Di Makalah ini dibahas perihal makalah pemahaman majelis pedoman mathla'ul anwar. Awalanya Saya Susah cari materi makalah perihal pemahaman majelis pedoman Mathla'ul anwar, tapi risikonya saya ketemu juga materinya, susah-susah searching tidak ketemu juga materinya, tapi ketemu juga materinya di buku yang saya punya di DIROSAH ISLAMIYAH I. Semoga Makalah ini sanggup membantu bagi teman-teman yang kesusahan menemukan materi perihal Pemahaman Majelis Fatwa Mathla'ul Anwar. Semoga Bermanfaat ;)
TUGAS MATA KULIAH
DIROSAH ISLAMIYAH
MAJELIS FATWA
DI SUSUN OLEH :
NUR LATIFAH
UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR
PRODI KESEHATAN MASYARAKAT
2014/2015
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menawarkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis sanggup menyusun makalah ini sempurna pada waktunya. Makalah yang berjudul “PEMAHAMAN MAJELIS FATWA MATHLA’UL ANWAR”.
Makalah ini penulis buat untuk untuk memenuhi kiprah mata kuliah Dirosah Islamiyah, pada kesempatan ini penulis memberikan terima kasih kepada pihak yang telah ikut terlibat dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa di dalam makalah ini masih banyak sekali kekeurangan baik itu di dalam penyusunan ataupun penulisan makalah ini oleh lantaran itu penulis mengharapkan,keritik dan saran yang bersifat membangun sehingga sanggup menjadi masukan bagi penulis untuk sanggup lebih baik lagi.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini sanggup bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi penulis sendiri.
Panimbang, 01 Januari 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Majlis (dari bahasa arab : majalis, yang bermakna “sebuah daerah berduduk”) yakni sejenis jabatan kuasa yang biasanya bertujuan untuk mentadbir atau mengetuai sesuatu pertumbuhan. Majlis biasanya berkhidmat bagi banyak sekali jenis fungsi. Dalam Kamus Bahasa Indonesia pengrtian majelis yakni pertemuan atau perkumpulan orang banyak atau bangunan daerah orang berkumpul.
Secara bahasa pedoman berarti patuhan, nasehat, tanggapan pertanyaan hukum. Menurut Ensiklopedi Islam, fatwa dapat didefinisikan sebagai pendapat mengenai suatu aturan dalam islam yang merupakan tanggapan atau tanggapan terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta pedoman dan tidak mempunyai daya ikat. Disebutkan dalam Ensiklopedi Islam bahwa si peminta pedoman baik perorangan, forum maupun masyarakat luas tidak harus mengikuti isi pedoman atau aturan yang diberikan kepadanya. Hal itu, disebabkan pedoman seorang mufti atau ulama di suatu daerah sanggup saja berbeda dari pedoman ulama lain di daerah yang sama.
Fatwa biasanya cenderung dinamis, lantaran merupakan tanggapan terhadap perkembangan gres yang sedang dihadapi masyarakat peminta fatwa. Isi pedoman itu sendiri belum tentu dinamis, tetapi minimal fatwa itu responsif. Tindakan memberi pedoman disebut futya atau ifta, suatu istilah yang merujuk pada profesi pemberi nasihat. Orang yang memberi pedoman disebut mufti atau ulama, sedangkan yang meminta pedoman disebut mustafti. Peminta pedoman sanggup perseorangan, forum ataupun siapa saja yang membutuhkannya.
Sedangkan arti dari Mathla’ul anwar yakni daerah terbitnya cahaya, dimaksudkannya sebaga iupaya pembebasan umat dari kebodohan dan keterbelakangan melalui pendidikan dalam dakwah sebagai usaha usaha organisasi.
B. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini yakni :
1. Untuk mengetahui arti dari majlis pedoman dari Mathla’ul anwar 2. Keputusan-keputusan dari Mathla’ul anwar
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mathla’ul Anwar sebagai Badan Hukum
Tahun 1959, lantaran masih saja terdengar suara-suara sumbag yang menyatakan bahwa Mathla’ul Anwar sebagai mantel dan onderbouw Masyumi, maka Ketua Umum K.E. Uwes Abubakar menawarkan mandat kepada Wakil Ketua I, Ajeng Sya’rojani untuk atas nama organisasi menjadikan Mathla’ul Anwar sebagiai tubuh hukum.
B. Berdirinya Majelis Fatwa Wat Tabligh
Sejak tahun 1952, dengan berdirinya MNU sebagai partai politik, timbul kembali perselisihan umat islam perihal masalah-masalah khilafiyah dan furuiyyah. Masalah ini sebelumnya sudah agak terendam dan tidak lagi menjadi perselisihan sengit dikalangan masyarakat. Tetapi waktu itu, seakan-akan sengaja dibangkitkan untuk menarik simpati umat dalam memperkuat partai atau barisan masing-masing, lebih khusus lagi dalam kampanye dalam menghadapi Pemilihan Umum pertama pada tahun 1955. Pemahaman perihal Ahli Sunnah wal Jama’ah menjadi kabur dan dikembangkan menurut versi masing-masing organisasi bersangkutan.
Sidang Majelis Fatwa wattabligh ke-2 diadakan di kota magelang, Jawa Tengah, pada tahun 1961. Sidang II ini benar-benar merupakan arena pembahasan dan pengkajian duduk kasus agama, khususnya yang menyangkut bidang fiqih dan aturan islam.
C. Lahirnya Majlis Da’wah Mathla’ul Anwar
Pada selesai tahun 1962 bertempat di karawang, dilangsungkan sidang Majlis Fatwa Wattabligh III. Sidang kali ini dihadiri pula oleh Al Ustadz H.M.Sholeh Su’aedy (salah seorang yang mencetuskan berdirinya Dipartemen Agama dan juga salah seorang utusan bangsa Indonesia dalam muktamar haji di mekkah, yakni pertemuan pertama yang dihadiri bangsa Indonesia setelah merdeka). Juga hadir K.H. Abdul Rajak, seorang utusan tubuh wakaf dari semarang. Satu utusan yang sangat penting dari sidang ini yakni dipecahnya majelis pedoman wattabligh ke dalam 2 forum : masing-masing Majlis Fatwa Mathla’ul Anwar dan Majlis Da’wah Matla’ul Anwar.
Majlis Fatwa berfungsi menampung dan membahas masalah-masalah aturan islam, sedangkan Majlis Da’wah berfungsi sebagai forum yang menyebarluaskan hasil-hasil olahan Majlis Fatwa. Majlis pedoman diketahui oleh H.,M. Sholeh Su’aedy dan Majlis Da’wah diketahui A.E. Sutisna dari pandeglang.
Pada tahun 1963 ketua umum pengurus besar Mathla’ul Anwar melaksanakan ibadah haji di mekkah. Sebenarnya apa yang dilaksanakan itu semata-mata untuk menyempurnakan rukun islam yang ke lima, tidak merupakan satu yang istimewa bagi orang muslim namun tanpa diketahui sebelumnya, sesampai dia ditanah suci mendapat ajakan resmi Rabithah alam islami yang memang setiap tahun mengadakan kongresnya di mekkah. Ketua umum PB Mathla’ul Anwar diundang untuk mewakili umat islam Indonesia.
D. KEPUTUSAN MAJLIS FATWA PENGURUS BESAR MATHLA’UL ANWAR
1. Tentang Kloning Dalam Perspektif islam
Ø Menimbang
a. Bahwa salah satu hasil kemajuan yang dicapai oleh Iptek yakni kloning, yaitu suatu proses penggandaan makhluk hidup menjadi lebih banyak;
b. Bahwa masyarakat senantiasa mengharapkan klarifikasi aturan islam perihal kloning, baik kloning terhadap tumbuh-tumbuhan, hewan, terutama kloning terhadap manusia
c. Bahwa Majlis Fatwa PB Mathla’ul Anwar memandang perlu untuk memutuskan pedoman perihal aturan koning sebagai pedoman.
Ø Memperhatikan
1. Kloning tidak sama dan tidak berarti penciptaan melainkan hanya sekedar penggandaan (duplikasi).
2. Kloning terhadap tumbuh-tumbuhan dan binatang akan membawa kemanfaatan dan kemaslahatan bagi ummat manusia.
3. Kloning terhadap insan sanggup membawa manfaat antara lain penyediaan Organ tubuh, rekayasa genetika lebih efesien, dengan kloning insan tidak lagi akan merasa kekurangan ginjal, hati, jantung, darah dan sebagainya, lantaran ia sanggup mendapatkannya dari insan hasil teknologi kloning;
4. Kloning terhadap insan juga sanggup mengakibatkan mafsadat (dampak negatif) yang tidak sedikit antara lain: terhadap garis nasab anak dari hasil kloning, hak-hak anak, forum perkawinan menjadi bubar, urusan moral dan kasih sayang dalam kehidupan anak dari hasil kloning terabaikan.
Ø Memutuskan
1. Kloning terhadap insan dengan cara bagaimanapun yang merupakan pelipat gandaan insan hukumnya yakni haram.
2. Kloning terhadap tumbuh-tumbuhan dan binatang hukumnya boleh (mubah) sepanjang dilakukan demi kemaslahatan dan atau/untuk menghindarkan mafsadat;
3. Menyerukan kepada semua pihak biar tidak melaksanakan atau mengizinkan eksperimen atau praktek kloning terhadap manusia;
4. Mendukung sepenuhnya hasil/keputusan Fatwa Majlis Ulama Indonesia pada Munas 11 Mei 2000 perihal kloning yang telah memutuskan/menetapkan bahwa praktek kloning yakni haram.
2. Tentang Interaksi Sosial Manusia Dengan Jin
Ø Menimbang
a. Bahwa telah ramai dan marak menjadi pembicaraan di tengah masyarakat adanya interaksi insan dengan jin berupa perkawinan insan dengan jin;
b. hari Idul Adha.
Ø Memperhatikan
a. Opini yang berkembang ditengah masyarakat/ummat Islam, bahwa interaksi sosial insan dengan jin cenderung dianggap sebagai sesuatu yang biasa tanpa memperhatikan implikasinya terhadap norma dan aturan Islam;
b. Terdapat jumlah besar dari masyarakat/ummat islam yang terjebak dalam pemahaman yang keliru perihal kondisi interaksi insan dengan jin yang perlu diberikan tuntunan dan penegasan hukum;
c. Substansi kondisi interaksi sosial insan dengan jin sangat sulit dibuktikan secara konkrit dan mengakibatkan banyak efek tidak menguntungkan dalam kehidupan manusia.
Ø Memutuskan
Pertama : Hubungan/interaksi sosial insan dengan jin sanggup saja terjadi;
Kedua : Melakukan istikhdam atau isti’adzah pada jin yaitu meminta santunan pada jin, maka hukumnya haram;
Ketiga : karena sulitnya membedakan antara jin yang Islam dan jin yang Kafir di samping substansi dan metoda berinteraksi tidak sanggup dibuktikan secara konkrit, maka Majlis Fatwa PB Mathla’ul Anwar tidak membenarkan adanya usaha interaksi insan dengan jin.
3. Tentang Transplantasi Ginjal Manusia dengan Ginjal Babi
Transplantasi ginjal insan dengan ginjal babi, hanya boleh dilakukan dalam keadaan darurat dan setelah mendapat rekomendasi dari dokter ahli.
Didalam tafsir Ayat Ahkam (Ash-Shabuni) jilid I halaman 160-164 diungkapkan pendapat para ulama perihal keharaman babi sbb :
· Sebagian golongan dzahiriyah beropini bahwa yang diharamkan hanya dagingnya saja, lantaran Allah berfirman (“dan daging babi”).
· Jumhur beropini gajihnya juga haram, lantaran daging itu mencakup gajih. Adapun allah menyebut daging secara khusus, itu yakni untuk menandakan bahwa yang di haramkan itu dzatiyah babi itu sendiri, baik disembelih secara syar’i ataupun tidak.
· Abu Hanifah dan Malik menyatakan, bahwa bulu babi boleh di manfaatkan, namun Asy-Syafi’i tidak memperkenankannya. Sedangkan debu yusuf memakruhkannya
· Al-qurtubi menyatakan, keharaman seluruh anggota tubuh babi tidak diperselisihkan lagi, kecuali bulunya yang boleh dimanfatkan oleh tukang jahit kulit, alasannya cara menyerupai tu telah berlangsung pada zaman nabi SAW dan sesudahnya. Sedangkan kami tidak mengetahui nabi mengingkarinya, demikan juga ulama sesudahnya.
· Ulama masih berbeda pendapat perihal babi laut. Abu Hanifah menyatakan dilarang dimakan, lantaran keumuman ayat. Sedangkan imam malik, Asy-Syafi’i dan Al-Auza’i menyatakan tidak mengapa memakan apa saja yang ada di laut.
4. Tentang Berobat dengan Air Kencing
Hukum perihal berobat dengan air kencing ada dua kelompok pendapat, yaitu :
Jumhur ulama : Berobat dengan air kencing dilarang berdasarkan hadist Nabi SAW yang diriwyatkan oleh imam Buchori dalam kitab Fathul Bari Juz 10 hal. 165 Hal ini dijelaskan dalam :
1. Syarah Muhadzdzab jilid 9 halaman 48
2. Fathul Bari Juz 10 halaman 78-79
3. Tafsir Ayat Ahkam Jilid 1 halaman 165
yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam kitab Fathul Bari Juz 10 halaman 78-79. Setelah melihat dalil-dalil Az-Zuhri yang melarang berobat dengan air kencing dan dalil-dalil Jumhur Ulama yang membolehkannya, Majlis cenderung pada pendapat Jumhur Ulama yang membolehkan berobat dengan air kencing.
5. Tentang Bank ASI (Air Susu Ibu)
Hukum Bank ASI (Air Susu Ibu) terdapat khilafiyah, mengingat adanya perbedaan Imam Madahib perihal pengertian “radha”
1. Menurut pendapat Atha’ dan Daud Adz-Dzahriri “radha” berakibat hurmah apabila si bayi menyusu pribadi dari putting susu perempuan.
2. Sedangkan berdasarkan Malik dan Syafi’i “radha” berakibat hurmah apabila sibayi menyusu pribadi dari putting susu perempuan.
6. Kesetaraan Gender
Kesetaraan gender dalam islam bahwa hak dan kewajiban kaum pria dan wanita mempunyai porsi yang sama, kecuali pada hal-hal yang telah ditetapkan menyerupai : pimpinan Negara, Qadhi dan Imam Shalat. Pendapat ini antara lain dikemukakan oleh DR Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Fatwa Mu’ashirah Jus II halaman 303-306 dan 372-389.
7. Pengiriman TKW ke Luar Negeri
Pengirian TKW keluar negeri sanggup dilaksanakan apabila terpenuhi syarat-syarat :
1. Kondisi darurat
2. Kepergiannya disertai mahram (suami atau anggota keluarga remaja laki-laki) kondusif dari banyak sekali fitnah, baik dalam perjalanan maupun di daerah kerja.
8. Pelaksanaan Ibadah Haji di luar Tanggal 9, 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah
Pelaksanaan ibadah haji di luar tanggal 9, 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah yakni tidak boleh, lantaran pelaksanaan haji sudah dicontohkan oleh Nabi SAW; baik mengenai waktu, daerah maupun kaifiat atau tatacaranya.
9. Pelaksanaan Shalat Jum’at Dua Kali (Dua Gelombang)
Dengan tidak mengurangi rasa hormat pada yang membolehkannya, majlis memutuskan untuk tidak membolehkan pelaksanaan shalat Jum’at dua kali (dua gelombang)
10. Do’a bersama antar ummat beragama
Do’a bersama antar ummat beragama di satu daerah tidak boleh, lantaran tidak ada tuntunan dari Nabi SAW.
11. Zakat Sarang Burung Walet
Setelah memperhatikan dalil-dalil yang menjadi hujjah Abu Hanifah dan Ahmad bin Hambal yang mewajibkan zakat madu dan pendapat Yusuf Qardhawi yang mengkiaskan setiap yang dihasilakan dari binatang dengan madu serta pendapat Imam Malik dan Imam Syafi’i yang tidak mewajibkannya lantaran tidak termasuk masakan pokok, maka majlis cenderung pada pendapat Abu Hanifah dan Ahmad bin hambal guna menawarkan akomodasi kepada ummat
.
12. Jual Beli Kotoran Hewan
Jual beli kotoran binatang yang dagingnya dimakan, sesuai dengan setuju tiga ulama (Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hambal) yakni tidak boleh, kecuali Imam Syafi’i yang membolehkannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Majlis yakni pertemuan atau perkupulan orang banyak. Sedangkan Fatwa berarti patuhan, nasehat, tanggapan pertanyaan hukum. Berdasarkan pembahasan sanggup disimpulkan bahwa majlis pedoman yakni pertemuan atau perkumpulan orang banyak untuk mendapat tanggapan pertanyaan hukum.
Ada juga keputusan majlis pedoman pengurus besar Mathla’ul Anwar Hukum Kloning dalam perspektif islam yakni Haram. Hukum Interaksi sosial insan dengan jin yakni Haram. Hukum Transplantasi Ginjal Manusia dengan ginjal Babi yakni Haram. Hukum berobat dengan air kencing yakni tidak boleh. Pelaksanaan ibadah haji di luar tanggal 9,10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah yakni tidak boleh. Pelaksanaan shalat jum’at dua kali yakni tidak boleh. Hukum Do’a bersama antar ummat beragama yakni tidak boleh. Jual beli kotoran binatang hukumnya dilarang berdasarkan tiga ulama, sedangkan Imam Syafi’i yakni boleh.
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "Makalah Pemahaman Majelis Aliran Mathla’Ul Anwar"
Posting Komentar