Makan Siang Sambil Menikmati Pemandangan Dan Udara Segar Di Punclut

Saung-saung yang menghadap ke lembah
Ternyata Punclut yaitu kependekan dari Puncak Ciumbuleuit Utara. Tadinya aku menerka bukan singkatan. Punclut yaitu tempat makan yummy sambil melihat pemandangan di bawahnya (kota Bandung) dari saung-saung yang dibentuk memanjang di sepanjang jalan yang tidak mengecewakan kecil. Saya berkunjung pagi menjelang siang. Konon katanya kalau malam makin indah melihat lampu-lampu di kota Bandung dari ketinggian di kejauhan.

Saya ke Punclut bahwasanya tidak direncanakan. Dan jujur aja bahwasanya aku tidak tahu perihal Punclut sebagai tempat wisata makan enak. Yang aku tahu yaitu hanya nama daerah ibarat yang tertulis di papan rambu di sekitaran Bandung Utara.

Ceritanya, sesudah pesan kamar di Puri Tomat untuk memperpanjang menginap di Bandung, ingin keluar lagi dan jalan-jalan. Baru nanti sorenya balik lagi ke hotel untuk istirahat. Sengaja pesan kamar agak siang alasannya yaitu pengalaman yang sudah-sudah, agak kesorean memesan kamar, tidak kebagian kamar kosong. Pengen reservasi berdasarkan petugasnya tidak bisa. Makara siapa yang tiba duluan akan mendapat kamar. First come first serve.

Tapi ibarat biasa di Bandung kalau weekend, macet. Kemacetan di Dago dari arah atas sudah hingga depan Puri Tomat / Hotel Jayakarta ke arah lampu merah Dago (pasar). Sudah begitu antrian tidak bergerak yang menciptakan makin malas untuk ke arah Dago Bawah (Jl. Ir. Juanda).

Tanya-tanya ke security hotel jalan alternatif keluar dari sini ke arah Ciumbuleuit atau Setiabudi. Barangkali jalanan relatif bergerak. Akhirnya dikasih petunjuk arah. Dari depan hotel ambil yang ke arah atas hingga ketemu terminal Dago. Dari situ jalan terpecah menjadi dua, yang ke kanan ke arah Dago Pakar, ambil kiri yang turunan. Nanti sesudah ketemu pertigaan lagi, ambil kiri lagi. Ikuti saja jalan itu dan ambil yang mengarah ke Punclut dan ikuti saja nanti akan tembus ke Ciumbuleuit.

Walau sama sekali belum pernah lewat rute yang ditunjukkan aku ingin mencobanya. Di pertigaan sesudah terminal Dago turunan yang ke kiri sangat tajam. Hati-hati dengan kendaraan anda dan pastikan rem masih pakem biar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Lalu aku ikut lagi petunjuk dan melewati proyek komple rumah-rumah mewah. Saya ikuti saja jalanan yang agak berbatu dan sangat menanjak. Sudah gitu di ujung jalan ini menyempit yang pas hanya untuk papasan mobil. Harus ekstra hati-hati biar tidak serempetan.

Setelah melewati tanjakan aku ikut jalan yang ke kiri. Jalanan masih sempit ibarat tadi. Hanya pas untuk papasan. Tapi untungnya jalanan belum ramai. Hanya ada beberapa sepeda parkir di depan warung-warung yang sudah mulai banyak di kiri jalan. Makin kesana ternyata makin rapet warung nya. Dan aku mengamati satu-satu goresan pena yang ada di saung-saung itu. Sampai risikonya ketemu goresan pena bahwa inilah daerah Punclut.

Saya risikonya mencari tempat parkir di pinggir jalan. Sekali lagi, untung masih sekitar jam 11-an pagi, jadi masih dapat mendapat tempat parkir. Lalu parkirlah aku di seberang Saung RM. Sangkan Hurip yang kelihatannya paling ramai diantara saung-saung yang aku lewati sebelumnya. RM Sangkan Hurip ini punya beberapa saung di formasi sini yang semuanya rata-rata ramai pengunjungnya.

Dan ternyata benar, Punclut yaitu tempat makan yang yummy dengan pemandangan yang yummy juga. Dari saung ini kita dapat melihat pemandangan lembah yang sesekali berkabut tipis. Tentu udara hambar dan angin yang semilir.

Pemandangan dilihat dari saung
Saung-saung yang ada di Punclut ini hampir seragam. Baik layout masing-masing saung dan juga hidangan yang disajikan. Layout nya biasanya berupa saung lesehan yang dilengkapi dengan tikar. Dan tampaknya pembagian masing-masing pengunjung berdasarkan tikar ini. Kalau pengunjung yang tiba hanya berdua biasanya ckup dengan satu tikar. Tapi kalau yang tiba berombongan tentu perlu lebih banyak. Saya sendiri tiba hanya dengan istri. Sementara di seberang aku duduk di tikar sebelah yaitu sepasang anak muda yang masih pacaran.

Sedang sajian pun hampir seragam. Yang paling banyak yaitu ayam, baik yang digoreng atau yang dibakar. Nasi pun umumnya ditawarkan pakai nasi merah (beras merah). Tidak ketinggalan lalapan dan petai bagi yang menyukainya. Dan kalau anda tidak mau makan berat, disini banyak dijual goreng-gorengan, jagung bakar dan tentu saja minuman hangat.

Saya mencoba ikan bakar dengan nasi merah. Tidak ketinggalan lalapan khas sunda dan sambelnya yang tidak mengecewakan pedas. Minumannya es kelapa muda yang disajikan masih bentuk kelapa bundar dengan dibuka di atasnya tanpa ada tambahan pemanis. Dan tidak berapa usang masakan dan minuman yang kami pesan sudah datang. Pertanda makan siang akan segera dimulai.

Ikan bakar, lalap, nasi merah dan kelapa muda, nyam nyam
Dasar alasannya yaitu lapar mata, rasanya ingin makan yang lain lagi. Padahal dengan hidangan yang ada saja perut sudah terasa kenyang. Apalagi sambil makan, sambil bercengkerama, sambil sesekali melihat dataran rendah yang ada di bawah, dan kena tiupan angin yang sejuk menciptakan makan semakin terasa berselera. Kira-kira perasaan cepat kenyang ini diakibatkan oleh beras merah atau bukan ya?

Walau masakan yang kami pesan sudah kami makan habis, tapi rasanya masih yummy untuk tetap duduk santai disini sambil bercengkerama dengan pasangan. Apalagi sambil minum minuman yang hangat.

Waktu mengatakan sekitar jam 1 siang. Sekarang kondisi di depan formasi saung ini macet. Mobil dan motor berebut untuk melewati jalan ini yang menciptakan jalanan yang sempit makin macet. Belum juga sepeda motor yang parkir di depan saung yang hampir mepet ke jalanan. Ini menciptakan pengendara yang melintas makin kesulitan untuk bergerak. Walhasil kalau jam segini berada disini, bunyi mesin kendaraan beroda empat dan motor dan kadang kala klakson menciptakan suasana kurang yummy alasannya yaitu terlalu ramai. Sekali lagi untunglah aku nyasar ke tempat ini masih belum siang. Hingga suasananya enak, tidak terlalu ramai.

Saya pun risikonya meninggalkan tempat ini menunggu jalanan agak lancar. Sambil menunggu sambil memperhatikan saung yang makin ramai alasannya yaitu jam makan siang. Ditambah penjaja persewaan kuda yang mangkal di di depan saung. Walau jalanan sudah mulai lancar, tetap saja arah yang kami lewati menuju arah Ciumbuleuit kadang kala terhenti macet. Jalanan yang sempit menciptakan pengendara harus ada yang menyerah biar lancar. Ditambah lagi jalanan yang tidak sepenuhnya mulus. Jalanan sempit ini risikonya berujung di pertigaan rumah sakit AURI Dr. Salamun. Kami pun mengambil arah ke kiri ke Jl. Ciumbuleuit untuk masuk ke kota Bandung lagi.

Akhirnya kami dapat menghindari kemacetan di daerah Dago dan nyasar ke Punclut. Nyasar yang sangat menyenangkan dan berwisata makan dadakan.

Tips buat biar ke Punclut nyaman:
  1. Pastikan berangkat pagi atau jangan terlalu siang. Kalau terlalu siang jalanan di tempat ini macet dan akan susah parkir kalau anda membawa mobil.
  2. Atau kalau niat sambil berolah raga, dapat dengan jalan kaki atau bersepeda. Tapi aku belum tahu niscaya tempat yang yummy untuk parkir kendaraan kalau ingin jalan kaki kesana.
  3. Kosongkan perut, biar puas makannya.
  4. Pastikan kondisi kendaraan (mobil, motor) dalam kondisi prima. Terutama rem. Karena susukan menuju tempat ini sangat menanjak dengan lebar jalan yang pas-pasan. Juga harus ekstra hati-hati. Syukur-syukur kalau mau menyerah memberi kendaraan yang berpapasan untuk jalan terlebih dahulu biar tidak menambah kemacetan kalau masing-masing tidak ada yang mau mengalah.

Sumber http://akamali.blogspot.com

Mari berteman dengan saya

Follow my Instagram _yudha58

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makan Siang Sambil Menikmati Pemandangan Dan Udara Segar Di Punclut"

Posting Komentar