Statusisasi kemakmuran. Labil ekonomi. Harmonisiasi hati. Dan sederet kata-kata yang dikembangkan sebagai materi gurauan telah menempel pada sosok yang mendadak populer. Inilah personal brand, atribut tertentu yang menempel pada seseorang dan unik. Sayang atribut itu bersifat negatif. Timbullah himbauan : stop making stupid people famous.
Memang makin banyak orang yang rindu popularitas. Bahkan kadang tak peduli apakah popularitas dikaitkan dengan hal negatif. Sekedar untuk aktualisasi diri atau untuik melapangkan jalan merengkuh rejeki.
Selepas reformasi digulirkan, popularitas memang menjadi komoditi yang menarik. Para selebritis ramai-ramai terjun ke dunia politik. Mulai dari anggota DPR/DPRD, bupati, walikota, gubernur, presiden (termasuk wakilnya) butuh popularitas. Namun sejatinya mereka lebih membutuhkan personal branding ketimbang popularitas belaka.
Personal branding bukanlah mengejar popularitas sesaat. Menurut Llopis, personal branding harus mencerminkan nilai-nilai yang sanggup disampaikan secara konsisten kepada khalayak. Kaprikornus langkah awal yaitu memahami nilai-nilai pribadi, kepribadian dan keahlian untuk menjadi fondasi personal branding yang kukuh.
Melalui personal branding, seseorang “memasarkan diri” . Tujuannya supaya lebih dikenal, dan diasosiasikan dengan atribut tertentu, yang mencerminkan kekuatan dirinya. Bagi politisi, contohnya atribut yang dilekatkan tegas tapi bijaksana. Bagi penyayi dangdut, contohnya goyang zig zag. Dalam personal branding dibutuhkan ada ciri khas yang membedakan dengan orang lain, berkesan, dan diingat dalam waktu yang lama.
Salah satu bentuk personal branding yaitu menggunakan nama seseorang untuk produk, semisal Honda, Ford, dan Dell. Juga untuk lembaga-lembaga sosial. Contohnya yaitu Schwab Foundation for Social Entrepreneurship. forum ini didirikan oleh Klaus Schwab, pelopor World Economic Forum. Schwab Foundation for Social Entrepreneurship bertujuan mempromosikan kewirausahaan sosial.
Sejatinya, membangun personal branding seakan-akan dengan membangun merek untuk barang dan jasa. Proses dalam personal branding mencakup penentuan merek dan atribut merek (yang dalam hal ini yaitu langsung seseorang), diikuti dengan memposisikan diri sehingga berbeda dengan saingan,
Membangun personal branding dimulai dengan memilih secara spesifik impian dan ambisi yang ingin dicapai. Apakah ingin menjadi administrator puncak pada perusahaan ternama? Menjadi bupati, gubernur, atau bahkan presiden? Atau menjadi seniman atau atlet dengan prestasi tingkat dunia? Lebih fundamental lagi, rumuskanlah tujuan hidup yang ingin diraih dan memiliki visi yang jelas.
Berikutnya, melaksanakan riset terhadap orang-orang yang telah sukses dalam personal branding-nya, termasuk keberhasilan dan kegagalan yang pernah mereka alami. Pelajari juga taktik personal branding kompetitor. Misalnya calon cabup yang lain, bila anada ingin menjadi bupati.
Seperti halnya barang dan jasa, seorang individu juga harus memilih apa pesan yang ingin disampaikan dengan personal branding-nya. Juga asosiasi yang ia harapkan orang lain miliki ihwal dirinya berikut alasan-alasannya.
Bagaimana dengan kondisi ketika ini? Lebih khusus lagi, bagaimana orang lain memandang si individu yang ingin mermbangun personal branding? Dari sini, sanggup diketahui kesenjangan antara kondisi individu ketika ini dengan persepsi yang ingin dibangun. Ingatlah bahwa kesuksesan personal branding seorang individutercermin dari persepsi positif terhadap individu.
Agar sukses dalam personal branding, seseorang harus bisa menjadi contoh yang menjadi sumber ide dan pengharapan bagi banyak orang. Personal branding harus bertujuan menolong orang lain supaya bisa mencicipi manfaat dari kekerabatan yang terjalin antara individu dengan khalayak.
*Sumber : Sindo Weekly
Sumber aciknadzirah.blogspot.com
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "√ Personal Branding, Bukan Sekedar Populer"
Posting Komentar