Amar putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 10/PUU-XV/2017 tentang atas Pengujian Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 perihal Praktik Kedokteran dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 perihal Pendidikan Kedokteran terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada tanggal 26 April 2018.
Dan berikut petikan inti dari amar putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 10/PUU-XV/2017,
Bahwa para Pemohon yang mempunyai hak konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, mengalami kerugian konstitusional akhir berlakunya pasal-pasal yang a quo, yaitu sebagai berikut:
- Perihal “Sertifikat Kompetensi” dan “Uji Kompetensi” sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 4 dan Pasal 29 ayat (3) aksara d UU 29/2004 perihal Praktik Kedokteran;
Bahwa pengertian “Sertifikat Kompetensi” dalam Pasal 1 angka 4 digeneralisir antara akta untuk lulusan gres dan resertifikasi, hal ini mengakibatkan lulusan gres fakultas kedokteran harus mengikuti uji kompetensi sebanyak dua kali yaitu Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter/UKMPPD dan uji kompetensi yang dilaksanakan oleh Ikatan Dokter Indonesia/Kolegium Dokter Indonesiadan/atau harus memperoleh akta kompetensi dari Kolegium Dokter Indonesia (KDI), walaupun telah lulus Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD) sehingga berhak memperoleh akta profesi (ijazah) yang bergotong-royong sudah merupakan bukti kompetensi dari seorang dokter baru. - Perihal “Organisasi Profesi” sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 12 dan Pasal 38 ayat (1) UU 29/2004 perihal Praktik Kedokteran.
Bahwa ketentuan Pasal 1 angka 12 mempersempit makna organisasi profesi yaitu hanya Ikatan Dokter Indonesia (IDI), sedangkan sudah diketahui bahwa dalam lingkungan IDI terdapat sejumlah Perhimpunan Dokter Spesialis yang juga berhak disebut sebagai “Organisasi Profesi.”Ketentuan demikian merugikan hak konstitusional sebagian Pemohon yang merupakan anggota Perhimpunan Dokter Spesialis, alasannya yaitu membatasi hak berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat sebagaimana diatur, dijamin dan dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945. - Perihal “Kolegium Kedokteran Indonesia” sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 13 UU 29/2004 perihal Praktik kedokteran. Bahwa IDI sebagai “medical association” seyogianya hanya berfungsi sebagai serikat pekerja (trade union) atau “political body” bagi dokter Indonesia. Sedangkan Kolegium dan Majelis Kolegium Kedokteran (Academy of Medicine of Indonesia” yaitu “academic body” bagi dokter Indonesia.
Untuk menjamin independensinya, kolegium seyogianya dibuat oleh Fakultas Kedokteran/Program Studi bersama dengan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran berkoordinasi dengan perhimpunan profesi/spesialis terkait, dalam. Kolegium yang dibuat oleh organisasi profesi IDI maupun perhimpunan seorang andal tanpa melibatkan institusi pendidikan akan mengakibatkan ketidakpastian aturan alasannya yaitu adanya intervensi IDI terhadap independensi Kolegium. - Perihal “Anggota Konsil Kedokteran Indonesia yang berasal dari unsur organisasi profesi” sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) aksara a UU 29/2004.
Bahwa ketentuan a quo merugikan hak konstitusional para Pemohon alasannya yaitu mengakibatkan ketidakpastian aturan sebagai akhir dari adanya potensi benturan kepentingan antara pengurus organisasi profesi kedokteran (IDI) yang merangkap sebagai komisioner pada KKI yang berfungsi sebagai regulator, dimana pengurus organisasi profesi kedokteran (IDI) menjadi objek dari regulasi yang dibentuk, terlebih lagi apabila komisioner tersebut yaitu juga menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI). - Perihal “Organisasi Profesi” sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 20, Pasal 5 ayat (2), Pasal 7 ayat (8), Pasal 8 ayat (4), Pasal 11 ayat (1), Pasal 24 ayat (1), Pasal 36 ayat (3) dan Pasal 39 ayat (2) UU 20/2013 perihal Pendidikan Kedokteran.
Bahwa bidang pendidikan kedokteran merupakan ranah akademis, yang menjadi tanggung jawab Kolegium Kedokteran, yang merupakan academic body Dokter Indonesia.
Bahwa para Pemohon mengajukan permohonan pengujian konstitusionalitas terhadap ketentuan dalam pasal-pasal sebagai berikut:
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 perihal Praktik Kedokteran:
- Pasal 1 angka 4 UU 29/2004 yang menyatakan:
“Sertifikat Kompetensi yaitu surat tanda pengukuhan terhadap kemampuan seorang dokter atau dokter gigi untuk menjalankan praktik kedokteran di seluruh Indonesia sesudah lulus uji kompetensi”. - Pasal 29 ayat (3) aksara d UU 29/2004 yang menyatakan:
“Untuk memperoleh tanda pendaftaran dokter dan surat tanda pendaftaran dokter gigi harus memenuhi persyaratan: d. mempunyai akta kompetensi”. - Pasal 1 angka 12 UU 29/2004 yang menyatakan:
“Organisasi Profesi yaitu Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia untuk Dokter Gigi”. - Pasal 38 ayat (1) aksara c`UU 29/2004 yang menyatakan:
“memiliki rekomendasi dari organisasi profesi”. - Pasal 1 angka 13 UU 29/2004 yang menyatakan:
“Kolegium Kedokteran Indonesia dan Kolegium Kedokteran Gigi Indonesia yaitu tubuh yang dibuat oleh organisasi profesi untuk masing-masing cabang disiplin ilmu yang bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tersebut”. - Pasal 14 ayat (1) aksara a UU 29/2004 yang menyatakan:
“Jumlah anggota Konsil Kedokteran Indonesia 17 (tujuh belas) orang yang terdiri atas unsur-unsur yang berasal dari: (a) organisasi profesi kedokteran 2 (dua) orang”.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 perihal Pendidikan Kedokteran:
- Pasal 1 angka 20 UU 20/2013 yang menyatakan:
“Organisasi profesi yaitu organisasi yang mempunyai kompetensi di bidang kedokteran atau kedokteran gigi yang diakui oleh Pemerintah”. - Pasal 5 ayat (2) UU 20/2013 yang menyatakan:
“Perguruan tinggi dalam menyelenggarakan Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja sama dengan Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran serta berkoordinasi dengan Organisasi Profesi”. - Pasal 7 ayat (8) UU 20/2013 yang menyatakan:
“Program internsip sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diselenggarakan secara nasional bersama oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, assosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi rumah sakit pendidikan, Organisasi Profesi, dan konsil kedokteran Indonesia”. - Pasal 8 ayat (4) UU 20/2013 yang menyatakan:
“Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dalam menyelenggarakan kegiatan dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan Organisasi Profesi”. - Pasal 11 ayat (1) UU 20/2013 yang menyatakan:
“Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi atas nama perguruan tinggi dalam mewujudkan tujuan Pendidikan Kedokteran bekerja sama dengan Rumah Sakit Pendidikan, Wahana Pendidikan Kedokteran, dan/atau forum lain, serta berkoordinasi dengan Organisasi Profesi”. - Pasal 24 ayat (1) UU 20/2013 yang menyatakan:
“Standar Nasional Pendidikan Kedokteran yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi disusun secara bersama oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi, asosiasi rumah sakit pendidikan, dan Organisasi Profesi”. - Pasal 36 ayat (2) UU 20/2013 yang menyatakan:
“Mahasiswa yang lulus uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperoleh akta profesi yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi”. - Pasal 36 ayat (3) UU 20/2013 yang menyatakan:
“Uji kompetensi Dokter atau Dokter Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi bekerja sama dengan asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi dan berkoordinasi dengan Organisasi Profesi”. - Pasal 39 ayat (2) UU 20/2013 yang menyatakan:
“Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi bekerja sama dengan asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi dan berkoordinasi dengan Organisasi Profesi”.
Mengadili,
- Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian.
- Menyatakan Pasal 14 ayat (1) aksara a Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 perihal Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431) yang menyatakan “Jumlah anggota Konsil Kedokteran Indonesia 17 (tujuh belas) orang yang terdiri atas unsur-unsur yang berasal dari: (a) organisasi profesi kedokteran 2 (dua) orang; …” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan aturan mengikat sepanjang unsur “organisasi profesi kedokteran” tidak dimaknai sebagai tidak menjadi pengurus organisasi profesi kedokteran.
- Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.
- Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Demikian diputus dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi yaitu Arief Hidayat selaku Ketua merangkap Anggota, Anwar Usman, Aswanto, I Dewa Gede Palguna, Saldi Isra, Suhartoyo, Maria Farida Indrati, Manahan M.P Sitompul, dan Wahiduddin Adams, masing-masing sebagai Anggota, pada hari Selasa, tanggal enam belas, bulan Januari, tahun dua ribu delapan belas, dan oleh delapan Hakim Konstitusi yaitu Anwar Usman selaku Ketua merangkap Anggota, Aswanto, Arief Hidayat, I Dewa Gede Palguna, Saldi Isra, Suhartoyo, Maria Farida Indrati, dan Manahan M.P Sitompul, masing-masing sebagai Anggota, pada hari Kamis, tanggal sembilan belas, bulan April, tahun dua ribu delapan belas, yang diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal dua puluh enam, bulan April, tahun dua ribu delapan belas, final diucapkan pukul 14.46 WIB, oleh delapan Hakim Konstitusi yaitu Anwar Usman selaku Ketua merangkap Anggota, Aswanto, Manahan M.P Sitompul, Arief Hidayat, I Dewa Gede Palguna, Saldi Isra, Suhartoyo, dan Wahiduddin Adams, masing-masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Ida Ria Tambunan sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh para Pemohon/kuasanya, Presiden atau yang mewakili, Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili, dan Pihak Terkait Ikatan Dokter Indonesia atau yang mewakili.
Untuk selengkapnya, silahkan unduh Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 10/PUU-XV/2017 di bawah ini,
Sumber aciknadzirah.blogspot.com
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "√ Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 10/Puu-Xv/2017 Perihal Undang-Undang Praktik Kedokteran Dan Undang-Undang Pendidikan Kedokteran"
Posting Komentar