1. SEJARAH SINGKAT
Sapi ialah binatang ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi berasal dari famili Bovidae. ibarat halnya bison, banteng, kerbau (Bubalus), kerbau Afrika (Syncherus), dan anoa.
Domestikasi sapi mulai dilakukan sekitar 400 tahun SM. Sapi diperkirakan berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Eropa, Afrika dan seluruh wilayah Asia. Menjelang simpulan kurun ke-19, sapi Ongole dari India dimasukkan ke pulau Sumba dan semenjak ketika itu pulau tersebut dijadikan tempat pembiakan sapi Ongole murni.
Pada tahun 1957 telah dilakukan perbaikan mutu genetik sapi Madura dengan jalan menyilangkannya dengan sapi Red Deen. Persilangan lain yaitu antara sapi lokal (peranakan Ongole) dengan sapi perah Frisian Holstein di Grati guna diperoleh sapi perah jenis gres yang sesuai dengan iklim dan kondisi di Indonesia.
2. SENTRA PERIKANAN
Sentra peternakan sapi di dunia ada di negara Eropa (Skotlandia, Inggris, Denmark, Perancis, Switzerland, Belanda), Italia, Amerika, Australia, Afrika dan Asia (India dan Pakistan). Sapi Friesian Holstein misalnya, populer dengan produksi susunya yang tinggi (+ 6350 kg/th), dengan persentase lemak susu sekitar 3-7%. Namun demikian sapi-sapi perah tersebut ada yang bisa berproduksi sampai mencapai 25.000 kg susu/tahun, apabila digunakan bibit unggul, diberi pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak, lingkungan yang mendukung dan menerapkan budidaya dengan administrasi yang baik. Saat ini produksi susu di dunia mencapai 385 juta m2/ton/th, khususnya pada zone yang beriklim sedang. Produksi susu sapi di PSPB masih kurang dari 10 liter/hari dan jauh dari standar normalnya 12 liter/hari (rata-ratanya hanya 5-8 liter/hari).
3. JENIS
Secara garis besar, bangsa-bangsa sapi (Bos) yang terdapat di dunia ada dua, yaitu (1) kelompok yang berasal dari sapi Zebu (Bos indicus) atau jenis sapi yang berpunuk, yang berasal dan tersebar di kawasan tropis serta (2) kelompok dari Bos primigenius, yang tersebar di kawasan sub tropis atau lebih dikenal dengan Bos Taurus.
Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara ialah sapi Shorhorn (dari Inggris), Friesian Holstein (dari Belanda), Yersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari Switzerland), Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia). Hasil survei di PSPB Cibinong memperlihatkan bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia ialah Frisien Holstein.
4. MANFAAT
Peternakan sapi menghasilkan daging sebagai sumber protein, susu, kulit yang dimanfaatkan untuk industri dan pupuk sangkar sebagai salah satu sumber organik lahan pertanian.
5. PERSYARATAN LOKASI
Lokasi yang ideal untuk membangun sangkar ialah kawasan yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi gampang dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus sanggup menembus pelataran sangkar serta erat dengan lahan pertanian. Pembuatannya sanggup dilakukan secara berkelompok di tengah sawah atau ladang.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
Kandang sanggup dibentuk dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada sangkar tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara sangkar yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibentuk jalur untuk jalan.
Pembuatan sangkar untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya berbentuk tunggal apabila kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila acara penggemukan sapi ditujukan untuk komersial, ukuran sangkar harus lebih luas dan lebih besar sehingga sanggup menampung jumlah sapi yang lebih banyak. Lantai sangkar harus diusahakan tetap higienis guna mencegah timbulnya banyak sekali penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan gampang dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai ganjal sangkar yang hangat.
Seluruh serpihan sangkar dan peralatan yang pernah digunakan harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, ibarat creolin, lysol, dan bahan-bahan lainnya. Ukuran sangkar yang dibentuk untuk seekor sapi jantan cerdik balig cukup akal ialah 1,5x2 m atau 2,5x2 m, sedangkan untuk sapi betina cerdik balig cukup akal ialah 1,8x2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5x1 m per ekor, dengan tinggi atas + 2-2,5 m dari tanah. Temperatur di sekitar sangkar 25-40 derajat C (rata-rata 33 derajat C) dan kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan sanggup dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) sampai dataran tinggi (> 500 m).
6.2. Pembibitan
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bibit sapi perah betina cerdik balig cukup akal adalah:
-produksi susu tinggi,
-umur 3,5-4,5 tahun dan sudah pernah beranak,
-berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai keturunan produksi susu tinggi,
-bentuk tubuhnya ibarat baji,
-matanya bercahaya, punggung lurus, bentuk kepala baik, jarak kaki depan atau kaki
-ambing cukup besar, pertautan pada tubuh cukup baik, apabila diraba lunak, kulit halus,
vena susu banyak, panjang dan berkelok-kelok, puting susu tidak lebih dari 4, terletak dalam segi empat yang simetris dan tidak terlalu pendek,
-tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan
tiap tahun beranak.
-berasal dari induk yang menghasilkan air susu tinggi,
-kepala dan leher sedikit panjang, bahu tajam, tubuh cukup panjang, punggung dan pinggul rata, dada dalam dan pinggul lebar,
-jarak antara kedua kaki belakang dan kedua kaki depan cukup lebar,
-pertumbuhan ambing dan puting baik,
-jumlah puting tidak lebih dari 4 dan letaknya simetris, serta
-sehat dan tidak cacat.
-umur sekitar 4-5 tahun,
-memiliki kesuburan tinggi,
-daya menurunkan sifat produksi yang tinggi kepada anak-anaknya,
-berasal dari induk dan pejantan yang baik,
-besar badannya sesuai dengan umur, kuat, dan mempunyai sifat-sifat pejantan yang baik,
-kepala lebar, leher besar, pinggang lebar, punggung kuat,
-muka sedikit panjang, bahu sedikit tajam dan lebar,
-paha rata dan cukup terpisah,
-dada lebar dan jarak antara tulang rusuknya cukup lebar,
-badan panjang, dada dalam, lingkar dada dan lingkar perut besar, serta
sehat, bebas dari penyakit menular dan tidak menurunkan cacat pada keturunannya.
-sistem penggembalaan (pasture fattening)
-kereman (dry lot fattening)
Penyebab: Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan/minuman atau pernafasan.
demam tinggi, tubuh lemah dan gemetar;
gangguan pernafasan;
pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan tubuh penuh bisul;
kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan v@gin@;
kotoran ternak cair dan sering bercampur darah;
limpa abses dan berwarna kehitaman.
Pengendalian: vaksinasi, pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur/membakar sapi yang mati.
Penyebab: virus ini menular melalui kontak eksklusif melalui air kencing, air susu, air liur dan benda lain yang terkotori kuman AE.
rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan lingkaran berisi cairan yang bening;
demam atau panas, suhu tubuh menurun drastis;
nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali;
air liur keluar berlebihan.
Pengendalian: vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah.
Penyebab: basil Pasturella multocida. Penularannya melalui kuliner dan minuman yang terkotori bakteri.
kulit kepala dan selaput lendir pengecap membengkak, berwarna merah dan kebiruan;
leher, anus, dan vulva membengkak;
paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah tua;
demam dan sulit bernafas sehingga ibarat orang yang ngorok. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12-36 jam.
Pengendalian: vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika atau sulfa.
Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam sangkar yang berair dan kotor.
mula-mula sekitar celah kuku abses dan mengeluarkan cairan putih keruh;
kulit kuku mengelupas;
tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit;
sapi pincang dan hasilnya bisa lumpuh.
Ref:
Anonim. [ ]. Pedoman beternak sapi perah. Purwokerto, Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak. 2 hal. (brosur).
Anonim. 1983. Petunjuk cara-cara penggunaan obat-obatan ternak. Samarinda, Dinas Peternakan Kalimantan Timur. 12 hal.
Anonim. 1988. Kondisi peternakan sapi perah dan kualitas susu di pulau Jawa. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 39-40.
Anonim. 1988. Pemerahan, satu faktor penentu jumlah air susu. Swadaya Peternakan Indonesia, (42) 1988: 23-24.
Anonim. 1988. Upaya peningkatan kesejahteraan peternak melaluipeningkatan efisiensi produksi. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 16-24.
Bandini, Yusni. 1997. Sapi Bali. Cet 1. Jakarta, Penebar Swadaya. 73 hal.
Church, D.C. 1991. Livestock feeds and feeding. 3 ed. New Jersey, Prentice-Hall, Inc.: 278-279.
Djaja, Willian. 1988. Hidup higienis dan sehat di peternakan sapi perah. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 25-26.
Djarijah, Abbas Sirega. 1996. Usaha ternak sapi. Yogyakarta, Kanisius. 43 hal.
Fox, Michael W. 1984. Farm animals: husbandry, behavior, and veterinary practice. Baltimore Maryland, University Park Press: 82-112; 150.
Ginting, Eliezer. 1988. Bimbingan dan penyuluhan perjuangan sapi perah rakyat di Jawa Timur. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 27-33.
Hehanussa, P.E. 1995. Rencana induk Life Science Center-Cibinong. Limnotek, 3 (1) 1995: 1-34.
Hermanto. 1988. Bagaimana cara penanganan sapi perah pada masa kering? Swadaya Peternakan Indonesia, (42) 1988: 24-25.
Nienaber, J.A., et al. 1974. Livestock environment affects production and health. Proceedings of the International Livestock Environment Conference. St. Joseph, American Society of Agricultural Engineers.
Pane, Ismed. 1986. Pemuliabiakan ternak sapi. Jakarta, PT. Media: 1-38; 133.
Sabrani, M. 1994. Teknologi pengembangan sapi Sumba Ongole. Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian: 15-26.
Suryanto, Bambang; Santosa, Siswanto Imam; Mukson. 1988. Ilmu Usaha Peternakan. Semarang, Fakultas Peternakan UNDIP. 63 hal.
Warudjo, Bambang 1988. Kualitas dan harga susu. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 34-38.
Sementara calon induk yang baik antara lain:
Pejantan yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
Prosedur:
1. Pemilihan Bibit dan Calon Induk
Untuk mengejar produktivitas ternak yang tinggi, dibutuhkan perbaikan lingkungan hidup dan peningkatan mutu genetik ternak yang bersangkutan. Bibit yang gres tiba harus dikarantina untuk penularan penyakit. Kemudian bibit diberi minum air yang dicampur garam dapur, ditempatkan dalam sangkar yang higienis dan ditimbang serta dicatat penampilannya.
2. Perawatan Bibit dan Calon Induk
Seluruh sapi perah dara yang belum memperlihatkan gejala birahi atau belum bunting sehabis suatu periode tertentu, harus disisihkan. Jika sapi yang disisihkan tersebut telah menghasilkan susu, sapi diseleksi kembali berdasarkan produksi susunya, kecenderungan terkena radang ambing dan temperamennya.
3. Sistim Pemuliabiakan
Seringkali sapi perah dara dikawinkan dengan pejantan pedaging untuk mengurangi risiko kesulitan lahir dan gres sehabis menghasilkan anak satu dikawinkan dengan pejantan sapi perah pilihan. Bibit harus diberi kesempatan untuk bergerak aktif paling tidak 2 jam setiap hari.
6.3. Pemeliharaan
-Sanitasi dan Tindakan Preventif
Pada pemeliharaan secara intensif sapi-sapi dikandangkan sehingga peternak gampang mengawasinya, sementara pemeliharaan secara ekstensif pengawasannya sulit dilakukan lantaran sapi-sapi yang dipelihara dibiarkan hidup bebas. Sapi perah yang dipelihara dalam naungan (ruangan) mempunyai konsepsi produksi yang lebih tinggi (19%) dan produksi susunya 11% lebih banyak daripada tanpa naungan. Bibit yang sakit segera diobati lantaran dan bibit yang menjelang beranak dikering kandangkan selama 1-2 bulan.
-Perawatan Ternak
Ternak dimandikan 2 hari sekali. Seluruh sapi induk dimandikan setiap hari sehabis sangkar dibersihkan dan sebelum pemerahan susu. Kandang harus dibersihkan setiap hari, kotoran sangkar ditempatkan pada penampungan khusus sehingga sanggup diolah menjadi pupuk. Setelah sangkar dibersihkan, sebaiknya lantainya diberi tilam sebagai ganjal lantai yang umumnya terbuat dari jerami atau sisa-sisa pakan hijauan (seminggu sekali tilam tersebut harus dibongkar). Penimbangan dilakukan semenjak sapi pedet sampai usia dewasa. Sapi pedet ditimbang seminggu sekali sementara sapi cerdik balig cukup akal ditimbang setiap bulan atau 3 bulan sekali. Sapi yang gres disapih ditimbang sebulan sekali. Sapi cerdik balig cukup akal sanggup ditimbang dengan melaksanakan taksiran pengukuran berdasarkan lingkar dan lebar dada, panjang tubuh dan tinggi pundak.
-Pemberian Pakan
Pemberian pakan pada sapi sanggup dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
kombinasi cara pertama dan kedua.
Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja. Hijauan diberikan siang hari sehabis pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa
umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot tubuh (BB) dan pakan pelengkap sebanyak 1-2% dari BB. Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan kuliner pelengkap sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum).
Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari. Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat tubuh per hari.
Pemeliharaan utama ialah dukungan pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan sangkar dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara kereman dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal trend kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di trend hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan berdasarkan jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya.
-Pemeliharaan Kandang
Kotoran ditimbun di tempat lain supaya mengalami proses fermentasi (+1-2minggu) dan berkembang menjadi pupuk sangkar yang sudah matang dan baik. Kandang sapi dihentikan tertutup rapat (agak terbuka) supaya sirkulasi udara didalamnya berjalan lancar. Air minum yang higienis harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibentuk di luar sangkar tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan dibentuk agak lebih tinggi supaya pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibentuk permanen berupa kolam semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan sapi.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Penyakit
-Penyakit antraks
Gejala:
-Penyakit verbal dan kuku (PMK) atau penyakit Apthae epizootica (AE)
Gejala:
-Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema epizootica (SE)
Gejala:
-Penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot)
Gejala:
7.2. Pencegahan Serangan
Upaya pencegahan dan pengobatannya dilakukan dengan memotong kuku dan merendam serpihan yang sakit dalam larutan refanol selama 30 menit yang diulangi seminggu sekali serta menempatkan sapi dalam sangkar yang higienis dan kering.
8. PANEN
8.1. Hasil Utama
Hasil utama dari budidaya sapi perah ialah susu yang dihasilkan oleh induk betina.
8.2. Hasil Tambahan
Selain susu sapi perah juga memperlihatkan hasil lain yaitu daging dan kulit yang berasal dari sapi yang sudah tidak produktif serta pupuk sangkar yang dihasilkan dari kotoran ternak.
9. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
9.1. Analisis Usaha Budidaya
Usaha ternak sapi perah di Indonesia masih bersifat subsisten oleh peternak kecil dan belum mencapai perjuangan yang berorientasi ekonomi. Rendahnya tingkat produktivitas ternak tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal, serta pengetahuan/ketrampilan petani yang meliputi aspek reproduksi, dukungan pakan, pengelolaan hasil pascapanen, penerapan sistem recording, pemerahan, sanitasi dan pencegahan penyakit. Selain itu pengetahuan petani mengenai aspek tata niaga harus ditingkatkan sehingga laba yang diperoleh sebanding dengan pemeliharaannya. Produksi susu sapi di dunia sekarang sudah melebihi 385 juta m2/ton/th dengan tingkat penjualan sapi dan produknya yang lebih besar daripada pedet, pejantan, dan sapi afkiran. Di Amerika Serikat, tingkat penjualan dan pembelian sapi dan produknya secara tunai mencapai 13% dari seluruh peternakan yang ada di dunia. Sementara tingkat penjualan anak sapi (pedet), pejantan sapi perah, dan sapi afkir hanya berkisar 3%. Produksi susu sejumlah itu masih perlu ditingkatkan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk di dunia ini. Untuk mencapai tingkat produksi yang tinggi maka pengelolaan dan dukungan pakan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan ternak, dimana minimum pakan yang sanggup dimanfaatkan oleh ternak (terserap) diusahakan sekitar 3,5-4% dari materi kering
9.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Usaha peternakan sapi perah keluarga memperlihatkan laba kalau jumlah sapi yang dipelihara minimal sebanyak 6 ekor, walaupun tingkat efisiensinya sanggup dicapai dengan minimal pengusahaannya sebanyak 2 ekor dengan rata-rata produksi susu sebanyak 15 lt/hari. Upaya untuk meningkatkan pendapatan petani melalui pembudidayaan sapi perah tersebut sanggup juga dilakukan dengan melaksanakan diversifikasi usaha. Selain itu melaksanakan upaya kooperatif dan integratif (horizontal dan vertikal) dengan petani lainnya dan instansi-instansi lain yang berkompeten, serta tetap memantapkan contoh PIR diatas.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "✔ Budidaya Ternak Sapi Perah"
Posting Komentar