Bumi Tercipta Lebih Dulu Daripada Langit, Sebuah Pernyataan Al-Qur'an

Membahas mengenai asal muasal alam semesta selalu sanggup menjadi topik yang menarik lantaran disinilah kesesuaian antara agama dan ilmu pengetahuan di uji. Agama mungkin menyatakan, akan tetapi ilmu pengetahuan yang akan membuktikan. Setiap kitab suci mungkin menceritakan mengenai bagaimana penciptaan alam semesta, lantaran dari penciptaan alam semesta itulah semua yang berada di alam "fana" ini bermula, baik dimensi ruang maupun waktu.

Ilmu pengetahuan ketika ini sendiri belum sanggup sepenuhnya mengungkapkan seluruh proses penciptaan alam semesta dengan bukti-bukti ilmiah, akan tetapi sudah banyak data mengenai alam semesta ini yang diyakini kebenarannya disertai dengan bukti-bukti secara ilmiah, ibarat awal keberadaan alam semesta yang berasal dari ledakan besar (big bang), kemudian umur bumi, matahari, bulan, dan bintang-bintang pun telah sanggup ditentukan dengan ilmu pengetahuan ketika ini.

Al-Qur'an, dalam hal ini, memuat banyak ayat mengenai penciptaan langit dan bumi. Disini Al-Qur'an, sebagaimana pula kitab suci lainnya yang diklaimkan berasal dari Tuhan Yang Maha Sempurna dan Maha Tahu,  harus mau "mempertaruhkan" dan mempertanggung-jawabkan kebenarannya mengenai penciptaan alam semesta (baca : langit dan bumi) dengan cara membandingkannya menggunakan  data-data ilmu pengetahuan ketika ini.

Enam hari, delapan hari atau 13.5 milyar tahun ?

Salah satu perbedaan besar antara data ilmu pengetahuan dengan kitab-kitab agama ialah problem waktu penciptaan. Di mana data ilmu pengetahuan memperlihatkan alam semesta tercipta 13,5 milyar tahun yang kemudian dan bumi tercipta 4,5 milyar tahun yang lalu, kitab-kitab agama merujuk penciptaan alam semesta dalam hitungan hari, termasuk pula dalam hal ini Al-Qur'an.

Al-Qur'an memakai kata "ayyam" dalam menerangkan penciptaan langit dan bumi. "sittati ayyam" berarti enam hari, dipakai dalam 7 ayat Al-Qur'an berikut :
[7:54] Sesungguhnya Tuhan kau ialah Allah yang telah membuat langit dan bumi dalam enam hari (masa), kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy ...
[10:3] Sesungguhnya Tuhan kau ialah Allah Yang membuat langit dan bumi dalam enam hari (masa), kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan...
[11:7] Dan Dia-lah yang membuat langit dan bumi dalam enam hari (masa)...
[25:59] Yang membuat langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam hari (masa), kemudian ia bersemayam di atas 'Arsy ...
[32:4] Allah lah yang membuat langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam hari (masa), kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy ...
[50:38] Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam hari (masa), dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan...
[57:4] Dialah yang membuat langit dan bumi dalam enam hari (masa), kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy ...
Ketika dihadapkan dengan fakta-fakta yang ada, 6 hari dibandingkan milyaran tahun, maka apakah Al-Qur'an dalam hal ini salah ? "Imani saja, wahyu selalu lebih benar daripada ilmu. Belum tentu ilmu pengetahuan benar" mungkin bisa dijadikan alasan bagi sebagian orang yang mengedepankan wahyu. "Al-Quran memang tidak ditujukan sebagai kitab ilmu pengetahuan, tetapi sebagai kitab petunjuk hidup", ialah jawaban lain yang sering kita dengar. Ya, memang benar ilmu pengetahuan belum mengungkapkan keseluruhan proses penciptaan, tapi sudah sanggup mengungkapkan umur alam semesta dan umur bumi, matahari dan bulan, yang tentu saja berselisih tidak dalam hitungan hari. Jadi, apakah Al-Qur'an dalam ini salah ?

Untungnya, Al-Qur'an memperlihatkan petunjuk, mengindikasikan bahwa "ayyam" (jamak) atau "yaum" (tunggal) apabila disebutkan dalam Al-Qur'an tidak harus berarti 24 jam.
[70:4] Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun
[32:5] Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadaNya dalam satu hari yang kadarnya ialah seribu tahun berdasarkan perhitunganmu
Dalam hal ini Al-Qur'an menyatakan, dalam kaitannya dengan "langit dan bumi" (baca : alam semesta), satu hari bisa berarti berapapun berdasarkan perhitungan kita. Oleh alasannya ialah itu, "ayyam" pada "sittati ayyam" sanggup di terjemahkan sebagai "enam periode" atau "enam masa", wallahu a'lam.

Mengapa Al-Qur'an tidak pribadi menyampaikan "langit dan bumi di ciptakan dalam enam hari, yang sehari kadarnya sama dengan dua milyar tahun berdasarkan perhitunganmu", contohnya ?

Pertama, penulis sendiri tidak yakin kata "milyar" sudah dikenal pada jaman Nabi Muhammad dimana Al-Qur'an diturunkan.

Kedua, Allah membiarkan insan yang menemukan sendiri satu hari yang disebutkan itu kadarnya berapa tahun, sebagai penggalan dari gejala kekuasaan-Nya. Adapun lamanya tiap masa dalam enam masa tersebut, bisa saja tidak sama satu sama lain, dimana tiap masa dibandingkan dengan masa yang lain lamanya berdasarkan perhitungan insan di bumi sanggup berbeda-beda, ataupun  sanggup pula sama akan tetapi relatif dari mana pengamatan "masa" atau "waktu" tersebut dilakukan, wallahu a'lam. Yang pasti, "masa" atau "hari" disini tidak berarti 24 jam waktu bumi.

Masalah lain timbul dan menjadi pertanyaan ketika seseorang membaca surah Fushshilat ayat 9-12 :
[41:9] Katakanlah: "Sesungguhnya patutkah kau kafir kepada Yang membuat bumi dalam dua masa dan kau adakan sekutu-sekutu bagiNya? (Yang bersifat) demikian itu ialah Rabb semesta alam"
[41:10] Dan ia membuat di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia memilih padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.
[41:11] Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, kemudian Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kau keduanya berdasarkan perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". Keduanya menjawab: "Kami tiba dengan suka hati".
[41:12] Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang akrab dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
Keempat ayat di atas menceritakan mengenai penciptaan langit dan bumi dalam delapan masa. Dua masa penciptaan bumi, empat masa pemberkahan bumi, dua masa penciptaan langit. Dua ditambah empat ditambah dua sama dengan delapan. Sementara di tujuh ayat lain Allah menerangkan bahwa Dia membuat langit dan bumi dalam enam masa, di surah Fushhilat 9-12 ini Allah menyampaikan prosesnya ialah dua tambah empat tambah dua. Apakah Al-Qur'an salah ?

Kuncinya ialah pada ayat ke sepuluh surah Fushhilat di atas. Terjemahan kata per kata dari ayat ke-10 tersebut ialah :

"Dan ia meletakkan baginya gunung-gunung yang kokoh di atasnya, dan Dia memberkahinya, dan tetapkan baginya rezekinya, dalam empat masa total, bagi mereka yang bertanya".

Perhatikan kata total yang merupakan terjemahan dari "sawa-an". "sawa-an" dalam bahasa arab berarti "menyamakan", "sama dengan (equal)" , "total", atau "keseluruhan". Orang yang hanya berpatokan pada terjemahan mungkin akan merasa bingung, akan tetapi Al-Qur'an dengan terang menyampaikan bahwa empat masa itu ialah totalnya.

Penggunaan kata "sawa-an" dalam Al-Qur'an mengindikasikan bahwa proses pemberkahan dan derma rezeki bagi bumi memakan waktu dua masa, yang apabila digabung dengan penciptaan bumi dari awal, total keseluruhannya ialah empat masa. Juga mengindikasikan bahwa, lantaran itu total, belum berarti berurutan. proses penciptaan bumi dan pemberkahannya dalam empat hari belum tentu berurutan. Merupakan satu paket, ya, tapi belum tentu satu paket tersebut dalam waktu yang berurutan, lantaran Fushshilat ayat 9-10 disini sebetulnya berfokus pada penciptaan bumi dalam yang disebutkan di ayat ke-9. Kaprikornus tidak ada kontradiksi di sini. Semuanya tetap mengacu kepada enam masa penciptaan.

Langit atau bumi yang terlebih dahulu diciptakan ?

Beberapa orang meyakini apa yang dikatakan Al-Qur'an, menyampaikan bahwa bumi-lah yang terlebih dahulu diciptakan daripada langit (berarti termasuk matahari, bulan, dan planet-planet), berdasarkan surah Fushshilat ayat 9-12 di atas.

"Telah terang di dalam keempat ayat tersebut Allah menyampaikan bahwa penciptaan langit terjadi setelah penciptaan bumi", begitulah argumen mereka, dengan menyertakan ayat lain yang mendukung :
[2:29] Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu, kemudian Dia berkehendak (menuju) langit, kemudian dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
Sementara berdasarkan data ilmu pengetahuan menyampaikan bahwa matahari diciptakan 4.57 milyar tahun yang lalu, bumi 4.567 milyar tahun yang lalu, dan bulan 4.53 milyar tahun yang lalu. Bahkan alam semesta diperkirakan mulai tercipta 13.7 milyar tahun yang lalu. Berarti secara ilmu pengetahuan, langit diciptakan terlebih dahulu daripada bumi.

Jadi manakah yang benar, Al-Qur'an ataukah ilmu pengetahuan ?


Proses Pembentukan Alam Semesta

Segalanya berawal dari suatu ledakan besar (big bang), tidak diragukan lagi, begitulah pendapat dominan ilmuwan ketika ini. Dari big bang segalanya berawal, berdasarkan mereka. Dan begitu pula yang disebutkan oleh Al-Qur'an perihal penciptaan, begitulah masa pertama penciptaan dimulai dengan suatu ledakan besar :
[21:30] Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui sebetulnya langit dan bumi itu keduanya dahulu ialah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya (fataqnahunna).
Fataqnahunna (Kami pisahkan mereka), berasal dari akar kata fataqa, yang artinya berdasarkan Lane's Lexicon Arabic-English ialah memisahkan (disjoined), mencerai beraikan (disunited), atau memisahkan dengan cara merusak strukturnya (unstitch). Al-Anbiyaa (21) ayat 30 di atas, menerangkan bahwa langit dan bumi pada mulanya ialah sesuatu yg satu, satu entitas, tidak ada yang namanya langit dan tidak ada yang namanya bumi, masih merupakan suatu kesatuan. Entitas ini yang kemudian di fataqa, dipisahkan, yang menimbulkan suatu ledakan besar (big bang).

Pertanyaan selanjutnya muncul : apakah yang kemudian dibuat berdasarkan Al-Qur'an ? Penciptaan langitkah, atau penciptaan bumi ?

Sebelum membahas itu, perlu diingatkan bahwa Al-Qur'an diturunkan pada masa dimana dominan penduduk bumi menganut paham geo-sentris, bumilah sentra alam semesta dan semuanya mengelilingi bumi. Bahkan hampir semua orang ketika itu menganggap bahwa bumi itu datar.

Mengatakan bahwa langit  diciptakan terlebih dahulu daripada bumi mungkin akan memperoleh banyak cemoohan. Bagaimana mungkin bumi yang menjadi sentra alam semesta di ciptakan setelah langit. Sepatutnyalah bumi sebagai sentra diciptakan terlebih dahulu sebelum langit, matahari, bulan, bintang dan yang lainnya, sebagaimana logikanya, fondasi sebuah bangunan harus diciptakan terlebih dahulu sebelum atap-atapnya.

Allah Maha Mengetahui dan Maha Benar, akan tetapi Allah memakai istilah yang sanggup diterima pada masa itu, namun sanggup dibuktikan kebenarannya di masa yang akan datangnya, wallahu a'lam. Perhatikan bahwa berbicara perihal penciptaan dalam enam masa, Allah selalu menyampaikan "langit dan bumi", bukan "bumi dan langit". Surah Ath-Thaahaa (20) ayat 4 di sebutkan perihal "bumi dan langit" (dimana "bumi" disebut terlebih dahulu) tetapi bukan dalam kaitannya dengan klarifikasi penciptaan dalam enam masa. Untuk surah Ath-Thaahaa ayat 4 ini akan ada pembahasan lebih lanjut di bawah. Seperti halnya Allah selalu menyampaikan "malam dan siang", bukan "siang dan malam", lantaran malam lebih dulu ada daripada siang. Dan juga "matahari dan bulan", bukan "bulan dan matahari", lantaran matahari telah ada lebih dulu daripada bulan.

Perhatikan pula pada surah Fushhilat ayat 11 :
[41:11] Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, kemudian Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kau keduanya berdasarkan perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". Keduanya menjawab: "Kami tiba dengan suka hati".
Dalam memahami Al-Qur'an lebih jauh, selalu mengacu kepada redaksi aslinya. Terjemahan kata per kata dari ayat 11 ini ialah : "Kemudian (tsumma) Dia pergi menuju langit (samaa-i) dan ia berupa asap (hiya dukhaanun) ..."

"tsumma" disini berarti kemudian, berfokus kepada ayat ke-9, yaitu setelah penciptaan bumi, bukan ayat-10 (setelah pemberkahan bumi). Di atas telah diuraikan bahwa penggunaan kata "sawa-an" (total/keseluruhan) sanggup mengindikasikan sesuatu yang tidak berurut. Kaprikornus ayat 10 menjelaskan ayat 9, dan ayat 11 melanjutkan ayat 9.

Perhatikan pula Allah memakai kata "samaa-i", langit bentuk tunggal. "Kemudian Allah menuju langit (tunggal)", menjelaskan bahwa pada ketika itu langit sudah ada. Jadi, dalam rangka proses penciptaan bumi, termasuk di dalamnya adalah  proses penciptaan langit pertama (yang pada ketika itu belum disebutkan sebagai "langit pertama" atau "langit dunia" karena hanya ada satu lapis langit). Mengapa ? lantaran proses penciptaan langit pertama (galaksi-galaksi pertama, matahari dan sebagainya) ini sebelum bumi, sangat penting peranannya bagi penciptaan bumi itu sendiri, dalam membuat keseimbangan yang sempurna. Tetapi dijelaskan pula, pada ketika bumi terbentuk, langit pertama itu sebagian besar masih merupakan asap (gas) yang panas. "Dukhaanun" merupakan bentuk indefinitif dari al-dukhn yang berarti "asap yang berasal dari api" dengan kata lain panas. Kata "gas" pada jaman Nabi Muhammad belum diketahui, sehingga Allah memakai kata dukhaan untuk memperlihatkan sebagian besar alam semesta masih merupakan gas yang panas.

Di ayat ke dua belasnya Allah menyampaikan :
[41:12] faqadahunna sab'a samaawaatin fi yaumayni ...
"fadahunna" berarti "dan di lengkapi bagi mereka". Mereka disini ialah "langit" (samaa-i) dan "bumi" (ardh-i). Berarti langit dan bumi ketika itu sudah ada, akan tetapi Allah melengkapi bagi keduanya dengan menjadikan samaa-i menjadi sab'a samaawaatin. Di ayat ke 12 ini juga Allah menerangkan bahwa di langit terdekat (samaa-i duniya) Allah memperlihatkan lampu-lampu. Berarti dalam proses ini Allah memperbanyak pengadaan (menghias dengan) bintang-bintang dan benda-benda langit lainnya yang sebelumnya masih berupa gas yang panas. Bukan berarti sebelumnya tidak ada bintang, akan tetapi bintang-bintang di awal penciptaan tidak sebanyak setelah penciptaan sab'a samaawaatin, lantaran bintang-bintang di awal penciptaan berfokus untuk kepentingan penciptaan bumi, dimana sebagian besar benda langit masih berupa gas, termasuk juga bumi, telah di bentuk bundar akan tetapi masih berupa gas, wallahu a'lam.
[2:29] Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu, kemudian Dia berkehendak (menuju) langit, kemudian dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
Dalam Al-Baqarah ayat 29 ini juga Allah menyampaikan "tsumma istawaa' ila as-samaa-i fasawwahunna sab'a samaawaatin" yang diartikan "kemudian Dia pergi menuju langit (samaa-i) dan dijadikannya tujuh langit (sab'a samaawaatin), berarti langit sebelumnya sudah ada, tetapi belum menjadi tujuh langit.

Tunggu dulu, apakah Al-Baqarah ayat 29 ini menjelaskan bahwa pembentukan tujuh langit setelah Allah membuat segala sesuatu di bumi ? Jawabannya ialah Ya dan Tidak. Perhatikan penggunaan kata untukmu (lakum) dan semuanya (jamii'an) pada ayat ini. Berarti Al-Qur'an menyatakan, setidaknya pada zaman ketika ayat itu turun, bahwa semua yang ada di bumi (dari dulu, sampai ketika itu, dan dimasa yang akan datang, semuanya) ialah untuk kebutuhan manusia.

Kaprikornus lebih tepat bila dikatakan bahwa ayat ini menerangkan bahwa Allah mengkondisikan bumi sehingga bumi beserta isinya nantinya sanggup menjadi kawasan yang bisa dihuni dan diolah oleh manusia. "Dialah Allah yang membuat apa-apa yang ada di bumi untuk kau semuanya", bukan berarti ketika itu telah terbentuk semuanya di bumi, akan tetapi bumi pada awal penciptaan semuanya dirancang sedemikian rupa untuk mendukung kehidupan manusia, ukurannya, struktur inti buminya, elemen-elemen pembentuknya, semuanya dipersiapkan demi kepentingan manusia, yang akan memasuki masa pemberkahan.

Masa pemberkahan itu sendiri di jelaskan di ayat yang lain beserta dengan klarifikasi proses-sebelumnya, yang merangkum keseluruhan proses penciptaan, yaitu di surah An-Naazi'aat ayat 27-32 :
[79:27] Apakah kau lebih sulit penciptaanya ataukah langit (samaa-u)? Allah telah membangunnya
[79:28] Dia telah meninggikan bangunannya dan menyeimbangkannya
[79:29] Dia menggelapkan malamnya dan nenampakkan cahaya pagi-nya (dhuhaha)
[79:30] Dan bumi setelah itu di hamparkan-Nya (dahaha)
[79:31] Ia mengeluarkan daripadanya mata airnya, dan tumbuh-tumbuhannya.
[79:32] dan gunung-gunung, dikokohkan-Nya

Dari Surah An-Naazi'aat sanggup kita lihat :
  1. Ayat ke-27 menjelaskan mengenai penciptakan langit pertama dan bumi. Darimana kita tahu bahwa ayat ke-27 menjelaskan mengenai penciptaan bumi juga ? Ini kaitannya dengan ayat ke  29. Adanya malam dan siang terjadi setelah ada bumi. Kaprikornus ayat ke-27 sebetulnya menyatakan dua masa penciptaan bumi yang disebutkan di surah Fushshilat ayat 9. "Allah telah membangunnya". Sebagaimana Allah menyebutkan "langit pertama sudah terbentuk ketika bumi terbentuk, lantaran terciptanya langit pertama sebelum bumi dibutuhkan dalam penciptaan bumi itu sendiri" secara tersirat di Q.S Fushshilat 9-12, di surah An-Naazi'aat ini pun secara tersirat Allah menyatakan bahwa "bumi pun terbentuk ketika langit pertama telah terbentuk". Langit pertama ialah fondasi bagi pembentukan bumi, dan dimasa ini sebagian besar benda langit masih merupakan gas panas, termasuk pula matahari dan permukaan bumi.
  2. Ayat ke-28 ialah proses penciptaan "sab'a samaawaatin", dimana ketika itu Allah meninggikan langit dengan cara menjadikannya menjadi tujuh langit, dan menyeimbangkan semua benda-benda langit sehingga tidak cenderung saling betubrukan dan semuanya berjalan dengan keseimbangan yang sempurna. Juga dengan "menghiasi langit dengan lampu-lampu" (baca : komet, meteor, bintang, dsb) sehingga memperkokoh keseimbangan langit. Tujuan penciptaan "lampu-lampu" ini tidak lain biar menjadi "tiang yang tidak terlihat" yang disebutkan Allah dalam surah Ar-Rad ayat 2 : "[Q.S 13:2] Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kau lihat..." . Proses ini masuk dalam dua masa penciptaan tujuh langit (sab'a samaawaatin). Termasuk pula di penggalan tamat dua masa penciptaan tujuh langit ini (atau sanggup pula di awal dua masa pemberkahan bumi, wallahu a'lam) ini matahari telah terbentuk menjadi sempurna.
  3. Kemudian memasuki memasuki masa-masa awal  dua masa proses pemberkahan bumi. Ayat ke-29 menjelaskan perihal penciptaan lapisan-lapisan Atmosfer. sudah dijelaskan bahwa siang dan malam terjadi bukan lantaran adanya matahari, akan tetapi lantaran adanya atmosfir yang mengubah "dhiyaan" (sinar) matahari, menjadi "dhuhaa" (cahaya pagi), sehingga siang hari di bumi terang dan berwarna biru. Telah diketahui bahwa atmosfir bumi pun terdiri atas tujuh lapis. Dari sudut pandangan insan di bumi, awan, atmosfir, matahari, bulan, bintang, semuanya berada di "langit", sehingga terkadang Al-Qur'an memakai kata "dari langit kami turunkan air", atau "rezeki dari langit", atau "air dari langit", lantaran semuanya berada dalam lingkup langit pertama.
  4. Ayat ke-30 juga menjelaskan mengenai dua masa proses pemberkahan bumi. kata "dahaha", berarti menggerakkan bumi sehingga menjadi terasa datar. Bukan berarti sebelumnya bumi tidak bergerak dan berputar, akan tetapi bila sebelumnya bumi masih berputar dengan sngat kencang dalam rangka memadatkan diri, dalam masa ini putaran dan pergerakannya diubahsuaikan sedemikian rupa sehingga bumi itu terasa datar bagi makhluk yang nantinya tinggal di permukaannya. Termasuk pada masa ini, batuan-batuan padat telah terbentuk dan pembentukan gunung pun telah dimulai pada masa ini.
  5. Ayat ke-31 dan ke-32 masih merupakan kelanjutan klarifikasi dari dua masa pemberkahan bumi, termasuk di dalamnya pengadaan air, pengadaan tumbuh-tumbuhan dan pengokohan gunung-gunung yang sbeelumnya telah mulai terbentuk, sehingga berfungsi sebagai pasak dan penyeimbang bagi bumi. Penyempurnaan pembentukan bulan pun terjadi pada dua masa pemberkahan bumi ini lantaran bulan dibutuhkan sebagai penyeimbang bumi dan berfungsi dalam mengatur ombak serta pasang surut air laut.

Dalam menerangkan penciptaan dalam enam masa, Allah menyebutkan langit terlebih dahulu daripada bumi dengan sebutan "samaawaati wal ardh" atau "langit dan bumi", lantaran "sama-i" yang belakangan disempurnakan Allah menjadi "sab'a samaawaatin", diciptakan lebih dahulu daripada bumi karena terkait untuk mendukung pembentukan bumi, walaupun "sab'a samaawaatin" diciptakan setelah pembentukan bumi. Hal ini mengakibatkan secara umum "samaawaatin" (bukan "sab'a samaawaatin") diciptakan lebih dulu daripada "ardh".

Bagaimana dengan surah Ath-Thaahaa (20) ayat 4 yang berbunyi : 
[20:4] yaitu diturunkan dari Allah yang membuat bumi dan langit yang tinggi
Pertama, ayat ini tidak menjelaskan lamanya penciptaan, tetapi berupa penegasan bahwa Al-Quran di turunkan oleh sebagai peringatan bagi orang yang takut lantaran diturunkan dari Allah sang pencipta. Kedua, secara morfologi, ayat ini menyampaikan "Allah yang membuat (1) bumi dan (2) langit yang tinggi (al-samaawati al-'ula / highest heavens)", bukan "bumi dan langit" (tanpa kata keterangan sebagaimana ayat-ayat yang lain). Pemberian kata keterangan "yang tinggi" (al-'ula) untuk "langit" menjadi satu frasa "langit yang tinggi", dan di sebut setelah "bumi", mengindikasikan bahwa peninggian langit memang terjadi setelah penciptaan bumi, yaitu di dua masa penciptaan tujuh langit.

Lihatlah bagaimana Allah memakai bahasa yang sanggup dimengerti dan diterima oleh orang-orang dijaman Nabi Muhammad, akan tetapi akan sanggup dibuktikan kebenarannya oleh ilmu pengetahuan. Pembentukan alam semesta sendiri masih merupakan misteri bagi manusia, akan tetapi pernyataan Al-Qur'an mengenai penciptaan alam semesta tidak ada yang bertentangan dengan data ilmu pengetahuan ketika ini, dan juga tidak akan bertentangan dengan data ilmu pengetahuan dimasa yang akan datang, insya Allah.

Dihapuskannya tanda malam, pembentukan bulan berdasarkan Al-Qur'an

Allah berfirman dalam surah Al-Isra ayat 17 :
[17:12] Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, kemudian Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, biar kau mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kau mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.
Ilmu pengetahuan mengambarkan bahwa di awal pembentukan bulan, bulan mempunyai lautan magma jawaban efek dari giant impact. Hal ini membuat bulan pada masa itu terang benderang. Dari  buku "The magma ocean concept and lunar evolution" karangan Warren, P. H. (1985) disebutkan bahwa :
The newly formed Moon would also have had its own lunar magma ocean; estimates for its depth range from about 500 km to the entire radius of the Moon
Hal ini menimbulkan dari sudut pandang bumi, bumi seperti mempunyai dua matahari. Akan tetapi Allah menghilangkan magma dari bulan yang ketika itu menjadi tanda malam, sebagai proses "penghapusan tanda malam". Kemudian Allah menyempurnakan lapisan atmosfir bumi yang membuat "tanda siang" menjadi lebih terang benderang, lantaran bisa menyaring cahaya matahari dan menyebarkannya di bumi sehingga siang menjadi berwarna biru dan terang. Salah satu tujuannya ialah "agar kau mencari karunia Tuhanmu dan mengetahui bilangan tahun dan perhitungan", yang akan sulit bila bumi mempunyai "dua matahari".

Bentuk alam semesta

Al-Qur'an pun menyatakan bahwa langit mempunyai banyak diameter (aqthar), yang mana mengacu kepada bentuk elipsoid, sebagaimana dinyatakan dalam surah Ar-Rahmaan ayat 33. Namun elipsoid alam semesta ini tidak ibarat elipsoid bumi, akan tetapi suatu bentuk elipsoid yang sangat pipih relatif datar, ibarat yang dikatakan dalam ayat berikut :

[51:47] Dan langit itu Kami berdiri dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya (lamuusi'uuna)
lamuusi'uuna berasal dari kata wasi'a yang berarti "terus menerus melapangkan/meluaskan". Ilmu pengetahuan menyatakan bahwa jarak antar objek di alam semesta dalam hal ini antar-galaksi semakin usang semakin jauh dan berkembang, sehingga alam semesta menjadi semakin luas.

Menurut Big Bang model, alam semesta berkembang dari keadaan yang sangat padat dan panas menjadi keadaan ibarat kini ini, dan akan terus meluas/berkembang. Rem B. Edward dalam paparenya yang berjudul "What Caused The Big Bang" menganalogikan perkembangan alam semesta ini ini dengan ". . like raisins in a rising loaf of bread, or dots on the surface of an inflating balloon."

Disini alam semesta di analogikan ibarat campuran roti kismis yang awalnya berbentuk campuran bundar padat, yang terus mengembang, dan jarak antar kismis-kismis nya pun semakin jauh. Hal ini membuat bentuk alam semesta yang bundar pipih menjadi semakin pipih, hampir datar, dengan meluasnya alam semesta, sehingga seperti sanggup "digulung" atau "dilipat" ibarat yang dinyatakan Allah dalam firman-Nya :
[21:104] (Yaitu) pada hari Kami gulung (lipat/nathwii) langit ibarat menggulung (melipat/kathayyi) lembaran - lembaran kertas.
Memipihnya alam semesta sehingga menjadi ibarat "lembaran-lembaran kertas" diungkapkan Al-Qur'an. Dikatakan oleh NASA bahwa :
The simplest version of the inflationary theory, an extension of the Big Bang theory, predicts that the density of the universe is very close to the critical density, and that the geometry of the universe is flat, like a sheet of paper. (http://map.gsfc.nasa.gov/universe/uni_shape.html)

Saat ini belum "equal to the critical density" akan tetapi "very close to the critical density" mengakibatkan alam semesta semakin berbentuk bundar pipih/elipsoid relatif datar "seperti kertas", hingga pada tamat nanti akan sanggup "digulung/dilipat ibarat menggulung/melipat lembaran-lembaran kertas" ketika "less than the critical density", wallahu a'lam.




Ada tidaknya udara di luar angkasa, sebuah pernyataan lain dalam Al-Qur'an

Allah berfirman dalam surah Al-An'aam ayat 125:
[6:125] Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memperlihatkan kepadanya petunjuk, pasti Dia melapangkan dadanya untuk Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seperti ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.
Perhatikan pernyataan "niscaya Allah menjadikan dadanya sesak (dayyiqan) lagi sempit (harajaan) ibarat halnya ia sedang mendaki menuju langit (samaa-i)". Lihat bagaimana Allah menyatakan "jika kau pergi menuju langit, maka semakin tinggi kau pergi, akan semakin terasa sesak dan sempit dadamu". Hal ini dikarenakan lantaran semakin jauh dari permukaan bumi, maka kadar oksigen semakin berkurang, hingga alhasil tidak akan ada oksigen sama sekali. Hal ini mengakibatkan dada sese orang akan terasa sesak dan sempit lantaran kesulitan bernafas.

Sesuatu yang sudah dinyatakan 15 kala yang kemudian dan gres sanggup dibuktikan dengan ilmu pengetahuan ketika ini, wallahu a'lam

Maha benar Allah dengan segala firman-Nya

(dari banyak sekali sumber)

Sumber http://mawasangka-bagea.blogspot.com

Mari berteman dengan saya

Follow my Instagram _yudha58

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Bumi Tercipta Lebih Dulu Daripada Langit, Sebuah Pernyataan Al-Qur'an"

Posting Komentar