Bahan Skripsi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang telah menginfeksi hampir sepertiga penduduk dunia dan pada sebagian besar negara di dunia tidak sanggup mengendalikan penyakit Tuberkulosis ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan (Ahmadi, 2005).
Mycobacterium tuberculosis sebagai penyebab penyakit Tuberkulosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, berdasarkan WHO pada tahun 2012 sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan selesai hayat 3 juta orang per tahun. Di negara berkembang selesai hayat ini merupakan 25% dari selesai hayat penyakit yang sebetulnya sanggup diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-negara berkembang (Depkes RI, 2012).
Di daerah Asia Tenggara, data WHO menunjukkan bahwa Tuberkulosis membunuh sekitar 2.000 jiwa setiap hari. Dan sekitar 40 persen dari kasus Tuberkulosis di dunia berada di daerah Asia Tenggara. Secara bergairah diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita gres Tuberkulosis BTA positif. Indonesia termasuk dalam high burden countries, menempati urutan ketiga sesudah India dan China (Suyatno, 2010).
Periode Prevalensi TB 2013 di Indonesia berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan melalui investigasi dahak dan atau foto paru sebesar 725/100.000 penduduk. Periode Prevalensi TB tertinggi terdapat pada kelompok di atas usia 54 tahun sebesar 3.593 per 100.000 penduduk sedangkan pada kelompok lain dengan kisaran 348 per 100.000 penduduk (Depkes RI, 2013).
Prevalensi TB paling banyak terdapat pada jenis kelamin pria 819 per 100.000 penduduk. Point Prevalence berdasarkan tanda-tanda TB yang pernah diderita oleh penduduk sebesar 2.728 per 100.000 penduduk dengan distribusi yang hampir sama dengan prevalensi TB berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan. Berdasarkan kuesioner persentase penderita TB paru lebih banyak di diagnosa di Puskesmas (36,2%) dan RS Pemerintah (33,9%) dibandingkan dengan RS Swasta (11,0%) dan Balai Pengobatan/Klinik/Praktek Dokter (18,9%). Sedangkan selesai hayat lantaran TB diperkirakan 175.000 per tahun (Depkes RI, 2013).
Meningkatnya kasus penyakit Tuberkulosis di Indonesia, salah satunya dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pada kondisi lingkungan yang baik, cukup mendapat sinar matahari, kuman TB tidak sanggup bertahan usang di udara. tapi jikalau ditempat yang lembab kuman ini sanggup bertahan hidup dalam waktu lama. Inilah yang menjadikan penyakit Tuberkulosis lebih banyak mengenai masyarakat miskin yang hidup di daerah kumuh dan biasanya daya tahan badan mereka juga kurang akhir kurangnya makan makanan bergizi (Atmosukarto, 2006).
Pada umumnya, lingkungan rumah yang jelek (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan besar lengan berkuasa pada penyebaran penyakit menular termasuk penyakit Tuberkulosis . Pada lingkungan fisik, kelembaban rumah dan kepadatan penghuni rumah mempunyai korelasi yang bermakna dengan insiden Tuberkulosis . Hal tersebut sanggup dipahami lantaran kelembaban rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan menjadi media yang baik bagi pertumbuhan banyak sekali mirkoorganisme menyerupai bakteri, sporoket, ricketsia, virus dan mikroorganisme yang sanggup masuk ke dalam badan insan melalui udara dan sanggup menjadikan terjadinya abses pernafasan pada penghuninya (Depkes RI, 2009).
Kuman Tuberkulosis sanggup hidup baik pada lingkungan yang lembab. Selain itu lantaran air membentuk lebih dari 80% volume sel basil dan merupakan hal yang essensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri, maka kuman TB sanggup bertahan hidup pada tempat sejuk, lembab dan gelap tanpa sinar matahari hingga bertahun-tahun lamanya (Subagyo, 2007).
Penyakit Tuberkulosis yang terjadi pada orang remaja sebagian besar terjadi pada orang-orang yang mendapat abses primer pada waktu kecil yang tidak ditangani dengan baik. Beberapa faktor yang akrab hubungannya dengan terjadinya abses basil Tuberkulosis yakni adanya sumber penularan, tingkat paparan, virulensi, daya tahan badan yang akrab kaitannya dengan faktor genetik, faktor faali, jenis kelamin, usia, status gizi, perumahan dan jenis pekerjaan (Wajdi, 2005).
Hasil penelitian Jumiati dkk pada tahun 2007 menyimpulkan bahwa ada korelasi antara variabel kelembaban rumah, kepadatan penghuni rumah, luas ventilasi rumah dan pencahayaan rumah dengan insiden Tuberkulosis pada anak. Penelitian Anita dkk pada tahun 2006 menyimpulkan bahwa ada asosiasi antara Tuberkulosis dengan pencahayaan, kepadatan hunian rumah, ventilasi, keberadaan jendela ruang tidur, jenis lantai, pembagian ruang tidur, jenis dinding, kelembaban luar rumah, suhu luar rumah, kontak penderita dan status gizi.
Penelitian selanjutnya oleh Prabu (2008) menyatakan variabel-variabel yang diduga mensugesti penyakit Tuberkulosis mencakup faktor umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, kebiasaan merokok, kepadatan hunian kamar, ventilasi, kondisi rumah, kelembaban udara, status gizi, keadaan sosial ekonomi, dan perilaku. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Siswanto (2008) menyatakan bahwa meningkatnya penularan abses penyakit Tuberkulosis yang dilaporkan ketika ini, banyak dihubungkan dengan kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya kemudahan pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal, dan epidemi dari abses HIV.
Faktor risiko yang berperan terhadap timbulnya insiden penyakit Tuberkulosis dikelompokkan menjadi 2 kelompok faktor risiko, yaitu faktor risiko kependudukan (jenis kelamin, umur, status gizi, kondisi sosial ekonomi) dan faktor risiko lingkungan (kepadatan, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, kelembaban, dan ketinggian) (Yoeningsih, 2007).
Hasil survey pendahuluan pada tanggal 2 Februari 2014 terhadap 5 kondisi perumahan pasien Tuberkulosis diperoleh data bahwa 80% mempunyai kondisi rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan khususnya kelembaban, ventilasi dan kepadatan hunian.
Di Provinsi Sulawesi Tenggara berdasarkan laporan dari Puskesmas terlihat ada peningkatan kasus Tuberkulosis dari tahun ke tahun, diantaranya dilihat dari cakupan inovasi penderita Tuberkulosis BTA positif atau Case Detection Rate (CDR) pada tahun 2009 sebesar 18 %, tahun 2010 sebesar 26%, tahun 2011 tercacat 33%, tahun 2012 48,5% dan 53% tahun 2013. Hal ini menunjukkan bahwa di Provinsi Sultra kasus penyakit Tuberkulosis masih tinggi.
Jumlah kasus Tuberkulosis di Puskesmas Landono Kabupaten Konawe Selatan pada periode 2011 hingga dengan 2013 sebanyak 32 penderita (tahun 2011 sebanyak 11 orang, tahun 2012 sebanyak 12 orang dan tahun 2013 sebanyak 9 orang). Sementara keadaan rumah di wilayah kerja Puskesmas Landono yang memenuhi syarat kesehatan gres mencapai 104 rumah (4%) dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 2.508 rumah (96%) dari 2.612 rumah, berarti masih dibawah sasaran Departemen Kesehatan yakni lebih dari 80 % penduduk harus tinggal dalam rumah sehat.
Berdasarkan uraian diatas maka akan dilakukan penelitian faktor risiko insiden Tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Landono Kabupaten Konawe Selatan tahun 2011 hingga dengan tahun 2013.
Sumber http://mail-chaozkhakycostikcomunity.blogspot.com/Mari berteman dengan saya
Follow my Instagram _yudha58
0 Response to "Penyakit Tuberkulosis Merupakan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Mycobacterium Tuberculosis"
Posting Komentar