√ Ulumul Qur’An (Kajian Sejarah Dan Perkembangannya) – Bab 1 : Pengertian Ulumul Qur’An

Tulisan lanjutan dari : Ulumul Qur’an (Kajian Sejarah Dan Perkembangannya) – Pendahuluan


 


Istilah Ulumul Qur’an, secara etimologis merupakan adonan dari dua kata bahasa Arab ulum dan Al Qur’an. Kata ulum bentuk jamak dari kata ‘ilm yang merupakan bentuk masdhar dari kata ‘alima, ya’lamu yang berarti mengetahui.


Dalam kamus al-Muhith kata ‘alima disinonimkan dengan kata ‘arafa yang mempunyai arti mengetahui atau mengenal.


Kata ‘ilm semakna dengan ma’rifah yang berarti “pengetahuan”. Sedangkan ‘ulum berarti sejumlah pengetahuan.


Kata Al Qur’an dari segi bahasa yaitu bentuk masdhar dari kata kerja Qara’a, berarti “bacaan”. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. Al Qiyamah : 18 yang artinya: “Apabila kami telah selesai membacanya, maka ikutilah bacaannya.”


Kemudian dari makna masdhar ini dijadikan nama untuk kalamullah mukjizat bagi Nabi Muhammad SAW.


Lebih lanjut terdapat beberapa pandangan ulama wacana nama Al Qur’an itu sendiri, sebagaimana yang terungkap dalam kitab Al Madkhal Li Dirasah Al Qur’an Al Karim, sebagai berikut :



  1. Qur’an yaitu kata sifat dari al Qar’u yang bermakna al-jam’u (kumpulan). Selanjutnya 
kata ini dipakai sebagai salah satu nama bagi kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, lantaran Al Qur’an terdiri dari sekumpulan surah dan ayat, memuat kisah-kisah, perintah dan larangan, dan mengumpulkan inti sari dari kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Pendapat ini dikemukakan al-Zujaj (w.311)

  2. Kata Al Qur’an yaitu ism alam, bukan kata bentukan dan semenjak awal dipakai sebagaimana bagi kitab suci umat Islam. Pendapat ini diriwayatkan dari Imam Syafi’I (w.204). 
Menurut Abu Syuhbah, dari beberapa pendapat di atas, yang paling sempurna yaitu 
pendapat yang menyampaikan Al Qur’an bentuk masdhar dari kata Qara-a.


Sedangkan Al Qur’an berdasarkan istilah adalah: “Firman Allah SWT, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang mempunyai kemukjizatan lafal, membacanya bernilai ibadah, diriwayatkan secara mutawatir, yang tertulis dalam mushaf, dimulai dengan surat Al Fatihah dan di akhiri dengan surat An Nas.


Kata ‘ulum yang disandarkan kepada kata “Al Qur’an” telah menawarkan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berafiliasi dengan Al Qur’an, baik dari segi keberadaannya sebagai Al Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Secara istilah, para ulama telah merumuskan banyak sekali defenisi Ulumul Qur’an.



  1. Al Zarqani merumuskan pengertian Ulumul Qur’an sebagai berikut: beberapa pembahasan yang berafiliasi dengan Al Qur’an al-Karim, dari segi turunnya, urut-urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya, kemukjizatannya, nasikh dan mansukh-nya, penolakan hal-hal yang sanggup menjadikan keraguan terhadapnya, dan sebagainya.

  2. Manna’ al Qathan menawarkan defenisi bahwa Ulumul Qur’an yaitu ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berafiliasi dengan Al Qur’an, dari segi pengetahuan wacana sebab-sebab turunnya, pengumpulan Al Qur’an dan urut-urutannya, pengetahuan wacana ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah, hal-hal lain yang ada hubungannya dengan Al Qur’an.

  3. Menurut T.M Hasbi As-Shiddiqie, ‘Ulumul Qur’an ialah pembahasan-pembahasan yang berafiliasi dengan Al Qur’an, dari segi nuzulnya, tertibnya, mengumpulnya, menulisnya, membacanya dan menafsirkannya, I’jaz-nya, nasikh mansukh-nya, menolak syubhat-syubhat yang dihadapkan kepadanya.





Defenisi nomor satu dan dua di atas intinya sama. Keduanya menunjukkan bahwa ulumul Qur’an yaitu kumpulan sejumlah pembahasan yang pada mulanya merupakan ilmu-ilmu yang bangun sendiri. Ilmu-ilmu ini tidak keluar dari ilmu agama dan bahasa. Masing-masing menampilkan sejumlah aspek pembahasan yang dianggap penting. Objek pembahasannya yaitu Al-Qur’an.


Adapun perbedaannya terletak pada tiga hal :



  1. Aspek pembahasannya; defenisi pertama menampilkan sembilan aspek pembahasannya dan yang kedua menampilkan hannya lima daripadanya.

  2. Meskipun ke duanya tidak membatasi pembahasannya pada aspek-aspek yang ditampilkan, namun defenisi pertama lebih luas cakupannya dari yang ke dua. Sebab, defenisi pertama diawali dengan kata Mabahitsu yang merupakan bentuk jama’ yang tidak berhingga dan menyebut secara eksplisit penolakan hal-hal yang sanggup menjadikan keragu-raguan terhadap Al Qur’an sebagai cuilan dari pembahasannya. Sedangkan defenisi yang kedua tidak demikian.

  3. Pada perbedaan aspek pembahasan yang ditampilkan tidak semuanya sama di antara ke duanya. Defenisi pertama disebutkan bahwa penulisan Al Qur’an, Qiraat, penafsiran dan kemu’jizatan Al Qur’an sebagai cuilan pembahasannya. Sementara itu, dalam defenisi ke dua semua itu tidak disebutkan.


Dengan melihat persamaan dan perbedaan antara kedua defenisi di atas sanggup diketahui bahwa defenisi pertama lebih lengkap dibanding dengan defenisi ke dua. Dengan demikian defenisi kedua lebih akomodatif terhadap ilmu-ilmu Al Qur’an yang selalu berkembang sebagaimana akan terlihat pada uraian sejarah pertumbuhan dan perkembangan Ulumul Qur’an.


Penjelasan-penjelasan di atas juga memperlihatkan adanya dua unsur penting dalam defenisi Ulumul Qur’an. Pertama, bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah pembahasan. Kedua, pembahasan-pembahasan ini mempunyai kekerabatan dengan Al Qur’an, baik dari aspek keberadaannya sebagai Al Qur’an maupun aspek pemahaman kandungannya sebagai anutan dan petunjuk hidup bagi manusia.


Wallahu a’lam bish shawabi ..


bersambung ke : Bagian 2





SaveSave


SaveSave



Sumber aciknadzirah.blogspot.com

Mari berteman dengan saya

Follow my Instagram _yudha58

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "√ Ulumul Qur’An (Kajian Sejarah Dan Perkembangannya) – Bab 1 : Pengertian Ulumul Qur’An"

Posting Komentar