Tulisan ini saya tulis lantaran ramainya pro dan kontra atas gosip perihal dipecatnya Mayor Jenderal (CKM) Tentara Nasional Indonesia Dr. dr. Terawan Agus Putranto. Sp.Rad (K), yang dikenal lantaran mempopulerkan metode Digital Substraction Angiography (DSA) atau lebih dikenal “cuci otak” atau sebutan kerennya “brain spa” di kalangan masyarakat Indonesia oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI).
Tanpa melihat siapa yang salah dan siapa yang benar, saya ingin memberikan wacana langkah-langkah pengembangan teknologi kedokteran, dimana dari kacamata saya sebagai kepingan dari dokter Indonesia, langkah-langkah ini sangat penting dicermati mengingat objeknya yaitu insan dan tentunya lantaran menyangkut nyawa manusia, maka harus mentaati kaidah-kaidah dalam dunia kedokteran yang berlaku secara nasional dan internasional.
Pengembangan obat-obatan dan peralatan medis mengikuti jalur yang ditetapkan dengan baik untuk memastikan bahwa mereka kondusif dan efektif ketika mereka mencapai publik. Dari konsep hingga persetujuan dan seterusnya.
Sebagai hasil kerjasama penelitian etik antara Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Dewan Organisasi Ilmu-ilmu Kedokteran Internasional (CIOMS), diterbitkan Usulan Pedoman Internasional untuk Penelitian Biomedis yang Melibatkan Subyek Manusia oleh CIOMS pada tahun 1982. Kemudian pedoman ini disahkan di Genewa pada tahun 1993.
Tujuan dari pedoman ini yaitu untuk memperlihatkan bagaimana prinsip-prinsip etik mendasar yang mengatur pelaksanaan penelitian biomedis yang melibatkan subyek manusia, sebagaimana dikemukakan dalam Deklarasi Helsinki Ikatan Dokter Sedunia, sanggup diterapkan secara efektif, khususnya di negara-negara berkembang, dengan memperhitungkan kebudayaan, keadaan sosioekonomi, aturan nasional, dan tatanan-tatanan direktur serta administratif.
Prinsip-Prinsip Etik Umum
- Penghormatan terhadap manusia
- Kebaikan
- Keadilan
Pedoman
- Informed Consent Individu
- Informasi Esensial Untuk Calon Subyek Penelitian
- Kewajiban peneliti berkenaan dengan informed consent
- Bujukan untuk berpartisipasi
- Penelitian yang melibatkan anak-anak
- Penelitian yang melibatkan orang dengan gangguan mental atau tingkah laku
- Penelitian yang melibatkan tawanan
- Penelitian yang melibatkan masyarakat terbelakang
- Informed consent dalam penelitian epidemiologis
- Distribusi beban dan manfaat yang merata
- Seleksi perempuan hamil atau menyusui sebagai subyek penelitian
- Melindungi kerahasiaan
- Hak subyek untuk kompensasi
- Konstitusi dan tanggung jawab komisi etik
- Kewajiban mensponsori dan negara-negara tuan rumah
Prinsip-Prinsip Mendasar
- Penelitian biomedis yang melibatkan subyek insan harus selaras dengan prinsip-prinsip ilmiah yang diterima secara umum dan harus didasarkan pada percobaan laboratorium dan binatang yang dilakukan secara memadai dan pada pengetahuan menyeluruh wacana kepustakaan ilmiah.
- Rancangan dan kinerja dari setiap mekanisme percobaan yang melibatkan subyek insan harus dirumuskan secara terang dalam protokol percobaan yang harus disampaikan untuk dipertimbangkan, dikomentari, dan diarahkan oleh suatu komisiyang ditunjuk secara khusus dan tidak tergantung pada peneliti dan sponsor, dengan syarat komisi independen ini sesuai dengan aturan dan perundang-undangan negara di mana percobaan penelitian tersebut dilakukan.
- Penelitian biomedis yang melibatkan subyek insan harus dilakukan oleh orang-orang yang memenuhi syarat secara ilmiah dan di bawah pengawasan seorang medis yang kompeten secara klinis. Tanggung jawab terhadap subyek insan harus selalu terletak pada orang yang memenuhi syarat secara medis dan tidak pada subyek penelitian, meskiopun subyek tersebut telah menawarkan persetujuannya.
- Penelitian biomedis yang melibatkan subyek insan tidak sanggup dilakukan secara sah kecuali bahwa pentingnya tujuan tersebut setara dengan resiko yang ada pada subyek.
- Setiap proyek penelitian biomedis yang melibatkan subyek insan harus didahului oleh evaluasi hati-hati wacana kemungkinan resiko yang dibandingkan dengan manfaat yang terlihat bagi subyek atau orang lain. Perhatian untuk kepentingan subyek harus selalu diutamakan melebihi kepentingan ilmu dan masyarakat.
- Hak subyek penelitian untuk melindungi integritasnya harus selalu dihormati. Sikap berhati-hati harus ditempuh untuk menghormati privasi subyek dan meminimalkan dampak penelitian pada integritas fisik dan mental subyek dan pada kepribadian subyek.
- Para dokter harus tidak melibatkan diri dalam proyek penelitian yang melibatkan subyek manusia, kecuali mereka yakin bahwa resiko-resiko yang terkandung sanggup diramalkan. Para dokter harus menghentikan penelitian kalau ditemukan bahaya-bahaya yang melampaui kemungkinan manfaat.
- Dalam mempublikasikan hasil-hasil penelitiannya, dokter diwajibkan mempertahankan akurasi dari hasil-hasil tersebut. Laporan-laporan wacana percobaan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang dikemukakan dalam Deklarasi ini dihentikan diterima untuk dipublikasi.
- Dalam penelitian pada manusia, setiap calon subyek harus diinformasikan wacana tujuan, metoda, manfaat yang diharapkan dan kemungkinan resiko-resiko dari penelitian tersebut serta ketidaknyamanan yang mungkin harus dialami. Ia harus diinformasikan bahwa ia bebas untuk tidak berpartisipasi dalam penelitian tersebut dan bahwa ia bebas mencabut persetujuannya untuk berpartisipasi setiap saat. Dokter kemudian harus memperoleh informed consent subyek yang diberikan secara bebas, lebih disukai dalam bentuk tertulis.
- Ketika memperoleh informed consent untuk proyek penelitian, dokter harus bersikap hati-hati kalau subyek berada dalam kekerabatan ketergantungan dengannya, atau mungkin menawarkan persetujuan lantaran tekanan. Dalam kasus demikian, informed consent harus diperoleh oleh seorang dokter yang tidak terlibat dalam penelitian dan yang sepenuhnya tidak tergantung pada kekerabatan resmi ini.
- Dalam kasus ketidakcakapan secara hukum, informed consent harus diperoleh dari wakil aturan sesuai dengan undang- undang nasional. Bila ketidakmampuan fisik atau mental tidak memungkinkan untuk memperoleh informed consent, atau bila subyek masih di bawah umur, maka ijin dari keluarga yang bertanggung jawab menggantikan ijin subyek sesuai dengan undang-undang nasional. Bilamana anak di anak-anak tersebut pada kenyataannya bisa menawarkan persetujuan, maka persetujuan anak di anak-anak tersebut harus diperoleh di samping persetujuan dari wakil aturan anak tersebut.
- Protokol penelitian harus selalu mengandung suatu pernyataan wacana pertimbangan-pertimbangan etik yang ada dan harus mengindikasikan bahwa prinsip-prinsip yang dikemukakan dalam Deklarasi ini dipatuhi.
Penelitian Medis Yang Digabungkan Dengan Perawatan Profesional (Penelitian klinis)
- Dalam mengobati orang yang sakit, dokter harus bebas untuk memakai tindakan diagnostik dan terapeutik baru, kalau dalam penilaiannya hal tersebut menawarkan cita-cita untuk menyelamatkan hidup, membangun kembali kesehatan atau meredakan penderitaan.
- Kemungkinan manfaat, ancaman dan ketidaknyamanan dari suatu metoda gres harus diperbandingkan dengan laba dari metoda diagnostik dan terapeutik terbaik berakal balig cukup akal ini.
- Dalam penelitian medis, setiap pasien – termasuk mereka dari kelompok kontrol (jika ada) – harus diyakinkan wacana metoda diagnostik dan terapeutik terbaik.
- Penolakan pasien untuk berpartisipasi dalam suatu penelitian dihentikan pernah mengganggu kekerabatan dokter-pasien. 5. Jika dokter menganggap penting untuk tidak memperoleh informed consent, maka alasan-alasan khusus untuk ajuan ini harus dinyatakan dalam protokol percobaan untuk disampaikan kepada komisi independen.
- Dokter sanggup menggabungkan penelitian medis dengan perawatan profesional, yang tujuannya yaitu untuk memperoleh pengetahuan baru, hanya sejauh bahwa penelitian medis dibenarkan oleh kemungkinan manfaat diagnostik atau terapeutiknya bagi pasien.
Penelitian Biomedis Non-Terapeutik Yang Melibatkan Subyek Manusia (Penelitian biomedis non-klinis)
- Dalam penerapan penelitian medis ilmiah secara murni yang dilakukan pada manusia, yaitu kewajiban dokter untuk tetap sebagai pelindung kehidupan dan kesehatan orang tersebut pada siapa penelitian biomedis dilakukan.
- Para subyek harus merupakan sukarelawan – baik orang- orang sehat maupun pasien di mana rancangan percobaan tidak mempunyai kaitan dengan penyakit pasien.
- Peneliti atau tim peneliti harus menghentikan penelitian kalau dalam penilaiannya seandainya dilanjutkan penelitian itu akan merugikan individu tersebut.
- Dalam peneltiian pada manusia, kepentingan ilmu dan masyarakat dihentikan lebih diutamakan daripada pertimbangan-pertimbangan yang berkaitan dengan kesejahteraan subyek.
Dikutip dan diterjemahkan dari website www.fda.gov, yang juga sering dijadikan sebagai salah satu acuab standar keamanan tertinggi dari obat dan makanan secara internasional, proses pengembangan untuk obat dan perangkat yaitu serupa, masing-masing melibatkan lima langkah dasar. Namun, proses detilnya berbeda dalam langkah-langkah itu.
- Penemuan / Konsep : Penelitian untuk obat atau alat gres dimulai di laboratorium.
- Penelitian Pra-klinis : Obat-obatan dan perangkat menjalani pengujian laboratorium dan binatang untuk menjawab pertanyaan dasar wacana keselamatan.
- Riset Klinis : Obat dan perangkat diuji pada orang untuk memastikan kondusif dan efektif.
- Tinjauan FDA : Tim peninjau FDA secara menyeluruh mengusut semua data yang dikirimkan terkait dengan obat atau alat dan menciptakan keputusan untuk menyetujui atau tidak untuk menyetujuinya.
- Pemantauan Keamanan Terhadap Pasien Pasca Dipasarkan Oleh FDA : FDA memantau semua keamanan obat dan perangkat begitu produk tersedia untuk dipakai oleh publik.
Selengkapnya silahkan baca disini.
Saya akan merujuk kepada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1995 wacana Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3609), yang menyebutkan pada :
- Bab I, Pasal 1,
- Ayat 1, penelitian dan pengembangan kesehatan yaitu aktivitas ilmiah yang dilakukan berdasarkan metode yang sistematik untuk menemukan informasi ilmiah dan/atau teknologi yang baru, menerangkan kebenaran atau ketidakbenaran hipotesis sehingga sanggup dirumuskan teori atau suatu proses tanda-tanda alam dan/atau sosial di bidang kesehatan, dan dilanjutkan dengan menguji penerapannya untuk tujuan mudah di bidang kesehatan.
- Ayat 2, penyelenggara peneliti dan pengembangan kesehatan yaitu setiap peneliti, lembaga atau tubuh aturan baik milik Negara maupun swasta, yang menyelenggarakan penelitian dan pengembangan kesehatan.
- Ayat 3, peneliti yaitu setiap orang yang bertugas melaksanakan penelitian dan pengembangan kesehatan.
- Ayat 4, penerapan hasil penelitian dan pengembangan kesehatan yaitu setiap aktivitas untuk memanfaatkan atau memakai hasil penelitian dan pengembangan kesehatan bagi kepentingan praktis.
- Bab II, Pasal 2, tertulis, “Penelitian dan pengembangan kesehatan bertujuan untuk menawarkan masukan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengetahuan lain yang diharapkan untuk menunjang pembangunan kesehatan dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal”.
- Bab III,
- Pasal 3, penelitian dan pengembangan kesehatan dilaksanakan oleh penyelenggara penelitian dan pengembangan kesehatan.
- Pasal 4,
- Ayat 1, penelitian dan pengembangan kesehatan dilaksanakan berdasarkan standar profesi penelitian kesehatan.
- Ayat 2. ketentuan lebih lanjut mengenai standar profesi penelitian kesehatan ditetapkan oleh Menteri.
- Pasal 5
- Ayat 1, penelitian dan pengembangan kesehatan sanggup dilakukan terhadap insan atau jenazah manusia, keluarga, masyarakat, hewan, tumbuh-tumbuhan, jasad renik, atau lingkungan.
- Ayat, pelaksanaan penelitian dan pengembangan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan penerapannya dilakukan dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat serta upaya pelestarian lingkungan.
- Pasal 7, penelitian dan pengembangan kesehatan sanggup diselenggarakan oleh lembaga asing, atau melibatkan peneliti asing, atau kolaborasi dengan lembaga absurd yang memenuhi persyaratan, dilakukan atas dasar izin berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur wacana penelitian bagi orang asing.
- Bab IV
- Pasal 8,
- Ayat 1, penelitian dan pengembangan kesehatan terhadap insan hanya sanggup dilakukan atas dasar persetujuan tertulis dari insan yang bersangkutan.
- Ayat 2, persetujuan tertulis sanggup pula dilakukan oleh orang bau tanah atau hebat warisnya apabila insan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1):
- huruf a, tidak bisa melaksanakan tindakan hukum;
- huruf b, lantaran keadaan kesehatan atau jasmaninya sama sekali tidak memungkinkan sanggup menyatakan persetujuan secara tertulis;
- huruf c, telah meninggal dunia, dalam hal jasadnya akan dipakai sebagai obyek penelitian dan pengembangan kesehatan.
- Ayat 3, persetujuan tertulis bagi penelitian dan pengembangan kesehatan terhadap keluarga diberikan oleh kepala keluarga yang bersangkutan dan terhadap masyarakat dalam wilayah tertentu oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah yang bersangkutan.
- Ayat 4, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mendapat persetujuan tertulis diatur oleh Menteri.
- Pasal 9, pelaksanaan penelitian dan pengembangan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 wajib dilakukan dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan jiwa manusia, keluarga dan masyarakat yang bersangkutan.
- Pasal 10, manusia, keluarga, dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 berhak mendapat informasi terlebih dahulu dari penyelenggara penelitian dan pengembangan kesehatan mengenai:
- huruf a, tujuan penelitian dan pengembangan kesehatan serta penggunaan hasilnya;
- huruf b, jaminan kerahasiaan wacana identitas dan data pribadi;
- huruf c, metode yang digunakan;
- huruf d, risiko yang mungkin timbul;
- huruf e, hal lain yang perlu diketahui oleh yang bersangkutan dalam rangka penelitian dan pengembangan kesehatan.
- Pasal 11. penyelenggara penelitian dan pengembangan kesehatan berkewajiban menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan eksklusif atau keluarga atau masyarakat yang bersangkutan.
- Pasal 12, manusia, keluarga, atau masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 berhak sewaktu-waktu mengakhiri atau menghentikan keterlibatannya dalam penelitian dan pengembangan kesehatan.
- Pasal 13, penelitian dan pengembangan kesehatan terhadap:
- huruf a, anak-anak hanya sanggup dilakukan dalam rangka peningkatan derajat kesehatan anak-anak;
- huruf b, perempuan hamil atau menyusui hanya sanggup dilakukan dalam rangka pembenaran problem kehamilan, persalinan, atau peningkatan derajat kesehatannya;
- huruf c, penderita penyakit jiwa atau lemah ingatan hanya sanggup dilakukan dalam rangka mengetahui alasannya yaitu terjadinya penyakit jiwa atau lemah ingatan, pengobatan, atau rehabilitasi sosialnya.
- Pasal 14
- ayat 1, manusia, keluarga, atau masyarakat berhak atas ganti rugi apabila pelaksanaan penelitian dan pengembangan kesehatan terhadapnya menimbulkan terganggunya kesehatan, cacat atau janjkematian yang terjadi lantaran kesalahan atau kelalaian penyelenggara penelitian dan pengembangan kesehatan.
- ayat 2, tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Pasal 15
- ayat 1, penerapan hasil penelitian dan pengembangan kesehatan pada tubuh insan hanya sanggup dilakukan sesudah sebelumnya diterapkan pada binatang percobaan.
- ayat 2, pelaksanaan penerapan hasil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dilaksanakan apabila sanggup dipertanggungjawabkan dari segi kesehatan dan keselamatan jiwa manusia.
- ayat 3, etentuan lebih lanjut mengenai tahapan dan tata cara penerapan hasil penelitian dan pengembangan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri sesudah mendapat pertimbangan dari Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
- Pasal 8,
- Bab V
- Pasal 16, penyelenggara penelitian dan pengembangan kesehatan berhak sepenuhnya atas hasil penelitian dan pengembangan kesehatan.
- Pasal 17, menteri menawarkan penghargaan kepada penyelenggara penelitian dan pengembangan kesehatan yang hasil penelitian dan pengembangan kesehatannya merupakan suatu temuan atau teknologi gres bagi pembangunan kesehatan.
- Bab VI
- Pasal 18
- Ayat 1, menteri melaksanakan pelatihan dan pengawasan terhadap penyelenggara penelitian dan pengembangan kesehatan.
- Ayat 2, pelatihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui:
- huruf a, bimbingan dan penyuluhan;
- huruf b, penyediaan jaringan informasi penelitian dan pengembangan kesehatan;
- huruf c, pemberian dukungan tenaga hebat atau bentuk lainnya.
- Pasal 18
- Bab VII
- Pasal 19, barang siapa dengan sengaja melaksanakan penelitian dan pengembangan kesehatan dan penerapannya terhadap manusia, keluarga, atau masyarakat tanpa memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat serta kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 9, dipidana berdasarkan ketentuan Pasal 81 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 wacana kesehatan.
- Pasal 20, berdasarkan ketentuan Pasal 86 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 wacana Kesehatan, barang siapa dengan sengaja menyelenggarakan penelitian dan pengembangan kesehatan:
- huruf a, dengan cara yang tidak sesuai dengan standar profesi penelitian kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
- huruf b, tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7;
- huruf c, tanpa persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3);
- huruf d, tanpa memberi informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;
- huruf e, dipidana denda paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
Status Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) :
- MKEK yaitu tubuh otonom IDI yang bertanggung jawab mengkoordinasi aktivitas internal organisasi dalam pengembangan kebijakan, pelatihan pelaksanaan dan pengawasan penerapan watak kedokteran
- Dalam hal pengembangan dan pelaksaaan kebijakan yang bersifat nasional dan strategis, MKEK wajib mendapat persetujuan dalam lembaga Musyawarah Pimpinan Pusat.
- MKEK dibuat pada tingkat pusat, wilayah, dan cabang.
- MKEK di tingkat cabang dibuat apabila dianggap perlu atas pertimbangan dan persetujuan dari MKEK wilayah.
- MKEK bertanggung jawab kepada muktamar musyawarah wilayah dan musyawarah cabang sesuai dengan tingkat kepengurusan
- Masa jabatan MKEK sama dengan PB IDI
- Kepengurusan MKEK sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris, dan anggota
- MKEK wilayah dan cabang mengadakan koordinasi dengan pengurus wilayah dan pengurus cabang, sesuai dengan tingkat kepengurusan.
Tugas dan Wewenang Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) :
- Melaksanakan isi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta semua keputusan yang ditetapkan muktamar.
- Melakukan kiprah bimbingan, pengawasan dan evaluasi dalam pelaksanaan etik kedokteran, termasuk perbuatan anggota yang melanggar kehormatan dan tradisi luhur kedokteran.
- Memperjuangkan supaya etik kedokteran sanggup ditegakkan di Indonesia.
- Memberikan usul dan saran diminta atau tidak diminta kepada pengurus besar,
pengurus wilayah dan pengurus cabang, serta kepada Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia. - Membina kekerabatan baik dengan majelis atau instansi yang bekerjasama dengan etik profesi, baik pemerintah maupun organisasi profesi lain.
- Bertanggung jawab kepada muktamar, musyawarah wilayah dan musyawarah cabang.
Ketua MKEK memberikan dalam kasus Dr. Terawan, bahwa dari 21 pasal yang yang tercantum dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki), Dr. Terawan telah mengabaikan dua pasal yakni pasal empat dan enam.
Pada pasal empat tertulis, “seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri” dan pasal enam yang berbunyinya, “setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap inovasi teknik atau pengobatan gres yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal yang sanggup menimbulkan keresahan masyarakat”.
Sebagai info, berikut pasal-pasal dalam Kode Etik Kedokteran Indonsia,
- Pasal 1 wacana Sumpah Dokter
- Pasal 2 wacana Standar Pelayanan Kedokteran Yang Baik
- Pasal 3 wacana Kemandirian Profesi
- Pasal 4 wacana Memuji Diri
- Pasal 5 wacana Perbuatan Melemahkan Psikis Maupun Fisik
- Pasal 6 wacana Bijak Dalam Penemuan Baru
- Pasal 7 wacana Keterangan Dan Pendapat Yang Valid
- Pasal 8 wacana Profesionalisme
- Pasal 9 wacana Kejujuran Dan Kebajikan Sejawat
- Pasal 10 wacana Penghormatan Hak-hak Pasien Dan Sejawat
- Pasal 11 wacana Pelindung Kehidupan
- Pasal 12 wacana Pelayanan Kesehatan Holistik
- Pasal 13 wacana Kerjasama
- Pasal 14 wacana Konsul Dan Rujukan
- Pasal 15 wacana Kebebasan Beribadat Dan Lain-lain
- Pasal 16 wacana Rahasia Jabatan
- Pasal 17 wacana Pertolongan Darurat
- Pasal 18 wacana Menjunjung Tinggi Kesejawatan
- Pasal 19 wacana Pindah Pengobatan
- Pasal 20 wacana Menjaga Kesehatan
- Pasal 21 wacana Perkembangan Ilmu Dan Teknologi Kedokteran
Selengkapnya silahkan baca Kode Etik Kedokteran Indonesia disini.
Ternyata memang tidak gampang dan sangat tidak sederhana melaksanakan pengembangan pengobatan dalam dunia kedokteran, tetapi saya yakin maksud semua itu untuk satu tujuan, yaitu menyelamatkan nyawa insan dengan tidak berbasis pengalaman semata, namun juga harus sanggup dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dan saya mengalami itu disaat mengajukan hak paten, pendaftaran serta hak jual atas salah satu produk alat medis padahal alat tersebut bukan alat intervensif dan saya sanggup mengerti bahwa hal tersebut semata-mata hanya untuk keamanan dan keselamatan masyarakat penggunanya.
Saya melihat kasus Dr. Terawan dari sudut pandang “perkembangan teknologi kedokteran”, “regulasi” serta “kode etik kedokteran Indonesia”, apakah Dr. Terawan telah menjalankan hal itu semua serta mentaatinya?
Dan kalau menyerupai yang terjadi akhir-akhir ini, banyak pejabat dan non-pejabat yang menawarkan testimoni, maka sangatlah tidak elok, ilmu kedokteran yang seharusnya ilmu kedokteran berbasis ilmiah (Scientific Based Medicine) dan ilmu kedokteran berbasis bukti (Evidence Based Medicine) menjadi terlanggar oleh arogansi personal lantaran niat baik mereka serta ketidaktahuan mereka yang menjadikan ilmu kedokteran tidak ubahnya menyerupai Mak Erot atau Ponari.
Saran saya, mari kita tunggu tindak lanjut dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran, Ikatan Dokter Indonesia sebagai organisasi profesi dokter Indonesia yang dilindungi oleh undang-undang serta Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia sebagai perhimpunan profesi dokter spesialias radiologi di Indonesia menindaklanjuti keputusan MKEK tersebut yang menyatakan bahwa ada pasal Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki) yang dilanggar.
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 wacana Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 wacana Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4219);
- Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 wacana Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116)
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 wacana Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 wacana Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
- Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1995 wacana Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3609);
- Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 wacana Sistem Kesehatan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 193);
- Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 wacana Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
- Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 wacana Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 59);
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 wacana Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1508);
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2016 wacana Komisi Etik Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 394)
- Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 wacana Tata Laksana Persetujuan Uji Klinik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1038)
- Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2015 wacana Tata Laksana Dan Penilaian Obat Pengembangan Baru
- Anggaran Dasar Ikatan Dokter Indonesia
- Anggaran Rumah Tangga Ikatan Dokter Indonesia
- Anggaran Dasar Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
- Anggaran Rumah Tangga Majelis Kehormatan Etik Indonesia
- Kode Etik Kedokteran Indonesia
- Pedoman Etik Internasional Untuk Penelitian Biomedis yang Melibatkan Manusia
Sumber aciknadzirah.blogspot.com
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "√ Pengembangan Pengobatan Dalam Dunia Kedokteran – Pembelajaran Dari Kasus Pemecatan Dokter Terawan Oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (Mkek) Ikatan Dokter Indonesia"
Posting Komentar