Pada zaman kerajaan-kerajaan di Nusantara dan zaman sebelumnya, kehidupan masyarakat intinya bertumpu pada pertanian dan kegiatan yang bersifat agraris. Beberapa komoditas yang dihasilkan di Nusantara antara lain kapur barus, merica, pala, cengkeh, nila, mur, borax, kesturi, dan emas. Produksi komoditas ini tersebar mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, hingga Maluku dan Papua (Nugroho, 2010). Masyarakat Indonesia pada masa itu lalu memanfaatkan laut untuk mengangkut banyak sekali hasil bumi ini ke wilayah Nusantara lainnya ataupun ke India, Afrika, dan Cina.
Beberapa inovasi di beberapa negara di Asia dan Afrika menawarkan adanya peninggalan dari masyarakat Nusantara yang diperkirakan sudah berumur ribuan tahun. Peninggalan arkeologi ini menandakan bahwa masyarakat Indonesia ketika itu sudah mempunyai ilmu dan teknologi perkapalan serta navigasi yang baik sehingga bisa menyeberangi Samudera Hindia hingga ke Semenanjung India bahkan hingga ke Timur Tengah dan Afrika. Hal ini menawarkan masyarakat Nusantara ketika itu sudah bisa mengintegrasikan pengelolaan wilayah darat, pesisir, dan laut sehingga acara di ketiga wilayah sanggup saling mendukung satu sama lainnya.
Beberapa kerajaan Nusantara dengan kultur peradaban maritim antara lain Kerajaan Kutai (abad ke-4), Sriwijaya (tahun 600an-1000an), Majapahit (1293-1500), Ternate (1257-sekarang), Samudera Pasai (1267-1521), dan Demak (1475-1548). Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit tercatat sebagai kerajaan-kerajaan Nusantara yang pada zaman keemasannya menjadi adikuasa sebab abjad kemaritiman yang tertanam pada masyarakat.
Pada kuartal ketiga kurun ke-12, seorang penulis Cina mengatakan, “Dari semua kerajaan absurd yang kaya raya sekaligus mempunyai simpanan barang-barang berharga dan banyak macamnya, tidak ada yang melebihi bangsa Ta-Shih (Arab)”. Posisi kedua ditempati oleh She-p’o (Jawa/Majapahit), sementara San-fo-chi (Sriwijaya) di tempat ketiga. Marco Polo, seorang pedagang dan penjelajah Italia juga menyatakan perihal Nusantara, “Jumlah emas yang dikumpulkan di sana lebih banyak daripada yang sanggup dihitung dan hampir tak sanggup dipercaya. Kemudian, dari tempat itulah para pedagang dari Zai-tun (Hangzhou, Cina) dan Manji mengimpor logam mulia, yang berdasarkan ukuran impor masa kini, jumlahnya sangat besar.” (Nugroho,2010).
Sejak Kerajaan Kutai, masyarakat Indonesia sudah memanfaatkan laut untuk acara perdagangan dan pelayaran. Dengan teknologi yang ada ketika itu, para penduduk melaksanakan kegiatan niaga antar pulau, kerajaan, bahkan berlayar hingga pulau yang jauh ibarat Sri Lanka dan Madagaskar. Kultur laut dan maritim ini lalu terlihat juga dalam acara kerajaan-kerajaan Nusantara lainnya. Kerajaan Sriwijaya di zaman keemasannya mempunyai pelabuhan internasional yang besar dan menguasai perdagangan dan pelayaran di wilayah barat Indonesia hingga Semenanjung Malaya.
Berbeda dengan Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Sunda di wilayah Jawa Barat dan Banten ketika itu tidak mempunyai kultur laut dan maritim yang kuat. Masyarakat di kerajaan ini umumnya melaksanakan acara pertanian sebagai mata pencahariannya. Hal ini dikarenakan kuatnya armada maritim Kerajaan Sriwijaya ketika itu yang lalu secara berangsur-angsur diambil-alih oleh kekuatan maritim Kerajaan Majapahit.
Kerajaan Majapahit menjadi sentra kerajaan maritim Nusantara yang berperan melindungi jalur perdagangan laut sebagai jalur utama perdagangan dan menghilangkan bahaya jalur laut di sepanjang wilayah laut Nusantara hingga daerah di sekitarnya. Armada laut Majapahit sangat besar di masa itu. C.R. Boxer, profesor sejarah dari Inggris mencatat total jumlah kapal yang dimiliki VOC pada tahun 1650, 1674, dan 1704 sebanyak 74 kapal, 124 kapal, dan 81 kapal. Kapal ini diperlukan untuk memonopoli komoditas internasional di Nusantara.
Kerajaan Ternate yang terdapat di wilayah Maluku Utara ketika ini mempunyai sumber daya rempah-rempah yang dikenal mancanegara hingga ke Benua Eropa. Untuk mendukung acara perdagangan rempah-rempahnya, Kerajaan Ternate membangun pelabuhan dan galangan kapal di beberapa pulau utamanya. Terdapat juga pelabuhan pendukung di beberapa pulau kecil yang bertujuan untuk membawa hasil bumi dari pulau-pulau kecil ini ke pelabuhan utama.
Aktivitas perdagangan dan pelayaran Kerajaan Ternate serta kerajaan-kerajaan lain di Nusantara pada kurun 11 hingga kurun 14 terintegrasi dengan acara maritim Kerajaan Majapahit. Terjalin hubungan yang baik dan perjanjian di antara kerajaan-kerajaan ini dimana Kerajaan Majapahit dipercaya untuk melindungi dan mengontrol jalur perdagangan dan pelayaran yang ada di wilayah Nusantara.
Besarnya armada Majapahit memudahkan untuk mengontrol pelabuhan-pelabuhan yang mengganggu acara bisnisnya. Majapahit membutuhkan armada supaya bisa untuk membeli dan menjual komoditas utama perdagangan dunia dalam partai besar, melarang negara lain menciptakan armada besar, mengatur seluruh perdagangan laut dalam kontrol Majapahit, dan menjaga mitranya supaya tidak pribadi berafiliasi dengan produsen.
Kerajaan Samudera Pasai yang berada di ujung barat Nusantara mempunyai peranan yang penting sebagai bandar pelabuhan kapal-kapal yang hendak menuju Nusantara ataupun sebaliknya. Peranan penting ini terutama terjadi sebab menurunnya kekuatan maritim Kerajaan Sriwijaya yang juga terdapat di wilayah Sumatera. Namun acara maritim Kerajaan Samudera Pasai masih berada di bayang-bayang Kerajaan Majapahit yang ketika itu merupakan kerajaan maritim Nusantara terbesar. Sejak merosotnya kekuatan Kerajaan Majapahit sebab konflik internal dan eksternal, Kerajaan Samudera Pasai menciptakan kebijakan maritim sendiri dan tidak lagi bergantung kepada Kerajaan Majapahit. Kerajaan Samudera Pasai menguasai acara perdagangan dan pelayaran di Selat Malaka hingga tahun 1521.
Kerajaan Majapahit tidak memonopoli sendiri penguasaan pelabuhan yang ada di setiap daerah Nusantara. Pelabuhan yang ada di setiap daerah Nusantara dikelola oleh kerajaan masing-masing dengan menyediakan sarana dan prasarana pendukung untuk memperlancar perdagangan antar kerajaan dan daerah. Setiap kerajaan saling bekerjasama dalam melaksanakan acara perdagangan dan pelayaran. Kerjasama ini juga dilakukan ketika terdapat bahaya dari luar Nusantara yang hendak menyerang salah satu kerajaan di Nusantara. Kerjasama yang baik di antara kerajaan-kerajaan ini yang menciptakan acara perdagangan dan pelayaran masyarakat Nusantara ketika itu bisa berpengaruh dan disegani mancanegara.
*disarikan dari banyak sekali sumber
Sumber aciknadzirah.blogspot.com
Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "√ Catatan Kejayaan Laut Nusantara"
Posting Komentar