Orang semacam ini agamanya saja sebagai muslim, namun, perilaku, sikap, dan tindakannya sama sekali tidak memperlihatkan keislamannya. Kalau demikian adanya, bagaimana Islam sanggup menjadi rahmah? Jika para pemeluknya tidak memahami, menghayati dan mengamalkan Islam? Persis menyerupai apa yan telah disinggung oleh rasulullah Saw:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ (سنن أبي داود: 3745)
Rasulululullah Saw bersabda: “suatu ketika nanti kalian akan dikeroyoki oleh banyak sekali suku bangsa menyerupai mereka mengeroyoki makanan”. Salah seorang bertanya: “Apakah kami ketika itu minoritas ya Rasululullah?” “Tidak”, jawab Rasulullah, “bahkan kalian ketika itu mayoritas, tetapi hanya bagai busa. Allah hilangkan rasa takut di hati musuh-musuh kalian dan Allah tumbuhkan di dalam hati kalian kehinaan! Lantas ada yang bertanya: “Kehinaan bagaimana ya Rasululullah?” Nabi pun menjawab: “cinta dunia dan takut mati”.
Lihatlah kondisi masyarakat kita ketika ini yang berada dalam keadaan lemah, hina, rendah diri, terbelakang, dan ditimpa banyak sekali krisis maupun perpecahan. Lengkap sudah segala penderitaan yang ada, banyak sekali simbol negatif pun tersematkan di dada-dada bangsa kita, bangsa yang tidak beradab dan tidak bermoral! Padahal dahulu Indonesia di kenal sebagai bangsa yang sangat santun dan welas asih! Mengapa ini bisa terjadi? Nyawa insan lebih rendah harganya dari sekarung beras. Hanya sebab gara-gara dituduh mencuri uang sepuluh ribu rupiah, seseorang sanggup menemui kematiannya. Atau hanya sebab sepedanya dipinjam tanpa ijin, seseorang berani membunuh mitra sekerjanya sendiri. Di mana-mana kerusakan merajalela, kebodohan, dekadensi moral dan hal-hal negatif lainnya. Indonesia telah mengalami krisis diberbagai aspek kehidupan, krisis multi dimensial!
Kondisi semacam ini mustahil terus menerus dibiarkan. Siapapun yang merasa sebagai muslim yang mempunyai ghirah (semangat) keislaman, tidak akan merelakan hal ini. Agama kita bukan agama fardiyah (individual), tetapi agama pemersatu (ummatan wahidah), bahkan satu jasad. Jika sakit salah satu anggota tubuh, maka yang lain akan merasakannya. Islam bukan hanya agama ibadah. Tetapi merupakan the way of life (jalan hidup) yang paripurna, mengatur segala urusan dunia-akhirat. Agama kita mengajak kepada wihdah (persatuan), al-quwwah (kekuatan), al ‘izzah (harga diri), al-‘adl (keadilan), dan juga kepada jihad (perjuangan).
Maka, misi risalah Islam yang rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam) ini bertujuan untuk memperlihatkan hidayah (petunjuk) insan pada agama yang haq, yang diridhoi Allah. Fungsi Islam yang menyejukkan bagi seluruh umat insan ini, mustahil terwujud, kecuali kalau benar-benar diamalkan oleh orang-orang yang mempunyai kepribadian, atau mempunyai jati diri sebagai seorang muslim. Karenanya, semua itu pasti berawal dari diri, kemudian keluarga, masyarakat dan lingkungan.
Sebagaimana kita tahu, hidup merupakan suatu perjalanan dari satu titik ke titik yang lain, beranjak dari garis masa lalu, melewati masa kini, untuk menuju masa depan. Masa kemudian yaitu sebuah sejarah, masa kini yaitu realita dan masa yang akan tiba yaitu cita-cita. Sebagai seorang muslim, tentunya kita tidak akan membiarkan hidup ini sia-sia. Hidup di dunia ini menjadi terlalu singkat kalau hanya dipenuhi dengan keluhan-keluhan, kegelisahan, rasa pesimis dan angan-angan. Jiwa-jiwa menyerupai itu,tidak mencerminkan jati diri seorang muslim sejati. Rasulullah Saw bersabda:
“Seorang muslim tidak akan pernah ditimpa kecuali kebaikan, apabila ditimpa kejelekan ia bersabar, dan kalau dilimpahkan kenikmatan ia bersyukur.”
Seorang Muslim tidak akan pernah mengeluh menghadapi kehidupan, sebab ia telah mempunyai kepribadian yang utuh dalam menghadapi segala macam ujian hidup.
Untuk menjadi langsung muslim sejati, sesuai dengan apa yang digariskan oleh Islam, sudah semestinya mempunyai sifat-sifat yang sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan Al-Hadits, juga telah dipraktekkan oleh para Sahabat Nabi maupun salafus shâleh, yaitu langsung yang sikap, ucapan dan tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang tiba dari Allah Swt dan rasul-Nya. Nilai-nilai tersebut, kalau disederhanakan, setidaknya ada sepuluh sifat yang mesti menempel di dalam diri seorang muslim:
1. Salâmatul ‘aqîdah (Keyakinan yang benar)
Hidup di dunia ini bagai orang yang tengah mengadakan suatu perjalanan. Coba anda bayangkan, seandainya dalam suatu perjalanan anda tidak mengetahui arah mana yang akan anda tuju. Di terminal bus, di dermaga, atau di bandara, anda terduduk sambil bertanya hendak kemanakah diri ini harus pergi? Apa yang akan terjadi? Sudah bisa dipastikan anda akan gampang tersesat. Mengapa? Karena anda tidak mempunyai keyakinan pasti untuk hingga kepada suatu tujuan. Demikian halnya dengan perjalanan seorang muslim di dunia ini, ia harus mempunyai keyakinan yang lurus, sebagai sarat untuk sanggup hingga kepada tujuannya.
Ada enam hal yang menciptakan seorang muslim yakin terhadap tujuan perjalanannya. Iman (yakin) kepada keberadaan Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari akhir, dan Qadla-Qadar. Sebagaimana Sabda nabi Saw:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِيمَانِ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
“Nabi Saw bertanya kepada Jibril As:”Beritahukan saya perihal iman? Jibril menjawab: “Kamu beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab yang telah diturunkan-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan kau beriman kepada takdir yang baik maupun buruknya”.
Keyakinan terhadap Allah menciptakan Muslim selalu dalam keadaan optimis akan pertolongan-Nya. Yakin terhadap Malaikat menciptakan Muslim menyadari bahwa makhluk Allah yang paling taat ini, akan selalu mencatat segala perbuatannya di dunia, sehingga amal perbuatan Muslim selalu dipenuhi dengan hal-hal positif. Yakin terhadap kitab, menciptakan muslim selalu membaca panduan hidupnya setiap saat. Yakin terhadap Rasul, menciptakan Muslim memantapkan langkahnya hidup di dunia, bahwa Allah tidak meninggalkannya tanpa pemandu perjalanan yang panjang ini. Yakin terhadap hari akhir, menciptakan muslim tahu akan tujuan akhirnya. Iman kepada qadla dan qadar menciptakan muslim menyadari akan tanggung jawabnya hidup di dunia, sehingga tidak terjatuh pada keyakinan jabariyah atau keyakinan qadariyah.
2. Shihhatul ‘Ibâdah (Ibadah yang benar)
Anda kini sudah yakin dengan perjalanan yang sedang anda lakukan ini. Tinggal bagaimana anda harus melaluinya dengan baik, sehingga tidak tersesat. Karenanya, ibadah yaitu implementasi dari sebuah keyakinan. Yang perlu kita sadari adalah, bahwa ibadah dalam Islam bukanlah merupakan taklif (pembebanan), melainkan tasyrif (pemuliaan) dari Allah Swt. Ketika seorang insan dijuluki oleh Allah ‘ibadullah, maka ia termasuk orang-orang yang dikasihi-Nya.
Ibadah dalam Islam bukan hanya meliputi ritual keagamaan semata, semisal: shalat, zakat, puasa dan haji, tetapi semua lini kehidupan di dalam memakmurkan dunia ini yang tidak bertentangan dengan landasan Al-Quran dan Sunnah, semisal mencari nafkah secara halal, bekerjasama baik dengan keluarga, menuntut ilmu dan lain sebagainya. Sebagaimana firmannya:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (الجمعة: 10)
“Jika shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kau di muka bumi, carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak biar kau beruntung”.
Demikianlah, seorang Muslim harus memahami arti ibadah dengan benar. Ibadah yang benar lahir dari aqidah yang benar. Ibadah yang benar yaitu ibadah yang membawa imbas bagi dirinya, orang lain dan melahirkan ketaqwaan.
3. Matînul Khulûq (Akhlaq yang kokoh)
Memang, menjadi orang baik itu sulit, namun amat gampang bagi yang mempunyai tekad dan kemauan. Awal dari segala sesuatu itu susah. Namun, kalau anda sudah terbiasa, anda tidak akan pernah mengatakannya sulit. Ingatkah Anda ketika pertama kali anda berguru naik sepeda? Mungkin anda pernah berfikir, bagaimana caranya menjalankan sepeda yang hanya mempunyai dua roda. Pertama yang anda lakukan yaitu duduk di sadel, menurunkan kedua kaki di tanah, dan tangan memegang kendalinya. Semuanya berjalan dengan baik. Lalu, salah satu dari anda mulai untuk menggenjot sadel di satu sisinya. Anda gugup, gres beberapa meter, anda kehilangan kendali dan ups… terjatuh.
Setelah beberapa kali mencobanya, anda sudah mulai terbiasa memegang kendali, menjaga keseimbangan dan menggenjot pedal dengan nyaman. Anda sudah lupa, kesulitan pertama kali menjalankannya, dan ternyata naik sepeda itu nikmat. Demikianlah, ketika anda berlatih mengendalikan diri, membiasakan dengan hal-hal yang baik, dan menjauhi sikap-sikap yang tidak berguna. Semakin dibiasakan, sikap itu keluar dengan sendirinya secara otomatis. Inilah yang disebut akhlaq, yaitu sikap yang keluar secara otomatis, dan mencerminkan verbal diri seseorang di segala kawasan dan waktu. Jadi, akhlaq bukanlah sikap kondisional, yang hanya diekspresikan pada waktu-waktu tertentu saja, tetapi mempunyai susila yang komit, tidak fluktuatif, dan tidak berubah dalam kondisi bagaimana pun. Allah Swt berfirman:
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ (القلم: 4)
"Dan bekerjsama kau benar-benar mempunyai susila yang agung". (QS. Al-Qalam :4)
4. Tsaqôfatul Fikr (Wawasan pengetahuan yang luas)
Menjalani kehidupan di dunia ini tidak hanya sekedar mengandalkan keyakinan, ibadah dan akhlaq. Siapapun orangnya, ketika sedang melaksanakan perjalanan pasti membutuhkan pengetahuan perihal apa yang sedang ia tuju. Ketika anda hendak beranjak ke Kairo, misalnya, anda tentu mencari isu perihal kondisinya, cuacanya, budayanya, makanannya, dan hal-hal lain yang perlu anda persiapkan semenjak dini. Dengan isu itulah anda bisa mengira-ngira apa yang sanggup anda kerjakan sekarang, untuk persiapan nanti.
Begitu pula halnya dengan kehidupan yang sedang kita jalani ini. Anda tentu membutuhkan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam melanjutkan perjalanan hidup. Wawasan itulah yang akan memandu perjalanan hidup anda. Proses yang sedang anda jalani dalam hidup ini juga tidak lepas dari pengalaman-pengalaman yang akan menjadi guru terbaik bagi anda. Allah Swt berfirman:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ (الزمر: 9)
“Katakanlah: “Apakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesunguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang sanggup mendapatkan pelajaran”.
Karenanya, bagi seorang muslim, mencari ilmu pengetahuan merupakan salah satu kewajiban.
5. Quwwatul Badân (Tubuh yang kuat)
Kesempurnaan itu dambaan setiap orang. Masing-masing akan mencoba mencapai kesempurnaan diri, sesuai dengan kemampuannya. Dengan kekuatan itulah setiap orang akan berusaha mencapai keseimbangannya. Seahli apapun anda mengendarai sepeda, kalau ban di rodanya kempes, tentu anda tidak akan sanggup berbuat banyak, hingga ban itu baik kembali.
Karenanya, persiapkanlah jasmani Anda sebaik mungkin untuk sanggup melanjutkan perjalanan anda secara vit dam prima. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk usaha lainnya. Nabi bersabda:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ (مسلم وابن ماجه وأحمد)
"Mukmin yang berpengaruh yaitu lebih baik dan lebih saya cintai daripada mukmin yang lemah”. (HR. Muslim, Ibnu majah dan Imam Ahmad)
Oleh sebab itu, kesehatan jasmani harus menerima perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Namun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang masuk akal bila hal itu kadang kala terjadi.
6. Al-Qudrah ‘ala al-Kasbi (Mampu mencari nafkah)
Sekarang, anda sudah sedikit-banyak, mengerti perihal bagaimana seharusnya menempuh perjalanan hidup ini. Sebagaimana seseorang yang sedang dalam perjalanan, anda harus mempunyai dua bekal. Pertama, bekal persiapan untuk tujuan selesai nanti sesudah hingga tujuan. Yang kedua, bekal dalam perjalanan.
Nah, begitu pula di dunia ini. Hidup di dunia yaitu suatu perjalanan, tujuan kita yaitu akhirat. Namun, persiapan bekal untuk akhirat, tidak menutup kita untuk mempersiapkan bekal dalam perjalanan hidup di dunia ini untuk diri sendiri dan keluarga. Rasulullah pernah mengingatkan kita untuk bisa menyeimbangkan antara keduanya. “Bekerjalah untuk duniamu, seolah-olah kau akan hidup selamanya. Dan bederma buat akhiratmu, seolah-olah kau akan menemui kematian esok pagi.”
Agama kita melarang umatnya untuk bersikap santai, bermalas-malasan dan bertopang dagu. Para sobat mencontohkan, kalau terdengar adzan maka mereka segera ke masjid, kalau selesai melaksanakan kewajibannya maka mereka kembali bertebaran di muka bumi untuk kembali melanjutkan usahanya sambil berdoa,”Ya Allah, kami telah memenuhi panggilan-Mu dan telah melaksanakan apa yang telah Engkau wajibkan, kini kami menyebar (berusaha) sebagaima Engkau perintahkan, maka berilah kami rizki sebab Engkaulah sebaik-baik Pemberi Rizki.
7. Nâfi’an li Ghairihi (Bermanfaat bagi lainnya)
Banyak orang yang menyangka, bahwa keberhasilan yaitu semata-mata kesuksesan yang diperoleh seseorang secara individu. Kita akan merasa besar hati telah berhasil memperoleh gelar sarjana, majister, atau bahkan doktor. Atau kita merasa besar hati telah memperoleh laba bermilyar-milyar, masuk dalam kantong sendiri. Benarkah itu yang disebut keberhasilan dalam langsung seorang Muslim?
Seorang muslim yang berhasil yaitu yang bisa menjadi pelita bagi sekelilingnya. Ia bisa menerangi keluarga dan masyarakatnya, dengan sikap, perilaku, ilmu, harta, dan amal nyata. Pantulan dirinya sebagai muslim benar-benar dirasakan, sehingga sanggup menebar kesegaran orang-orang yang bersamanya. Sebaik-baik muslim yaitu yang bisa memberi manfaat bagi orang lain. Relevan dengan sabda Rasulullah Saw:
خَيْرُكُمْ مَنْ يُرْجَى خَيْرُهُ وَيُؤْمَنُ شَرُّهُ وَشَرُّكُمْ مَنْ لَا يُرْجَى خَيْرُهُ وَلَا يُؤْمَنُ شَرُّهُ (رواه أحمد)
“Sebaik-baik kalian yaitu orang yang selalu diharapkan kebaikannya dan kondusif dari kejahatannya, adapun seburuk-buruk kalian yaitu orang yang tidak diharapkan kebaikannya dan tidak kondusif dari kejahatannya.” (HR. Ahmad)
8. Hârisan ‘ala waqtihi (Mampu mengatur waktu)
Allah SWT banyak bersumpah di dalam Al Qur'an dengan menyebut nama waktu menyerupai wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya.
Banyak persoalan yang timbul, sebab seseorang tidak bisa mengatur waktunya dengan baik. Ia tidak bisa mencapai sasaran dari rencana. Ia kehilangan beberapa momen penting, hanya sebab waktu yang telah berlalu begitu saja di hadapannya. Untuk itu, langsung Muslim selalu siap dengan situasi dan waktu. Ia sanggup mengatur seberapa banyak waktu untuk beribadah mahdhah, dan untuk bermu’amalah. Semuanya perlu diatur sehingga seimbang.
Waktu yaitu kehidupan, sehingga orang yang tidak bisa mengatur waktu akan kehilangan momen hidupnya, bahkan bisa tergilas dengan waktunya sendiri. Sebagaimana pepatah Arab mengatakan:
الوقت كالسيف فإن لم تقطع به فإنه قطعك!
“Waktu itu bagaikan sebilah pisau, kalau tidak kau gunakan untuk memotong, pasti ia yang akan memotongmu!”
Sehingga seorang muslim tidak akan menjadi insan yang merugi sebagaimana yang disinyalir dalam QS. Al Ashr:1-3.
9. Munâzhzhoman fi syu’ûnihi (Mampu mengatur urusannya)
Hidup kita di dunia ini penuh dengan banyak sekali aktifitas yang luar biasa banyaknya. Karena itu, sebagai seorang muslim harus pintar untuk memilah dan memilih, mana saja aktifitas yang sesuai dengan pandangan hidupnya sebagai seorang muslim menurut skala prioritas. Karena pada prinsipnya, kiprah atau kewajiban itu lebih banyak daripada waktu yang tersedia.
Dengan kata lain, suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional. Apapun yang dikerjakan, profesionalisme harus selalu diperhatikan. Nabi bersabda:
10. Mujâhidan linafsihi (Berjuang melawan hawa nafsu)
Mujâhadatunnafs merupakan salah satu upaya yang mesti bagi setiap langsung muslim, sebab setiap insan mempunyai kecenderungan kepada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya tekad dan kesungguhan. Karena hawa nafsu yaitu sebesar-besarnya jihad di dalam Islam, menyerupai apa yang telah dikatakan oleh Sayidina Ali Karamallahu wajhah sepulangnya dari peperangan Badar Al-Kubra yang dahsyat dengan menyampaikan masih ada jihad yang lebih besar lagi daripada peperangan yang gres saja berlalu. Dalam kesempatan lain Nabi Saw mengatakan:
لا يؤمن أحدكم حتي يكون هواه تبعا لما جئت به (رواه احاكم)
"Tidak beriman seseorang dari kau sehingga ia menyebabkan hawa nafsunya mengikuti apa yang saya bawa (ajaran Islam)". (HR. Hakim)
Demikianlah sepuluh sifat yang harus dimiliki oleh setiap muslim biar menjadi muslim sejati sebagaimana yang digariskan oleh Al-Quran dan Sunnah. Hal tersebut tidak akan kita miliki, kecuali dengan amal usaha yang sungguh-sungguh, melalui pendidikan dan pengarahan yang intensif secara berkesinambungan dan kontinyu, hingga selesai hidup kita. Orang yang mempunyai kesepuluh sifat ini, insya Allah sanggup mendapatkan amanah dalam memikul Misi Risalah Islam. Dengan kesepuluh sifat ini, Islam akan benar-benar memancarkan rahmatan lil ‘alamin..
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
الحمد لله الملك الوهاب، الجبارالتواب، الذي جعل الصلات مفتاحا لكل باب، فالصلاة والسلام علي من نظر الي جماله تعالي بلا سطر ولا حجاب وعلي جميع الآل والأصحاب وكل وارث لهم الي يوم المآب. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لا نبي بعده. أما بعد.
Hadirin sidang Jum’at yang dimuliakan oleh Allah Swt...
Saat ini, ummat sangat membutuhkan pribadi-pribadi yang sanggup menyelamatkan mereka dari kebingungan, keterpecahan dan keterpurukan. Siapa lagi kalau bukan anda? Diharapkan kita semua menjadi orang yang sanggup menuntaskan masalah, bukan malah sebaliknya, menjadi orang yang bermasalah atau suka bikin persoalan !?
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَارْضَ عَنْ سَادَاتِنَا أَصْحَابِ رَسُوْلِكَ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ اِلَي يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.وَأَقِمِ الصَّلاَةِ!
Diposkan oleh Marhadi Muhayar, Lc., M.A. (Silahkan menukil dengan menyebut sumbernya)
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "Khutbah Jumat | Membentuk Muslim Sejati"
Posting Komentar