Dalam sebuah riset kesehatan yang akibatnya dilansir pada bulan Juni 2018 kemudian dan dipublikasikan di jurnal kesehatan independen internasional, The Lancet, mengatakan ada kemajuan besar bidang kesehatan lantaran membaiknya layanan dan jalan masuk kesehatan masyarakat, tapi ada juga temuan yang mengkhawatirkan di masa depan.
Temuan yang penting, umur impian hidup pada waktu lahir di Indonesia meningkat 8 tahun, dari 63,6 tahun pada 1990 menjadi 71,7 tahun pada 2016. Usia impian hidup wanita pada waktu lahir lebih usang dibanding laki-laki. Kabar positif lainnya, beban penyakit menular menyerupai tuberkulosis dan diare juga menurun.
Tapi, kabar buruknya, sekarang Indonesia juga menghadapi beban penyakit tidak menular menyerupai penyakit jantung, diabetes, stroke, kanker, dan penyakit lain yang sesungguhnya bisa dicegah. Ini jenis penyakit yang disebabkan oleh, antara lain, referensi konsumsi, gaya hidup, dan kebiasaan merokok. Penyakit-penyakit ini membutuhkan biaya besar untuk menyembuhkannya. Kini biaya penyakit terkait rokok menjebol anggaran BPJS Kesehatan.
Dalam riset medis (yang konon) terbesar di Indonesia ini, lantaran melibatkan data besar (big data) yang mencakup periode 1990-2016, telah dikaji penyebab ajal dan disabilitas dari 333 penyakit di Indonesia dan tujuh negara pembanding. Riset ini merupakan pecahan dari studi the Global Burden of Disease atau Beban Penyakit Global, sebuah upaya ilmiah yang komprehensif untuk menghitung kondisi kesehatan di seluruh dunia.
Riset ini dilaksanakan secara kolaboratif oleh Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) Universitas Washington Amerika Serikat dan tim peneliti Indonesia dari Kementerian Kesehatan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Biro Pusat Statistik, Universitas Indonesia, Eijkman Oxford Institute, dan BPJS Kesehatan dengan pembiayaan dari Bill & Melinda Gates Foundation.
Para peneliti mengestimasi Umur Harapan Hidup Produktif (HALE, Healthy Life Expectancy), penyebab ajal spesifik, tahun produktif yang hilang lantaran ajal prematur (YLLs, years of life lost) dan lantaran disabilitas (YLDs, years of life lived with disability), serta tahun produktif yang hilang (DALYs loss, disability adjusted life years), faktor risiko yang terkait dan perbandingan (benchmarking) antara 1990 dan 2016.
Secara umum, umur impian hidup (laki-laki dan perempuan) pada waktu lahir menjadi 71,7 tahun pada 2016. Data lebih rinci mengatakan umur impian hidup pada waktu lahir untuk pria meningkat 7,4 tahun, dari 62,4 tahun (1990) menjadi 69,8 tahun (2016). Pertambahan usia lebih panjang terjadi pada perempuan, meningkat 8,7 tahun dari 64,9 tahun menjadi 73,6 tahun, dalam kurun waktu yang sama.
Peningkatan usia impian hidup ini sebagian besar disebabkan oleh keberhasilan Indonesia menanggulangi penyakit menular, penyakit terkait kehamilan, neonatal, dan penyakit-penyakit terkait gizi. Kenaikan usia impian hidup ini, menjadikan perubahan struktur penduduk: 65% penduduk merupakan usia produktif dan penduduk berusia 60 tahun atau lebih meningkat menjadi 12 % pada 2025 dan 16 % pada 2035. Pada ketika yang sama, Indonesia mengalami perubahan referensi kesakitan, ajal dan disabilitas.
Temuan lainnya, antara 1990 dan 2016, Indonesia mengalami penurunan signifikan penyakit menular, maternal, neonatal dan gizi; dengan total Disability Adjusted Life Years (DALYs) Loss alias Total Tahun Produktif yang Hilang menurun 58,6 %, dari 43,8 juta menjadi 18,1 juta tahun produktif. Ini artinya perhitungan makro dari berhasil dicegahnya total tahun produktif yang hilang atau produktivitas Indonesia bertambah 25,7 juta tahun pada 2016 lantaran keberhasilan mengendalikan penyakit di atas. Total DALYs Loss dari trauma tetap stabil dalam periode tersebut, kecuali pada 2004 yang disebabkan gempa bumi dan tsunami di Samudera Indonesia.
Pada 1990, enam dari sepuluh penyebab utama DALYs Loss ialah penyakit menular, maternal dan neonatal; pada 2016 menjadi tiga dari sepuluh. Penyakit diare menurun dari nomor satu pada 1990 menjadi nomor sepuluh pada 2016. Pneumonia juga menurun dari penyebab kedua pada 1990 menjadi penyebab ke sebelas pada 2016.
Tuberkulosis masih merupakan penyebab utama kematian, dari nomor tiga pada 1990 menjadi penyebab keempat pada 2016. Komplikasi neonatal menurun secara dramatis, dari penyebab keempat pada 1990 menjadi penyebab keenam pada 2016.
DALYs dari stroke (penyakit cerebrovascular) meningkat signifikan, dari penyebab kedelapan pada 1990 menjadi kedua pada 2016. Penyakit diabetes meningkat tajam dan menjadi penyebab ketiga DALYs pada tahun 2016. Trauma kemudian lintas meningkat dari nomor 9 pada 1990 menjadi nomor 8 pada tahun 2016, walau total DALYs menurun.
Faktor risiko utama di Indonesia ialah tekanan darah sistolik yang tinggi, diet tidak sehat, dan gula darah puasa yang tinggi. Penyakit akhir konsumsi tembakau menempati nomor empat dan malnutrisi anak serta maternal merupakan faktor risiko kelima. Diet menyumbang pada beban penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes, urogenital, darah, endokrin dan neoplasma.
Tekanan darah sistolik yang tinggi menyumbang pada beban penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes, urogenital, darah dan endokrin. Gula darah yang tinggi menyumbang pada beban penyakit diabetes, jantung dan pembuluh darah, endokrin, HIV/AIDS dan tuberkulosis. Faktor risiko utama lainnya mencakup tembakau, malnutrisi anak dan ibu, kelebihan berat dan obesitas, dan polusi udara.
Dalam konteks ini, beban ganda terjadi lantaran di si satu sisi beban penyakit menular masih banyak terjadi di Indonesia menyerupai tuberkulosis dan pada ketika bersamaan masyarakat dan pemerintah juga dibebani oleh penyakit tidak menular menyerupai diabetes.
Indonesia mengalami beban ganda penyakit yang akan meningkatkan biaya pelayanan kesehatan sehingga menyulitkan pencapaian pelayanan kesehatan semesta. Estimasi beban penyakit di tingkat provinsi dan kabupaten akan membantu memilih prioritas pemerintah sesuai keadaan lokal dan spesifik, meningkatkan perencanaan jadwal kesehatan masyarakat dan evaluasi pencapaian jadwal di masa depan.
Untuk menuju Pelayanan Kesehatan Semesta 2019, sebagaimana termaktub di dalam Rencana Aksi Kegiatan Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan 2015-2019 sebagai klasifikasi Rencana Aksi jadwal dari Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015-2019, pengetahuan mengenai referensi sakit dan ajal penduduk menjadi penting untuk mengalokasikan sumber daya dan menghilangkan ketimpangan yang ada. Global Burden of Disease 2016 mengestimasikan penyebab ajal dini, kesakitan dan disabilitas, sebagai masukan kebijakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan.
Penduduk Indonesia yang ketika ini berjumlah 260 juta, sekitar 130 juta jiwa tinggal di Pulau Jawa dan sisanya tersebar di empat pulau besar lainnya dan 4000 pulau kecil lainnya secara tidak merata. Keadaan geografis ini merupakan tantangan tersendiri bagi sistem pemerintahan, komunikasi, transportasi dan ketersediaan pelayanan kesehatan dasar yang merata.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 wacana Pemerintahan Daerah mengatur proses desentralisasi termasuk bidang kesehatan ke kabupaten dan Kota. Pengaturan ini memberi otonomi yang lebih luas bagi pemerintah kabupaten dan kota untuk melayani masyarakat secara lebih baik.
Hasil dari Global Burden of Disease 2016 dapat dipergunakan untuk analisis transisi kesehatan Indonesia 1990-2016, mengidentifikasi kesenjangan dan membuatkan jawaban pada tingkat nasional untuk meningkatkan ketersediaan, akses, kelayakan, kualitas dan keadilan dalam pelayanan kesehatan.
Karena luasnya negara, adanya perbedaan lingkungan urban dan rural, perkembangan sosial-ekonomi, dan tumbuhnya kota metropolitan, terjadi beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi meningkatkan penyakit tidak menular (diabetes, stroke dan penyakit jantung iskhemik), sedangkan penyakit menular menyerupai tuberkulosis, diare dan HIV/AIDS masih merupakan duduk kasus penting.
Karena itu, sistem kesehatan harus bisa menjawab perubahan kebutuhan akan pelayanan kesehatan, lantaran terjadinya transisi epidemiologi dan hilangnya kendala keuangan, melalui jadwal Jaminan Kesehatan Nasional.
Melihat citra geografis dan perbedaan sosial-ekonomi, referensi beban penyakit dan status kesehatan akan bervariasi. Karena itu, estimasi sub nasional (provinsi) dari beban penyakit akan bermanfaat untuk penentuan prioritas kesehatan dan perencanaan jadwal sesuai kebutuhan spesifik daerah.
*Sumber: disarikan dan diterjemahkan dari The Lancet, Vol. 392, Issue 10147, P581-591, August 18, 2018
Sumber aciknadzirah.blogspot.com
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "√ Ternyata Usia Keinginan Hidup Orang Indonesia Naik, Beban Penyakit Tidak Menular Meningkat"
Posting Komentar