Tulisan lanjutan dari : Bagian 2 : Ruang Lingkup Ulumul Qur’an
Sebagai ilmu yang terdiri dari banyak sekali cabang dan macamnya, Ulumul Qur’an tidak lahir sekaligus. Ulumul Qur’an berkembang menjadi menjadi suatu cabang disiplin ilmu sehabis melalui proses pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam hal ini tentu banyak pribadi dan kondisi yang membuatnya sebagai cabang ilmu yang penting untuk memahami kitab suci Al Qur’an.
Berikut ini kita lihat bagaimana alur lahirnya cabang ilmu ini.
Masa Sebelum Penulisan
Di masa Rasulullah dan para sahabat, Ulumul Qur’an belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para sahabat ialah orang Arab orisinil yang sanggup mencicipi struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasul SAW. Bila mereka menemukan ksulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka sanggup menanyakan pribadi kepada Rasul SAW.
Sebagai contoh, dikala turun ayat, “dan mereka tidak mencampuradukkan kepercayaan mereka dengan kezaliman …” (Q.S Al An’am : 82).
Para sahabat bertannya, “siapa dari kami yang tidak menganiaya (menzalimi) dirinya?”.
Nabi menafsirkan kata zulm di sini dengan syirik berdasarkan ayat. “sesungguhnya syirik itu kezaliman yang besar” ( Q.S Luqman :13)
Ada tiga faktor yang mengakibatkan Ulumul Qur’an tidak dibukukan di masa Rasul dan Sahabat.
- kondisinya tidak membutuhkan alasannya ialah kemampuan mereka yang besar untuk memahami Al-Qur’an dan rasul sanggup menjelaskan maksudnya.
- Para sahabat sedikit sekali yang cerdik menulis
- Adanya larangan Rasul untuk menuliskan selain Al Quran.
Semuanya ini merupakan faktor yang mengakibatkan tidak tertulisnya ilmu ini baik di masa Nabi maupun di masa sahabat.
Masa Penulisan Ulumul Qur’an
Di zaman khalifah Usman Bin Affan, wilayah Islam bertambah luas sehingga terjadi pembauran antara penakluk Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab. Keadaan ini mengakibatkan kekhawatiran di kalangan sahabat akan terjadinya perpecahan di kalangan muslimin wacana bacaan Al Quran, selama mereka tidak mempunyai sebuah Al Quran yang menjadi standar bagi bacaan mereka. Sehingga disalinlah dari goresan pena aslinya sebuah Al Alquran yang disebut Mushaf Imam. Dengan terlaksananya penyalinan ini, maka berarti Usman telah meletakkan suatu dasar Ulumul Qur’an yang disebut Rasm Al Quran atau Ilmu Al Rasm Al Utsmani.
Di masa Ali terjadi perkembangan gres dalam ilmu Qur’an. Karena melihat banyaknya umat Islam yang berasal dari bangsa non Arab, kemerosotan dalam bahasa Arab, dan kesalahan pembacaan Al Quran. Ali memerintahkan Abu Al Aswad Al Duali untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab. Hal ini dilakukan untuk memelihara bahasa Arab dari pencemaran dan menjaga Al Alquran dari keteledoran pembacanya. Tindakan khalifah Ali ini dianggap perintis bagi lahirnya ilmu nahwu dan I’rab Al Quran.
Pada zaman Bani Umayyah, acara para sahabat dan tabi’in populer dengan usaha-usaha mereka yang tertumpu pada penyebaran ilmu-ilmu Al Alquran melalui jalan periwayatan dan pengajaran secara lisan, bukan melalui goresan pena atau catatan. Kegiatan-kegiatan ini dipandang sebagai persiapan bagi masa pembukuannya. Orang yang paling berjasa dalam perjuangan periwayatan ini ialah khalifah yang empat, Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, Zaid Ibn Tsabit, Abu Musa Al Asy’ari, Abdullah Ibn Al Zubair dari kalangan sahabat. Sedangkan dari kalangan tabi’in ialah Mujahid, Atha’, Ikrimah, Qatadah, Al Hasan Al Bashri, Sa’id Ibn Jubair, dan Zaid Ibn Aslam di Madinah. Kemudian Malik bin Anas dari generasi tabi’tabi’in. mereka semuanya dianggap sebagai peletak watu pertama bagi apa yang disebut ilmu tafsir, ilmu asban al-nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu gharib Al Qur’an dan lainnya.
Pada masa ke-2, ulumul Qu’an memasuki masa pembukuan. Para ulama memberikan prioritas perhatian mereka kepada ilmu tafsir alasannya ialah fungsinya sebagai Umm Al ‘ulum al Qur’aniah (induk ilmu-ilmu Al Quran). Penulis pertama dalam tafsir ialah Syu’bah Ibn al-Hajjaj, Sufyan Ibn ‘Uyaynah, dan Wali’ Ibn Al Jarrah.
Pada masa ke-3, populer seorang tokoh tafsir, yaitu Ibn Jarir Al Thabari. Dia orang pertama membentangkan banyak sekali pendapat dan men-tarjih sebagiannya atas lainnya. Ia juga mengemukakan I’rab dan istinbath (penggalian aturan dari Al Quran). Di masa ini juga lahir ilmu asbab al-Nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu wacana ayat-ayat Makiyah dan Madaniyah.
Berikut ini sanggup kita lihat karya ulama pada masa ke -3, yaitu:
- Kitab Asbab al-Nuzul karangan Ali Ibn Al-Madini
- Kitab nasikh dan mansukh, Qiraat dan keutamaan Al Alquran disusun oleh Abu ‘Ubaid al-Qasim Ibn Salam.
- Kitab wacana ayat-ayat Makiyah dan Madaniyah karya Muhammad Ibn Ayyub al Dharis.
Di masa ke-4 lahir ilmu gharib Al Alquran dan beberapa kitab Ulumul Qur’an. Adapun Ulama ulumul Qur’an pada masa ini adalah:
- Abu Bakar Muhammad Ibn al-Qasim al-Anbari, kitabnya ‘Ajaib Ulumul Qur’an. Isi kitab ini wacana keutamaan Al Quran, turunnya atas tujuh huruf, penulisan mushaf-mushaf, jumlah surah, ayat dan kata –kata Al Quran.
- Abu al-Hasan al-‘Asy’ari, kitabnya Al Mukhtazan fi Ulumul Qur’an
- Abu Bakar Al Sijistani, kitabnya Gharib Al Quran
- Muhammad Ibn Ali Al Adfawi, kitabnya Al Istighna fi Ulumul Qur’an
Di masa ke-5 muncul pula tokoh dalam ilmu qiraat. Adapun para tokoh serta karyanya adalah;
- Ali Ibn Ibrahim Ibn Sa’id al- Hufi, kitabnya Al Burhan fi Ulumul Qur’an dan I’rab Al- Qur’an
- Abu Amr Al Dani, kitabnya Al Taisir fi al Qiraat al Sab’I dan Al Muhkam fi Al Nuqath
- Al- Mawardi, kitabnya wacana amtsal Qur’an
Pada masa ke-6 lahir pula ilmu Mubhamat Al Quran. Abu Qasim Abdur Rahman al Suahaili mengarang Mubhamat Al Quran. Ilmu ini menunjukan lafaz-lafaz Al Alquran yang maksudnya apa dan siapa tidak jelas. Ibn al Jauzi menulis kitab Funun al Afnan Fi ‘Aja’ib Al Quran dan kitab Al Mujtaba fi Ulum Tata’allaq bi Al Quran.
Pada masa ke-7 Ibn Abd al Salam yang populer dengan sebutan Al’Izz mengarang kitab Majaz Al Quran. ‘Alam al Din al- Sakhawi mengarang wacana Qiraat. Ia menulis kitab Hidayah al Murtab fi al Mutasyabih. Abu Syamah Abd al Rahman Ibn Ismail al Maqdisi, menulis kitab Al Mursyid al Wajiz fi ma Yata’allaq bi Al Qur’an al ‘Aziz.
Pada masa ke-8 H muncul beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu gres wacana Al Quran, ibarat berikut ini:
- Ibn Abi al Ishba’, kitabnya wacana topan Al Quran. Ilmu ini membahas banyak sekali macam keindahan bahasa dalam Al Quran
- Ibn Qayyim, menulis wacana Aqsamul Qur’an
- Najamuddin al Thufi, menulis wacana Hujaj Al Quran. Isi kitab ini wacana bukti-bukti yang dipergunakan Al Alquran dalam tetapkan suatu hukum
- Abu Hasan al Mawardi menyusun ilmu amstal Al Quran
- Badruddin al Zarkasyi, kitabnya Al Burhan fi Ulum Al Quran
Pada masa ke- 9 muncul beberapa ulama melanjutkan perkembangan ilmu-ilmu Qur’an, yaitu:
- Jalaluddin al Bulqini, kitabnya Mawaqi’ al Ulum min Mawaqi’ al Nujum. Menurut Al Suyuthi, Al Buqini dipandang sebagai ulama yang mempelopori penyusunan Ulumul Qur’an yang lengkap. Sebab dalam kitabnya tercakup 50 macam ilmu Al Quran
- Muhammad Ibn Sulaiman al Kafiaji, kitabnya Al Tafsir fi Qawa’id al Tafsir. Di dalamnya diterangkan makna tafsir, takwil, Al Quran, surat dan ayat. Juga dijelaskan dalam kitabnya itu wacana syarat-syarat menafsirkan ayat-ayat Al Quran.
- Jalaluddin al Suyuthi, kitabnya Al Tahbir fi Ulum al Tafsir (873 H). Kitab ini memuat 102 macam ilmu-ilmu Al Quran. Menurut sebagian Ulama. Kitab ini dipandang sebagai kitab Ulumul Qur’an yang paling lengkap. Al Suyuthi merasa belum puas, ia menyusun lagi sebuah kitab Al Itqan fi Ulum Al Quran. Di dalam kitab ini terdapat 80 macam ilmu-ilmu Al Alquran secara padat dan sistematis. Menurut al Zarqani kitab ini merupakan kitab pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini. Setelah wafatnya Al Suyuthi tidak terlihat munculnya penulis yang mempunyai kemampuan ibarat kemampuannya. Sehingga terjadi kevakuman semenjak wafatnya Imam Al-Suyuthi sampai dengan simpulan masa ke 13 H.25
Sejak penghujung masa ke-13 H hingga masa ke-15, perhatian ulama terhadap penyusunan kitab-kitab Ulumul Qur’an kembali bangkit. Kebangkitan ini sejalan dengan kebangkitan modern dalam perkembangan ilmu-ilmu agama lainnya. Di antara Ulama yang menulis wacana Ulumul Qur’an ialah:
- Syeikh Thahir Al Jazairi, kitabnya Al Tibyan li Ba’dh Al Mabahits Al Muta’alliqah bi Al Quran
- Muhammad Jamaluddin Al Qasimi (1332 H) kitabnya, Mahaasin Al Takwil
- Muhammad Abd Al ‘Azhim Al Zarqani, kitabnya Manaahil Al ‘Irfan Fi ‘Ulum Al Quran
- Musthafa Shadiq Al-Rafi’, kitabnya I’jaz Al Quran
- Sayyid Quttub, kitabnya Al Thaswir al Fanni Fi Al Quran dan Fi Zilal Al Quran
- Muhammad Rasyid, kitabnya Tafsir al Mannar
- Shubhi al Shalih, kitabnya Mabaahits Fi Ulum Al Quran
- T.M. Hasbi Ash-Shiddieqi, kitabnya ilmu-ilmu Qur’an
- Rif’at Syauki Nawawi dan Ali Hasan, kitabnya Pengantar ilmu Tafsir
- M. Quraish Shihab, kitabnya Membumikan Al Quran
Adapun mengenai kapan lahirnya istilah Ulum Al Quran, terdapat tiga pendapat, yaitu:
- Pendapat umum di kalangan para penulis sejarah ‘Ulum Al Alquran menyampaikan bahwa lahirnya istilah ‘Ulum Al Alquran pertama kali ialah pada masa ke-7,
- Ibn Sa’id yang populer dengan sebutan Al Hufi, dengan demikian menurutnya, istilah ini lahir pada permulaan masa ke-15,
- Shubhi Al Shalih beropini lain. Menurutnya, orang yang pertama kali menggunakan istilah ‘Ulum Al Alquran ialah Ibn Al Mirzaban. Dia beropini ibarat ini berlandasan pada penemuannya wacana beberapa kitab yang berbicara wacana kajian Al Alquran yang telah mempergunakan istilah ‘Ulum Al Quran. Yang paling awal menurutnya ialah kitab Ibn Al Mirzaban yang berjudul Al Hawi Fi ‘Ulum Al Quran yang ditulis pada masa ke-3. Hal ini juga disepakti oleh Hasbi As-shiddieqi.
Wallahu a’lam bish shawabi ..
bersambung ke : Bagian 4
SaveSave
SaveSave
Sumber aciknadzirah.blogspot.com
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "√ Ulumul Qur’An (Kajian Sejarah Dan Perkembangannya) – Bab 3 : Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Ulumul Qur’An"
Posting Komentar